Entah ini kisah nyata atau tidak. Kalau nyata, mungkin telah dilebih-lebihkan agar dramatis ataupun untuk keperluan agar para pendengar cerita bisa tertawa.
Suatu hari, saat hubungan Banser dan FPI memanas,, di daerah Jawa Tengah perbatasan dengan Jogja, ada skenario GP Ansor mengutus enam anggota Banser ke markas FPI. Tujuannya mengajak berdebat ustaz-ustaz FPI.
“Sampean datang berenam, jangan mengenakan seragam Banser, tapi pakai sarung lengkap dengan kopyah. Ajaklah mereka berdebat baik-baik, penuh akhlak, dan jangan emosi. Pokoknya berdebat seperti bahtsul masail, wong FPI juga saudara sendiri,” begitu perintah pimpinan GP Ansor setempat kepada anggotanya yang sudah dipilih.
“Satu lagi, jangan mengaku Banser atau NU. Bilang perwakilan umat Islam,” pesan pimpinan lagi.
Akhirnya, dengan mengendarai sepeda motor datanglah anggota Banser terpilih ke markas FPI.
Singkat kisah, berlangsulah debat, sesuai rencana, baik-baik, tidak ada percekcokan dan ketegangan. Namun, tiba-tiba suasana menjadi ramai dan tegang. Penyebabnya, para anggota FPI yang bukan ustaz berdatangan.
Karena situasi tidak memungkinkan, perdebatan dihentikan. Enam anggota Banser yang mengaku bukan NU itu pulang.
Cilakanya, beberapa anggota FPI membuntutinya. Lebih cilaka lagi, anggota Banser itu pulangnya ke kantor GP Ansor. Walhasil, anggota FPI mengetahui bahwa mereka dari utusan NU.
Sebetulnya sudah benar Banser itu tidak mengaku NU dan tidak mengenakan seragam Banser, sesuai arahan pimpinan, tapi kok pulangnya ke kantor GP Ansor. Bhaaaa.. Akhirnya penyamaran ambyaaarrrr..