Sedang Membaca
Gus Dur dan Piala Dunia
Hamzah Sahal
Penulis Kolom

Founder Alif.ID. Menulis dua buku humor; Humor Ngaji Kaum Santri (2004) dan Ulama Bercanda Santri Tertawa (2020), dan buku lainnya

Gus Dur dan Piala Dunia

Cue3kjowcaacvuy

Dalam buku berjudul “Analisa Bola Gus Dur” (Pustaka Ciganjur, 2013), terdapat 15 esai Gus Dur. Kecuali esai pertama yang berjudul Piala ‘82 dan Landreform” (majalah Tempo), semua esai berisi analisa Piala Dunia 1994 di Amerika Serikat. Usia Gus Dur tahun 1994 sudah jauh dari kata muda, sudah 54 tahun (5 atau 6 tahun di atas Ketua PBNU Savic Ali sekarang ini). Tahun 1994 saya baru SMP kelas 3. Mengingat-ingat Piala Dunia tahun itu, yang terlintas dalam pikiran saya cuma 2 pemain Brazil bernama Bebeto dan Romario.

Dari 14 esai, 11 esai dimuat di Harian Kompas. 3 esai sisanya tidak mencantumkan sumber atau tidak terlacak. Buku ini diterbitkan 2 tahun setelah Gus Dur wafat, oleh santri-santri yang mesantren di Ciganjur. Saya mendapatkan buku ini dari Mustiko Dwipoyono, santri Ciganjur asal Klaten Jawa Tengah. Tidak ada cerita yang mendetail mengapa buku ini terbit dan bagaimana melacak esai-esai yang waktu dibukukan sudah umur hampir 20 tahun. Ini pekerjaan yang sama sekali tidak mudah. Angkat topi buat mereka.

Dari buku kecil ini, selain mendapatkan perspektif lain tentang pemikiran Gus Dur, kita juga ditunjukkan bahwa Gus Dur memiliki stamina yang luar biasa. Bagaimana tidak, beliau nyaris menulis dan dimuat tiap hari. Tulisan pertama dimuat (Kompas) Sabtu, 25 Juni 1994 di di halaman pertama. Esai kedua naik Senin, 27 Juni. 2 tulisan berjudul “Negeria, hasil Kerja Westerhof” dan “Jackie Charlton dan Strateginya” tidak ada keterangan tanggal dan medianya.

Baca juga:  Gus Dur, Ali Asghar dan Mie Instan Jepang

Setelah 4 esai tersebut, 9 esai dimuat harian Kompas tiap hari, berturut-turut, tanpa jeda, dari hari Senin tanggal 11 Juli 1994 hingga Selasa pekan berikutnya, 19 Juli 1994. Di esai terakhir buku ini, berjudul “Akhir Ulasan: Siapakah Penentunya?” Tanpa terlacak dimuat di mana. Kemungkinan besar sih di Harian Kompas juga.

Bahwa Gus Dur penulis sejati itu iya, kita tahu semua. Bahwa Gus Dur orang yang rajin dan disiplin iya, kita tahu semua. Tetapi, beliau menulis bola dan tiap hari, saya yakin, kita semua terkejut, apalagi jika kita membayangkan itu terjadi hari ini, sebuah waktu yang dibilang “sayas udah tidak sempat lagi menulis”.

Membaca esai-esai itu, saya lupa bahwa Gus Dur tahun 1994 masih ketua umum PBNU, dan itu tahun menyiapkan Muktamar NU di Cipasung Gus Dur, muktamar NU paling berat sepanjang masa. Membaca esai-esai itu, Gus Dur seperti jurnalis yang meliput langsung pertandingan di pinggir lapangan. Ingin sekali saya tahu, siapa redaktur di Kompas yang waktu itu “menangani” esai-esai Gus Dur. Saya kira menarik untuk digali, bagaimana cara Gus Dur menulis, mendapatkan data, cara mengirimnya hingga di mana Gus Dur menonton bola.

Kekuatan Gus Dur duduk di depan mesin ketik jadi segi yang menarik juga diangan-angan. Bayangkan, kita tahu badan Gus Dur yang tambun. Hebat sekali beliau kuat duduk lama tanpa bersandar (sepertinya tidak ada orang mengetik di mesin ketik sambil bersandar. Posisi dudukd i depan mesin ketik itu seperti pianis yang sedang beraksi, tidak bersandar dan punggung lurus). Dan dari sini, kita bisa memperkirakaan bahwa Gus Dur bukanlah penulis yang membutuhkan kenyamanan, tidak seperti penulis sekarang ini, yang sedikit-sedikit pergi ke warung kopi ber-AC, kopi terbaik dengan bentuk cangkirnya yang unik, ditemani croissant, dan pantatnya duduk di kursi yang empuk. Tetapi hasilnya, satu alenia. (Bersambung)

Baca juga:  Memetik Hikmah dari Lika-liku Hidup Buya Syafii Maarif

 

18 Desember,

 

Kantor PBNU jelang pertandingan final Argentina vs Perancis

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
0
Ingin Tahu
1
Senang
0
Terhibur
0
Terinspirasi
0
Terkejut
0
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top