Apakah benar ada istri yang tega membakar kitab karangan sang suami? Tega dan tidaknya seseorang tergantung situasi dan kondisi, setiap situasi mendorong seseorang melakukan sesuatu di luar rasionalitas sekalipun. Biasanya pembakaran kitab (biblioklasme atau librisida) karena dianggap ada penyimpangan-penyimpangan, atau sering didasari atas motif moral keagamaan, atau politik. Dalam artikel yang berjudul “Itlaf az-zaujah, kutub zaujatiha”, Abdul al-‘Al bin Sa’ad al-Rasyidi menyebutkan bahwa sebagian istri ulama-ulama produktif membakar karya suaminya karena terlalu cemburu (Ghirah Syadidah).
Pembakaran dan pemusnahan yang tidak terlupakan dalam sejarah adalah kitab-kitab di Perpustakaan Baghdad, Perpustakaan Iskandariyah, pemusnahan Perpustakaan di Sarajevo, dan Naskah-Naskah kuno Maya, bahkan di pertengahan tahun ini ada pembakaran buku Harry Potter di Polandia oleh para pastor karena dianggap memuat ajaran sihir.
Pembakaran kitab oleh para istri tidak dapat dilihat dari satu sudut pandang saja mengapa sang istri sampai hati membakar karya suaminya? Tapi ada apa gerangan dengan suami sehingga istri mereka begitu amarahnya membakar kitab-kitab itu? Saya tidak akan mengulas ini, karena butuh waktu cukup lama untuk membaca asbab istri membakar karya suaminya.
Beberapa ulama yang kitabnya dibakar oleh sang istri adalah Imam Sibawaihi, Laist bin Mudhaffar, Al-Amir, Zubair bin Bakkar, Muhammad bin Syihab, Al-Adib Ibrahim Abdul Qadir, Ibrahim Al-Iyasyi, dan mungkin masih ada beberapa ulama lainnya.
Abu Bisyr Amr bin Usman al-Farisi, yang lebih dikenal dengan Sibawaihi, Seorang ulama yang sangat masyhur yang dikenal dengan Imam an-Nahwi Hujjah al-Arab, pemilik karya monumental “al-Kitab” ada yang menyebutnya dengan “Qur’an an-Nahwi”, yang berisi tentang Ilmu Nahwu yang dibuat rujukan para ulama dalam ilmu-ilmu nahwu, kitab empat jilid tersebut sebelumnya tidak memiliki nama, para ulama setelahnya yang memberi nama “al-Kitab”.
Selain kitab tersebut, Imam Sibawaihi memiliki banyak kitab yang ditulis siang malam, namun sayang kitab hasil jerih payahnya itu hangus dibakar oleh istrinya. Kitab yang sudah ditulis dengan rapi, dijilid, dengan memberikan bab-bab pada setiap halamannya, dan Sang Imam benar-benar mencurahkan siang malam untuk kitab tersebut, memantik api cemburu Wanita Basrah yang dinikahinya.
Ketika suatu hari Sibawaihi pergi ke pasar sang Istri melemparkan korek api ke tumpukan kitab-kitab itu, dan tak ayal lagi, kitab-kitab yang berisi pemikiran dan catatan yang diperoleh dari gurunya Al-Khalil bin Ahmad al-Farahidi hangus seketika.
Ketika Sang Imam pulang dari pasar, betapa ia sangat kaget, melihat kitabnya menjadi abu. Beliau jatuh pingsan. Setelah sadar dari pingsannya, beliau langsung menceraikan kekasih yang sangat mencintainya, sebagaimana diceritakan oleh Shaid dalam Kitab al-Fushuh.
Dalam Kitab “Kitab Ma’ani al-Hubb” diceritakan bahwa Sheikh Ibrahim al-Ayashi penulis sebuah buku tentang “Hujurat” alias kamar-kamar. Buku ini isinya tentang kamar yang dulu menjadi tempat tinggal Nabi Muhammad bersama para istri beliau. Syekh al-Ayashi ketika menulis buku Hujurat benar-benar tenggelam dalam lembaran-lembaran kertas dan diskusi-diskusi panjang, serta mentahqiqnya selama 20 tahun, tetapi beliau jarang sekali di rumahnya, kalau pun ada di rumah ia jarang tenggelam rindu dengan Istri dan lima anaknya. Dengan cemburu yang sangat dan untuk melemahkannya, dibakarlah buku “Al-Hujurat” itu oleh Istrinya, demikian kata Anis Manshur sahabat dari Ibrahim al-Asyashi.
