Salah ucap para kiai atau tokoh NU bukan aib. Malah jadi humor. Misalnya ada seorang kiai berteriak di forum debat. Dia bilang begini, “Saya tidak setuju dengan aklamasi!” Peserta debat bingung, “Maksudnya apa kiai kita ini?”
Tapi tidak lama kemudian, seisi ruangan tertawa. “Ooh, Pak Kiai, yang merusak lingkungan bukan aklamasi, tetapi reklamasi.”
Ada lagi kiai dalam acara pemilihan di sebuah PCNU mengatakan, “Saya usul, sebaiknya jangan puding. Kita mufakat saja.” Maksudnya kiai itu voting, bukan puding.
Saifullah Yusuf atau Gus Ipul, pada sebuah acara bedah buku di Jakarta Selatan, akhir tahun 2021 juga salah ucap. “Apakah jadi ada doorprize?” Tanya Gus Ipul. Maksudnya doorstop, bukab doorprize.
Kesalahan ucap yang paling terkenal di NU adalah sampai sekarang, ada orang NU yang mengucapkan eternit, padahal maksudnya internet.
Nah, kesalahan tidak pandang bulu. Prof. Mahfud MD pada cuitannya di X (twiiter) menulis demikian:
“Indonesia hebat spt Kolam Susu. Lah, menanam jutaan hektar singkong utk food estate yg tumbuh jagung. Menanam singkong, panen jagung. Ajaib. Itu terjadi di Gunung Mas. Eh ternyata jagungnyapun ditanam dgn goody bag sebab di tanah bergambut Gunung Mas tak mungkin tumbuh jagung.”
Alissa Wahid merespons dengan nada bercanda atas cuitan itu, “Polybag, Prof.
Kalau goodie bag itu yang biasanya berisi suvenir 🤣🤣🤣”
Tenang Prof. Itu kesalahan biasa di NU atau para kiai-kiai. Yang penting teori hukum dan perjuangan penegakan hukum tetap istikamah.