Sedang Membaca
Pendapat Ulama tentang Kata Asyura
Halimi Zuhdy
Penulis Kolom

Pengasuh Pondok Pesantren Darun Nun dan Guru BSA di UIN Maulana Malik Ibrahim Malang

Pendapat Ulama tentang Kata Asyura

Bila mendengar kata “Asyura’” maka ingatan kita pasti merujuk pada tanggal 10 di Bulan Muharram, karena kata tersebut sangat masyhur di kalangan umat Islam, meskipun agama lain, seperti Agama Yahudi juga memiliki sejarah panjang tentang hari tersebut.

Kata Asyura’ sudah menjadi istilah atau nama dari tanggal 10 di bulan Muharam, hari yang memiliki keistimewaan luar biasa bagi umat Islam. Kata ini, terdapat dua pandangan dalam membacanya; ada yang membaca عاشوراء (setelah huruf Ain terdapat alif) ada pula yang membaca عشوراء dengan membuang huruf alifnya (pendek). Namun, yang pendapat pertama lebih masyhur.

Kata ini, merupakan kata yang langka bila dicari derivasinya, karena dalam beberapa kamus Arab tidak ditemukan kecuali hanya sebuah nama dan urutan hari di Bulan Muharram. Kita tidak mendapati kata Sabua’ (سابوعاء) yang berarti tujuh, bila kata Asyura’ menjadi kata masyhur untuk sebuah angka. Juga bila kita merujuk pada wazan fa’ula’. Karena tidak semua angka dapat dirubah menjadi wazan tersebut.

Setelah membaca beberapa refrensi, ternyata Asyura berasal dari bahasa Arab kuno, bukan dari bahasa Ibrani atau Bahasa lainnya. Ulama ahli bahasa Arab, berbeda pendapat terkait asal penamaan kata tersebut, demikian juga asal dari derivasinya. Ada yang menyebutkan ia berasal dari turunan atau derivasi (isytiqaq) al-‘Asyr (العَشر).

Baca juga:  Gus Dur dan GUSDURian

Namun menurut al-Qurtuby, Asyura adalah bentuk perubahan (ma’dul) dari al-Asyir (العاشرة) sebagai sifat yang mulia dan penuh keagungan dari malam ke-10 Muharam. Bila kita menyebut Asyura, maka seperti kita mengatakan “yaum al-lailah al-asyirah”, kata “yaum” disandarkan pada al-lailah, dan kata “Asyura” sudah menjadi nama sendiri.

Ada pula yang menyebutkan, ia berasal dari ‘Isyr (العِشر) sebagaimana orang Arab sering menyebutkan dalam kalimat وردت الابل عشرا إذا وردت يوم التاسع.

Pada awal Islam muncul beberapa kata seperti al-Hadusya’ (الحادوشاء), sedangkan al-Hadusya sendiri sudah muncul pada masa-masa sebelumnya, dan yang seperti Hadusya’ adalah al-Asyura dan al-Tasyu’a. Ini disepakati oleh al-Khalil bahwa Asyu’ra dengan wazan fa’ula’ (فاعولاء) berasal dari bahasa Ibrani, karena wazan (bentuk) ini tidak biasa dalam bahasa Arab, dan hanya kata Asyura yang berwazan tersebut.

Dalam Majma’ al-Lughah al-Arabiyah al-Iftirady Kata Asyura adalah derivasi dari Asyra (العشرة) dengan pola Fa’ula’ (فاعولاء) sedangkan “hamzah” yang ada dalam kata Asyura adalah penanda jenis untuk perempuan (للتانيث), dan dirubah dari bentuk al-Asyir (العاشر) yang berfungsi untuk pleonastis (للمبالغة) dan pengagungan (للتعظيم). Kata ini sebenarnya adalah kata sifat dari Malam Asyura’ (اليلة العاشرة) sebagaimana pendapat Al-Qurtubi di atas.

Kata ini tidak dikenal pada masa Jahiliah atau sebelumnya, sebagaimana dituturkan oleh Ibnu Duraid, dan menurut Ibnu Qutaibah dalam Adab al-Katib tidak ada wazan Fa’ula’ (فاعولاء) kecuali kata “’Asyura’.

Baca juga:  Ulama, Karya, dan Bahasa

Sedangkan kata “Tasu’a’ (تاسوعاء)” diqiyaskan kepada kata “Asyura’” demikian pendapat Fayumi dalam Kitab Al-Mishbah, sedangkan menurut al-Jauhari, Al-Sha’ghani, dan Fairuzabadi kata tersebut adalah muwallad.
Sedangkan beberapa ulama lughah tidak sepakat terhadap anggapan hanya kata Asyura’ yang merupakan wazan Fa’ula’ dalam Bahasa Arab, kemudian beberapa ulama mencontohkan kata-kata lain seperti;ساموعاء (daging),خابوراء (sungai), الضاروراء والساروراء (kesulitan dan kemudahan) dan juga nama tempat seperti; حاضوراء dan رانوناء yang seperti Asyura’.

Terkait dengan hari Asyura itu sendiri, apakah ia tanggal ke-9, atau ke-10 atau ke-11 di Bulan Muharam? Sahabat, Tabi’in dan ulama berbeda pendapat terkait hal tersebut.

Menurut Jumhur ulama Asyura adalah tanggal 10 di bulan Muharam. Mereka yang berpendapat ini dari kalangan Sahabat ada Sayyidah Aisyah dan dari kalangan Tabi’in ada Said bin al-Musayyab dan al-Hasan al-Basri, dari kalangan imam mazhab ada Imam al-Syafi’i, Imam Ahmad, Imam Ishaq, dan para pengikutnya. Sedangkan yang berpendapat Al-Syura’ adalah hari ke-9 adalah Ibnu ‘Abbas, demikian juga dalam Al-Musannif dari Al-Dhahak.

Beberapa Sahabat juga berbeda pendapat, bahwa Asyura adalah tanggal 09, 10 dan 11. Dalam Tafsir al-laist Samarqandi Asyura tanggal 11, ada pula yang berbendapat, Asyura adalah tanggal 9 dan 10, ada pula yang berpendapat tiga hari adalah hari Asyura’ sebagaimana dalam ‘Madatul al-Qoriy Syarh Shahih Al-Bukhari dalam Bab Kitab Shiyam al-Asyura’.

Baca juga:  Harmoni dalam Bingkai Muktamar NU

Kekayaan kata ini, dan banyaknya pendapat terkait hari Asyura’ adalah bukti bahwa Asyura’ adalah hari yang sangat istimewa, dan sangat disunahkan untuk melakukan kebaikan-kebaikan sebagaimana dalam hadis dan aqwal ulama.

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
0
Ingin Tahu
0
Senang
0
Terhibur
0
Terinspirasi
0
Terkejut
0
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top