Abu al-Mubassyir seorang ulama yang sangat disegani oleh banyak kalangan, baik dari kalangan para ulama, pemerintah dan masyarakat. Ia memiliki banyak karya monumental yang bertemakan ilmu Mantiq, dan beberapa yang terkait dengan ilmu Hikmah. Beliau juga sangat gemar memburu ilmu di berbagai tempat, dan memiliki perpustakaan yang berisikan kitab-kitab klasik, setiap hari ia berjibaku dengan berbagai kitab, bahkan tangannya tidak pernah terlihat tanpa kitab. Di mana pun ia berada, selalu terlihat mengkaji kitab, walau ia berada di atas kendaraannya. Kitab-kitab lah yang menjadi teman paling setia dalam kesehariannya. Beliau memiliki Istri yang terpandang dari kalangan pemerintahan dan juga pintar. Ketika al-Mubassyir wafat, sang Istri menaiki tumpukan kitab-kitab al-Mubassyir yang dalam hatinya teringat bagaimana al-Mubbassyir memperlakukan kitab-kitab itu melebihi dirinya, dan kemudian ia lemparkan ke kolam besar yang berada di samping rumahnya, dan kebanyakan kitab-kitab hasil karya al-Mubssyair itu tenggelam di ke dasar kolam dan rusak.
Kamus Al-‘Ain, naskah kamus pertama dalam Bahasa Arab, yang dirajut pertama kali oleh Khalil bin Ahmad al-Farahidi pernah dibakar oleh istri Al-Laits, sebagaimana yang diriwayatkan oleh Ibnu al-Mu’taz (861-909 H), dan kitab yang dibakar tersebut adalah karangan al-Khalil yang diserahkan kepada al-Laist di Khurasan. Sejak kitab itu diserahkan kepada al-Laist, Laist tenggelam dalam samudera Mu’jam al-Ain, ia mengkajinya, menyempurnakannya dan menyusunnya sedemikian rupa, dari keluarnya huruf paling dalam “Ain’ sampai huruf Mim (tempat keluarnya makharaj huruf terluar), karena itulah Istri Laist sangat cemburu luar biasa, dan membakar kitab tersebut. Namun dalam riwayat lain, berita dibakarnya Mu’jam al-‘Ain itu hanyalah berita palsu yang sengaja dihembuskan untuk menjatuhkan Khalil.
Penyusun kamus AL-‘Ain adalah Khalil, akan tetapi karya Khalil tersebut lenyap terbakar. Akhirnya, Al-Laits dan beberapa pakar bahasa berusaha menulis ulang kamus Al-’Ain. Pendapat ini hanya berasal dari satu orang, yaitu Ibnul Mu’taz (861-909 H). dalam sebuah riwayatnya, ia bercerita, bahwa konon Khalil pernah berkunjung ke rumah Al-Laits di Khurasan, lalu ia memberikan kamus Al-‘Ain kepada AL-Laits. Akan tetapi, suatu hari, istri Al-Laits membakar naskah kamus Al-‘Ain karena marah kepada Al-Laits, suaminya yang dikiranya selingkuh dengan mencintai pembantu perempuannya.
Maka, tidak sedikit ulama yang memilih tidak menikah (‘Azib) dengan berbagai alasan, yang mungkin di antara alasan tersebut karena sibuknya mereka dengan ilmu, atau sehingga siang malam berjibaku dengan kitab-kitab dan ta’lifat beliau, sepert Imam an-Nawawi, Ibn Taimiyah, Ibn Jarir at-Thabary, al-Zamakhsyari, Abu Ali al-Farisi, Abu al-Fattah al-Hambali, Abu Said as-Samman ar-Razi, Abul Barakat al-Anmathi al-Baghdadi dan beberapa ulama lainnya.
Karena rasa cemburu yang luar biasa dari para kekasih (istri) ulama, sampai-sampai mereka menganggap bahwa kitab karangan suaminya adalah penyakit dan bahaya yang luar biasa, yang lebih berbahaya dari tiga kemudharatan “Demi Allah kitab-kitab inilah yang banyak membuat mudharat dari tiga kemudharatan”, ini yang katakan oleh Istri Muhammad bin Syihab al-Zuhri dan Istri Zubair bin Bakkar, “Tidak ada yang lebih menyakitkan dari kitab-kitab ini” kata istri seorang sastrawan Ibrahim Abdul Qadir al-Mazini. (RM)