Sedang Membaca
Tidak Ada Hal Baru dalam Pidato Presiden Jokowi di Munas NU
Hamzah Sahal
Penulis Kolom

Founder Alif.ID. Menulis dua buku humor; Humor Ngaji Kaum Santri (2004) dan Ulama Bercanda Santri Tertawa (2020), dan buku lainnya

Tidak Ada Hal Baru dalam Pidato Presiden Jokowi di Munas NU

Tidak Ada Hal Baru dalam Pidato Presiden Jokowi di Munas NU

Presiden Joko Widodo membuka Munas Alim Ulama dan Konferensi Besar Nahdlatul Ulama dengan memukul kendang di panggung utama  Islamic Center yang berlokasi di kompleks masjid Hubbul Wathan, Mataram, Nusa Tenggara Barat, Kamis (23/11). Presiden didampingi Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin, Rais Aam PBNU Ma’ruf Amin, dan Ketua Umum PBNU Said Aqil Siroj. 

Di depan sekitar sepuluh ribu undangan, Presiden Jokowi bercerita tentang upayanya ikut mendamaikan Afganistan. Dia mengawali kisahnya dengan mengungkapkan bahwa setiap kali berkunjung ke pesantren, bertemu Nahdliyin, dan berada di tengah-tengah alim ulama, ia merasakan suasana kesejukan. Bahkan, suasana kesejukan itu juga dirasakan bukan hanya oleh dirinya, tapi oleh orang luar.

“Dari negara lain yang hadir di Indonesia, juga (merasakan hal yang) sama. Awal tahun yang lalu saya mendapatkan tamu Presiden Afganistan Doktor Ashraf Ghani. Saya menyampaikan kepada beliau. Presiden Ghani, ini saya ceritakan terus di mana-mana, Indonesia memiliki 17 ribu pulau, Indonesia 714 suku, Indonesia memiliki 1100 lebih bahasa lokal, dan agama yang bermaca-macam. Tetapi, supaya Presiden Ghani tahu, bahwa Indonesia adalah negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia. Karena banyak negara dan kepala itu tidak tahu bahwa 87 persen penduduk Indonesia adalah muslim. Banyak yang belum tahu. Oleh sebab itu terus saya ulang-ulang, saya sebut itu.”

Baca juga:  Wapres: Ilmu Fikih Harus Mampu Menyesuaikan Perkembangan Zaman

Dari cerita di atas, mungkin kita dapat mengatakan bahwa Presiden Jokowi jika bicara pada tamu negara, salah  satu temanya tentang keindonesiaan yang beragam. Tapi sesungguhnya, pengulangan yang diakuinya sendiri itu juga dilakukan saat bicara di acara-acara dalam negeri, termasuk di pesantren. Dia banyak mengemukakan hal yang sama, tentang jumlah pulau, suku, bahasa, agama. Bahkan, cerita terkait Afganistan, tentang Presiden Ashraf Ghani yang meminta keragaman Indonesia dijaga, juga diulang-ulang.

Pidato Presiden Jokowi memang sering mengulang materi pembicaraan. Dalam pandangan yang agak kritis atau bagi penikmat pidato tokoh, pidato presiden ketujuh ini tidaklah dapat menarik perhatian, tidak memantik diskusi, intonasi yang datar. Beruntung dia suka bagi-bagi sepeda dan dialog-dialog “mendadak” yang lebih segar.

Positif

Meski demikian, Pemimpin Redaksi majalah bulanan Aula (PWNU Jatim) Riadi Ngasiran memandang materi pidato yang mengulang-ulang itu dengan nilai positif.

“Mengulang kalimat dan materi menandakan ada ide yang ditekankan. Bila itu terjadi pada Presiden Joko Widodo, bukanlah suara kebosanan yang kita terima, melainkan tekanan pada subject matter yang dikedepankan. Sehingga audiens awam pun dangan mudah memahami kendati problemnya tingkat dunia seperti kasus Afghanistan yang 40 tahun dalam suasana kecamuk perang yang naga-naganya tak berkesudahan hingga sekarang.”

Baca juga:  Desa Sinden Jatiraja: Warisan Budaya dan Kisah Mistis Pewayangan

Tema kebinekaan yang banyak diulang Presiden Jokowi dalam banyak kesempatan memang menunjukkan bahwa dirinya punya perhatian khusus. Dia ingin mengatakan bahwa keragaman adalah Indonesia, Indonesia adalah keragaman. Keragaman adalah kekayaan Indonesia, semua elemen bangsa harus ikut menjaganya.

Dari segi kata, kalimah, dan tema, juga slide berisi foto-foto yang menyertai pidatonya, termasuk di acara pembukaan Munas Alim Ulama dan Kombes NU, tidaklah baru, tapi isinya tetap relevan dan kontekstual di tengah dugaan segelintir orang atau kelompok yang tidak betah dengan perbedaan, lebih-lebih menjadikanya sebagai alat politik.

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
0
Ingin Tahu
0
Senang
0
Terhibur
0
Terinspirasi
0
Terkejut
0
Scroll To Top