Nasruddin Hoja tentu saja punya anak. Salah satunya yang paling diharapkannya menggantikannya adalah anak lelaki nomor dua. Ke mana Nasruddin pergi ia selalu membawa anak ini. Nasruddin mengkader betul anaknya ini.
Suatu hari Nasruddin terlihat berjalan kaki dengan anak lelakinya duduk di atas keledai mereka. Seseorang menyapa mereka, dan bilang ke anaknya, “Kenapa kau yang duduk di atas keledai, bukankah engkau harus menghormati orang tuamu dan berjalan kaki agar tubuh mudamu terlatih menjadi kuat?!”
Anak Nasruddin memandang ayahnya dan berkata, “Ayah, biarlah engkau yang duduk di atas keledai ini. Aku akan berjalan mengikutimu.”
Kedua anak-beranak ini meneruskan perjalanannya. Nasruddin menunggang keledai, anaknya mengikuti di belakang. Dan mereka bertemu seseorang yang lain, yang menyapa mereka dan berkata, “Mula, apakah Anda tak sayang anak? Kasihan ia berjalan seperti itu!”
Nasruddin memandang anaknya dan bilang, “Nak, naiklah lagi ke atas keledai ini bersama ayah!”
Mereka melanjutkan perjalanan dengan menaiki keledai secara bersama, dan bertemu orang yang lain lagi yang tak mereka kenal. Orang ini langsung saja menghardik, “Kalian tak punya belas kasihan kepada binatang, keledai kecil begitu kalian naiki berdua!”
Nasruddin berkata pada anaknya, “Iya Nak, kasihan Si Jampang, ia sudah tua dan kita naik bersama. Ayo, kita tuntun saja.”
Dalam perjalanan mereka bertemu serombongan orang yang tak mereka kenal. Memandang Nasruddin dan anaknya, mereka tertawa dan saling berbisik cukup keras, “Orang bodoh, punya keledai bukannya dinaiki malah dituntun begitu.”
Nasruddin bilang ke anaknya yang juga mendengar ocehan mereka, “Nak, harus bagaimana lagi kita?”
Mereka akhirnya memilih turun dan berdiam di pinggir jalan. Nasruddun mencoba memikirkan cara paling beradab satu sama lain beserta nasib keledainya. Tepat ketika itu serombongan pengantar jenazah lewat di depan mereka. Seorang wanita yang tampaknya istri si mayit tengah meratap sambil jalan di sisi keranda.
“Suamiku, kini kau akan pergi menuju sebuah rumah yang tanpa tempat tidur, tanpa tutup, tanpa makanan dan tanpa minuman…”
Mendengar ucapan itu, anak Nasruddin kontan berseru pada ayahnya:
“Ayah, Ayah! Demi Allah, mereka sedang mengantarkan jenazah itu ke rumah kita!”