Setiap kata yang muncul dalam suatu bahasa memiliki cerita, kisah, dan asbab. Ia tidak muncul dari sesuatu yang kosong, bahkan pilihan huruf dalam setiap kata juga memiliki arti tersendiri, maka rangkaian huruf yang menjadi kata, memiliki kisahnya tersendiri.
Namun, ada yang masih sulit dicari asbabnya (ghumud), karena sudah banyak orang yang melupakannya (Al-Muzhir fi Ulum al-Lughah, li As-suyuthi), Seperti Kata “Insan, manusia” dari “Nasiya, lupa” karena manusia lebih banyak atau sering lupa. “Bahimah,بهيمة, hewan” karena “Abhamat ‘an al-aql, tertutup aqalnya, tidak berakal”, disebut “Kufah” karena disesaki manusia “Takufu al-raml takaufan“. Demikian pula kata-kata lainnya.
Pada kajian kali ini, penulis akan menelusuri muasal kata “Rajul, laki-laki” dalam bahasa Arab. Dengan fokus masalah sederhana (Asilah al-bahst), mengapa “Rajul” disebut “Rajul“?, Pertanyaan ini berangkat dari banyaknya pernyataan bahwa “Rajul, laki-laki” dari kata “Rijl, kaki”. Dan juga ada pernyataan “Rijal, laki-laki (plural)” adalah khusus orang-orang yang melakukan kebaikan-kebaikan.
Mari kita perhatikan arti Kata “Rajul (الرَجُل)” dan yang terkait dengan tiga huruf “Ra (راء), Jim (جيم), dan lam (لام) dalam beberapa mu’jam bahasa Arab. Dalam kamus Lisan al-Arab, 265/11 الرجل: معروف: الذكر من نوع الإنسان خلاف المرأة (adalah laki-laki dari jenis manusia, antonim dari perempuan), dalam Tadzib al-Lughah, الرجل فوق الغلام, kata “Rajul” adalah setelah Ghulam (masa anak-anak). Kamus Ma’ani, seorang laki-laki yang telah baligh (dewasa). Jamak dari Rajul (الرَجُل); Rijal (الرِجَال) Rajlah (الرَجْلة).
Sedangkan kata “Rajilun, رَجِلٌ; bermakna “Berjalan dengan kedua kakinya”, demikian juga dengan “Ar-rajlu“, dan “Rajjal, رجّل” ada yang bermakna “Sarraha, zayyana, Qawwahu, سرح, زين، قواه” menguatkan, mengurai, dan menghias. Sedangkan yang bemakna “Kaki” adalah kata “Ar-rijlu, الرِجْل” yaitu: dari pangkal paha sampai telapak kaki (قدم).
Derivasi dari tiga huruf “Ra, Jim, dan Lam” sangat banyak sekali, bahkan ratusan dan dijelaskan dalam berbagai mu’jam, seperti: al-Muhith, al-Ma’shir, al-Washit, ar-Raid, al-Ghani dan Samsul al-Ulum. Dan tidak mungkin diuraikan satu persatu, karena keterbatasan ruang ini.
Kembali pada kata “Rajul, الرَجُل”, dalam Lisan al-Arab; kata tersebut juga bermakna; at-Tarajjul
الترجل أي مشي الشخص على قدميه دونما استعانة بآلة ما “الدابة أو السيارة أو غير ذلك”.
(Artinya, seseorang yang berjalan dengan kedua kakinya tanpa alat bantu; hewan, mobil dan lainnya). Ini kemudian “Rajul” diartikan sebagai seseorang yang percaya diri (‘itimad Nafs) untuk sampai pada sebuah keinginan yang dicita-citakan. Laki-laki disebut laki-laki (rajul), karena mereka mandiri, yang kuat dengan topangan kaki-kaki mereka, maka ini yang kemudian dimaksud dengan laki-laki berdiri diatas kaki sendiri.
Dari hal tersebut, kata ini (Rajul), dikaitkan dengan sebuah sifat “Arrujulah atau Arrujuliyah, yang bermakna; keberanian (Syaja’ah), kelaki-lakian, kekuatan (al-quwah), kedewasaan, kejantanan, maskulinitas, percaya diri (i’timad an-nafs), kecemerlangan fikiran (wuduh fikr). Bahkan kata “Rujulah, الرجلة” tidak hanya diperuntukkan pada laki-laki, karena Sayyidah ‘Aisyah disebut dengan “Rajulah al-Ra’yi“, bisa diartikan kekuatan pikirannya, kecemerlangan pikirannya.
Dalam Makalah “Ya Lah Min Din Lau Kana Lahu Rijal” oleh Abdurrahman. Dia menjelaskan arti dan perpedaan mufassir dalam “Arrujulah”:
لقد اختلف الناس في تفسير معنى الرجولة فمنهم من يفسرها بالقوة والشجاعة، ومنهم من يفسرها بالزعامة والقيادة والحزم، ومنهم يفسر الرجولة بالكرم والجود، ومنهم يقيسها بمدى تحصيل المال والاشتغال بجمعه، ومنهم من يظنها حمية وعصبيةً، ومنهم من يفسرها ببذل الجاه والشفاعة وتخليص مهام الناس بأي الطرق كانت.
Maka, “Rajul, laki-laki” ketika sudah berubah dalam bentuk lain, misalnya Jamak “Rijal, الرجال” juga memiliki arti yang berbeda, yang disesuaikan dengan konteks dan teksnya. Yang diartikan kepahlawanan, keberaniaan, ketegasan, ketangkasan dan kekuatan, karena hal tersebut menjadi karakter laki-laki, walau tidak semuanya laki-laki memiliki hal tersebut. Sebenarnya, antara Rajul dan Rijal tidak ada bedanya, karena Rijal jamak dari Rajl.
Maka, ada peribahasa Arab yang berbunyi; semua Arrijal adalah laki-laki (dzakar),
tapi tidak semua Dzakar itu adalah Rijal;
كُلُّ رجل ذكرٌ ولكن ليس كل ذكر رجلٌ
Maka Rijal bisa saja untuk perempuan, sedangkan “Dzakar khusus laki-laki” Dan hal ini, masih menjadi perdebatan panjang terkait dengan Rijal apakah mereka yang memiliki sifat-sifat terpuji, bagaimana dengan Surat al-Al’raf (81), An-Naml (55) dan al-Ankabut (29), yang didalamnya terdapat “Rijal” namun memiliki sifat tidak terpuji. Namun, dari maraji’ yang penulis baca, baik; kitab, makalah, esai dan lainnya, rijal lebih kepada hal yang positif (hasil penafsiran para ulama), demikian juga dengan kata “rujulah“.
Tanpa mengurangi keistimewaan perempuan yang juga memiliki banyak keistimewaan, maka Rajul disebut Rajul karena beberapa keistemewaan tersebut. Maka, dalam Ayat;
الرجال قومون على النساء
Bukanlah sebuah diskriminasi, tapi pada peran masing-masing. Allah ‘alam bishawab.