Sedang Membaca
Seni Islam dalam Pameran Lukisan Koleksi Istana
Hamzah Sahal
Penulis Kolom

Founder Alif.ID. Menulis dua buku humor; Humor Ngaji Kaum Santri (2004) dan Ulama Bercanda Santri Tertawa (2020), dan buku lainnya

Seni Islam dalam Pameran Lukisan Koleksi Istana

Seni Islam dalam Pameran Lukisan Koleksi Istana

Untuk kedua kalinya, Kementerian Sekretaris Presiden menggelar pameran lukisan koleksi istana kepresidenan. Pameran berjudul Senandung Ibu Pertiwi ini dibuka Wakil Presiden Jusuf Kalla (1/8) digelar dalam ulang tahun RI ke-72.

Pameran koleksi istana yang kedua ini, seperti pameran koleksi istana tahun lalu, masih memamerkan karya-karya para seniman pendahulu. Menjadi kemewahan, kita dapat menikmati karya emas para pelukis masa lampau.

Tapi di sisi lain, masyarakat tidak mengetahui perkembangan terbaru, koleksi-koleksi terbaru yang dimiliki istana, yang tentu menyajikan pelukis-pelukis generasi penerus yang dimiliki negeri ini.

Pameran kali ini menampilkan 48 karya dari 41 seniman dalam dan luar negeri ini telah berlangsung dari tanggal 2-30 Agustus 2017. Satu-satunya pelukis yang masih hidup dan datang saat pembukaan adalah Abdul Jalil Pirous. Tema alam dan tradisi cukup mewarnai ruang pamer Galeri Nasional.

Adalah karya-karya bernuansa keagamaan yang berhasil menarik perhatianku. “Spiritualitas dan Religi”, demikian judul catatan yang ditulis di dinding pameran.

Di ruangan itu dipajang karya Alimin Tamim berjudul Tiga Bedanda (1962) yang mewakili agama Budha, lukisan berjudul Madonna (1950) karya Sudarso representasi Kristen/Katolik, dua karya bernuansa Hindu dari I Gusti Ketut Kobot dengan judul Sembahjang Dewa (1962) dan Ida Bagus Made Poleng dengan judul Sesaji.

Dan yang paling mencolok, karena berukuran paling besar, 200×300, adalah karya Basuki Abdullah berjudul Djika Tuhan Murka (1949-1950). Karya Basuki Abdullah ini tidak merepresentasikan agama tertentu seperti karya-karya yang lain. Dia menggambarkan kepulan asap dan jilatan api yang mengerikan, sementara orang-orang digambarkan terkapar tidak berdaya.

Baca juga:  Tali Tigo Sepilin, Tungku Tigo Sejerangan: Trias Politica ala Masyarakat Melayu Jambi

Seni Islam

Menyeliplah di antara karya-karya itu dua pelukis kaligrafi terkenal, Ahmad Sadali dengan karyanya berjudul Kaligrafi dan Abdul Jalil Pirous karyanya yang berjudul Subuh/Doa VIII (1980). Tentu saja keduanya mewakili Islam.

Dua karya dari Sadali dan Pirous ini masih menggambarkan bahwa seni Islam sebatas kaligrafi Arab. Mungkin memang benar bahwa koleksi lukisan istana yang bertema Islam masih berhenti di seni kaligrafi, tapi catatan kuratorial yang melanggengkan pandangan umat Islam tentang seni rupa, tidaklah tepat.

Merupakan realitas juga bahwa umat Islam tidak memperbolehkan menggambar sosok ataupun makhluk hidup seperti binatang. Tapi ini seakan mengkonfirmasi aksi-aksi pelarangan yang dilakukan oleh masyarakat atas patung. Dirobohkannya sembilan patung Jayandru di alun-alun Sidoarjo tahun 2015, misalnya.

Di sinilah saya kira, pameran lukisan koleksi istana dapat membuka wacana seni rupa kepada masyarakat secara terbuka, termasuk terus memperbarui koleksinya dengan tema-tema keagamaan.

Tidaklah cukup memerkan karya emas yang menampilkan keagungan bangsa, sementara masyarakat memiliki pandangan ganjil tentang seni rupa. Kan tidak sedap rasanya mendengar gosip sejumlah patung di istana dikasih kain karena dianggap tidak memenuhi nilai-nilai kesopanan.

Bagaimana nanti jika ‘penghuni istana’ adalah orang-orang yang berpandangan bahwa Islam mengharamkan patung, gambar makhluk hidup hingga lukisan-lukisan manusia, baik yang berpakaian jas ataupun yang telanjang?

Baca juga:  Menyimak Kritik Sastra Gus Dur kepada HAMKA

 

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
0
Ingin Tahu
0
Senang
0
Terhibur
0
Terinspirasi
0
Terkejut
0
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top