Sedang Membaca
Syaikhona Kholil dan Kisah ‘Lakohna Bumi’
Ahmad Hakim Jayli
Penulis Kolom

CEO TV9 Nusantara, Televisi Kaum Santri. Penikmat sastra, Pegiat media Nahdlatul Ulama dan Pesantren.

Syaikhona Kholil dan Kisah ‘Lakohna Bumi’

Kiai Kholil

Menghormati tamu sudah menjadi laku harian para kiai kita. Memuliakannya adalah bagian tradisi melekat dan menjadi keniscayaan, indikator kualitas iman seseorang pada Allah dan Hari Kiamat.

“Man Kana Yu’minu billahi wal yaumil akhir, falyukrim dlaifahu. Begitu pesan Rasulullah saw.

Ini kisah tentang penghormatan kepada tamu dari seorang ulama besar Syaikhona Kholil Bangkalan, penjuru utama ilmu para ulama di Nusantara. Kisah ini diceritakan sang cicit, Raden KH Fachrillah Aschal bin KH Abdullah Schal bin Nyai Romlah binti KH Imron bin Syaikhona Kholil Abdul Latief.

Ra Fachri, panggilan akrab Rois Syuriyah PCNU Bangkalan ini menceritakan leluhur mulianya itu dalam jagongan singkat nan gayeng jelang dimulai resepsi pernikahan putri pertamanya di pelataran PP Syaikhona Kholil, Demangan, Kota Bangalan yang diasuhnya.

Kala itu, Syaikhona Kholil membangun kediaman di sanding masjid pesantren. Beberapa tukang sibuk bekerja. Sebagian dari mereka nangkring di atas menegakkan dinding, bersiap memasang kuda-kuda atap.

Tampak seseorang hadir hendak bertamu, menghadap Syaikhona. Guru Hadratus Syekh Hasyim Asy’ary ini mempersilakan Ki Sanak.

Sebelum memulai pembicaraan, sang tamu menyampaikan kalau saat ini bukan waktu yang tepat untuk membangun rumah. Dia beralasan, melanggar sebuah prinsip yang dia sebut dalam istilah Madura: Lakohna Bumi atau Laku Bumi.

Baca juga:  Bahaya Membiarkan Postingan “Bias” di Internet

Syaikhona Kholil tersenyum dalam diamnya. Manggut-manggut.
“Pak Tukang, ayo turun semua, karena kata tamu saya ini bangun rumah hari ini tidak sesuai dengan Lakohna Bumi!”
Terdengar suara Syaikhona memecah keheningan. Para tukang pun turun menuruti dhawuh pribadi alim-allamah itu.

Selepas tamu pulang, Syaikhona Kholil mendekati lokasi bangunan rumah.
“Para tukang apa sudah pada pulang?” Terdemgar lantang suara Syaikhona dalam bahasa Madura tertangkap jelas di telinga para tukang. Mereka sepertinya sengaja mengambil posisi tersembunyi.
“Belum, Kiai,” jawab mereka nyaris serempak sambil menongolkan wujud.
“Ya sudah, ayo lanjutkan. Lakohna Bumi sudah pulang,” tukas Syaikhona. Seutas senyum tipis tergores di bibirnya. Dan para tukang pun menghentikan masa jedanya, kembali naik tangga.

Kami semua para tamu di pendapa ndalem petang itu tertawa lepas menyimak cerita Ra Fachri ini. Tentu saja Ra Fachri tertawa paling kepas.
“Begitulah Syaikhona, sangat menghormati dan menyenangkan hati tamunya.” Ra Fachri memberi garis bawah. Sebagaimana pula dia menghormat para tamu pejabat negara yang hadir siang hari tadi, mendahului jam resepsi. Penghormatan penuh, lengkap dengan ‘syariat’ protokol kesehatan ‘seperti pesan ibu’ di TV-TV itu.

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
0
Ingin Tahu
0
Senang
0
Terhibur
1
Terinspirasi
0
Terkejut
0
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top