Sedang Membaca
Drum Band: Musik Islam?
Hairus Salim HS
Penulis Kolom

Esais. Bekerja di Yayasan LKiS dan Gading Publishing, Jogjakarta.

Drum Band: Musik Islam?

  • Konon pada tahun 1960an, drum band mengalami pasang. Semua partai dan organisasi punya grup musik ini, tak terkecuali NU dan Muhammadiyah. Setiap karnaval musik ini ditampilkan sebagai bagian dari "show of force".

Kalau ada pertanyaan: apa salah satu bentuk dan ekspresi kesenian Islam? Kalau saya mungkin akan menjawab: drum band. Sudah tentu jawaban saya ini berdasar pengamatan praktik berkesenian di sekolah-sekolah atau komunitas-komunitas Islam di Yogyakarta. Jadi sekali lagi Yogyakarta ya.

Pada suatu ketika mau memasukkan anak ke sebuah TK, saya datang ke sekolah yang berada di bawah sebuah organisasi Islam. Si guru yang menyambut kami menceritakan dan membanggakan kalau di sekolahnya ini ada kesenian drum band. Jadi drum band. Bukan qasidahan ala padang pasir. Juga bukan gamelan. Jadi kesenian resminya adalah drum band.

Pada 15 hari kedua bulan Ramadan, Anda yang tinggal di Yogyakarta, pasti akan tahu bahwa anak-anak di lingkungan masjid mulai akan latihan drum band pada malam hari habis tarawih, bahkan tak jarang sampai sahur. Kadang instrumennya terbatas, tapi seringnya cukup lengkap.

Jika para pengkhotbah menyeru para orang tua untuk beramal ibadah di hari-hari terakhir Ramadan untuk berburu lailatul qadar, para anak muda lebih banyak menghabiskan waktu untuk kumpul-kumpul dan latihan drum band. Nantinya pada malam lebaran atau malam-malam sesudahnya, tergantung kesepakatan, drum band ini akan tampil dalam karnaval. Demikian setiap tahun.

Drum band pada dasarnya musik militer. Denys Lombard menyebut musik ini sebagai salah tiga dari jenis musik Barat yang memengaruhi musik di Indonesia. Dua lainnya adalah kroncong dan pop songs, musik dengan menggunakan instrumen gitar ala Beatles.

Pada abad 19, para raja Jawa tertarik pada seruling dan genderang pasukan Belanda. Mereka ingin mempunyai pemain musik yang mampu memainkan mars seperti itu. Pada abad 20, Sultan Yogya mendirikan sebuah bangsal kecil untuk para pengawalnya berlatih musik tersebut.

Baca juga:  Bangsa yang Lahir dari Cahaya

Hingga sekarang bangsal ini masih ada dengan hiasan kaca patri dan di dalamnya terdapat instrumen-instrumen musik Eropa ini. Sementara musik drum band ala keraton masih bisa diikuti jejaknya hingga sekarang seperti dalam beberapa upacara keraton. Berbagai nyanyian dan mars yang lahir pada masa revolusi seperti dari Cornel Simanjutak, WR SUpratman, dll diyakini terhubung dengan tradisi musik ini.

Musik ini, tambah Denys Lombard, memuncak pada masa Revolusi dan kemudian mengering setelah Revolusi berlalu. Hanya Angkatan Bersenjata yang mewarisinya dan karena itu pula pagelaran musik ini makin jarang.

Lombard keliru dan kecele. Ia cuma lihat buku saja sih. Musik ini, mbah Lombard, sekarang telah menjadi “musik Islam.” Tampil setidaknya dua kali lebaran: idul fitri dan Adha, dan juga para karnaval hari-hari besar Islam. Menjelang hari ‘H”, akan ada banyak latihan.

Konon pada tahun 1960an, musik ini mengalami pasang. Semua partai dan organisasi punya grup musik ini, tak terkecuali NU dan Muhammadiyah. Setiap karnaval musik ini ditampilkan sebagai bagian dari “show of force”. Semangat perlawanan dan permusuhan makin menanjak dengan dipompa oleh musik ini. Dan kita tahu ke ujung mana kemudian musik ini membawa kita. Tak aneh kalau ada banyak orang trauma dengan musik ini.

Baca juga:  Film Islam: Potret Anak-anak Penghafal Alquran dari Tiga Negara

Drum band, tak bisa dibantah, adalah musik yang meriah. Musik yang riuh dan ribut. Musik yang bising. Ia selalu menampilkan semangat, heroisme dan perlawanan. Berada dalam atmosfir dan suasana musik ini kita seperti diajak untuk mengepalkan tangan.

Apakah musik ini memang merepresentasikan suasana psikologis atau suasana psikologis yang senantiasa ‘melawan’ itu sengaja terus dipompa dengan musik tersebut? Entahlah. Yang jelas anak-anak kita, saya kira, sekali waktu juga butuh musik yang tenang, hening dan mengundang permenungan.

Oh ya, sekali lagi ini pengamatan di kota kami. Mungkin kota Anda, lain dan beda. Tapi klo gejalanya juga sama, ya berarti benar belaka bhw “drum band” mmg telah menjadi “musiknya kaum muslimin.”

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
0
Ingin Tahu
0
Senang
0
Terhibur
0
Terinspirasi
0
Terkejut
0
Lihat Komentar (1)

Komentari

Scroll To Top