Suatu hari, beberapa orang menemui Gus Baha di kediamannya. “Sowan,” istilah orang Jawa.
Mereka menyampaikan niat mulia, yaitu mereka untuk meningkatkan iman dan takwa dan ibadah para warga. Dengan cara apa?
Menggelar shalat tahajud bersama-sama setiap malam.
Gus Baha menukas dengan cepat, “Ora usah aneh-aneh….” Dalam bahasa Indonesia Gus Baha bilang, “Jangan aneh-aneh.”
“Loh, Gus, ini kan amal soleh, bahkan ayatnya ada dalam Al-Qur’an, waminal laili fatahajjad bihi nafilatan laka.…”
“Kayak anak SMP saja, sukanya pakai dalil….” Gus Baha menimpali.
“Gus, mohon dukungannya, ini program yang sangat mulia. Rasulullah saw dikabarkan shalat sampai betisnya bengkak kan…..”
“Dengarin,” kata Gus Baha’. “Tahajud itu sunah dan tidak ada aturan berjamaah, sehingga bisa dilaksanakan sendiri-sendiri,” jelas Gus Baha.
Tidak lama kemudian Gus Baha menjelaskan ibadah-ibadah lain yang bisa menjadi skala prioritas dan keutamaannya juga tidak kalah tinggi. “Anda kira kasih nafkah batin pasangan tidak berpahala? Anda kira istirahat malam biar besok sehat lalu rajin bekerja untuk nafkah keluarga tidak berpahala?”
“Iya sih, Gus, tapi ini kan maksud kami adalah menggalang kemuliaan….” seorang dari tamu berupaya menjelaskan.
“Sudah. Tidak perlu macam-macam. Islam ini tidak sulit. Islam itu gampangan. Yang bikin susah sampean-sampean ini,” Gus Baha memungkasi.