Sedang Membaca
Lebaran di Balik Lirik: Ismail Marzuki dan Realitas Hidup dalam Keseharian Kita
Gifari Juniatama
Penulis Kolom

Gifari Juniatama adalah penulis lepas dan peneliti independen. Meminati kajian sosial, agama, dan budaya. Saat ini tinggal di Tangerang. Dapat dihubungi melalui akun instagram @gifarijuniatama atau akun facebook Gifari Juniatama.

Lebaran di Balik Lirik: Ismail Marzuki dan Realitas Hidup dalam Keseharian Kita

Lebaran di Balik Lirik: Ismail Marzuki dan Realitas Hidup dalam Keseharian Kita

Setiap momen lebaran datang, ucapan“minal ‘aidin wal faizin, mohon maaf lahir dan batin” selalu muncul dengan susunan kalimat yang selalu sama dari waktu ke waktu. Kapan persisnya rangkaian kalimat populer itu digunakan dan menjadi semacam syarat sah dalam berlebaran, mungkin tidak mudah untuk dipastikan. Namun susunan kalimat tersebut memiliki kemiripan dengan lirik lagu “Hari Lebaran” karya Ismail Marzuki.

Dalam lagu yang tidak pernah alpa pada setiap perayaan Idul Fitri ini, terdapat lirik yang berbunyi “minal aidin wal faizin, maafkan lahir dan batin.” Mungkin saja, kalimat ucapan lebaran yang digunakan oleh banyak orang di hari raya lebaran ini turut terpengaruh oleh lirik dari lagu ini. Karena dalam Seabad Ismail Marzuki Senandung Melintas Zaman (2014), disebutkan bahwa lagu “Hari Lebaran” mengalami puncak popularitas sampai dengan tahun 1960an saat dinyanyikan oleh Didi. Mungkin pula, lirik lagu ini menjadi penanda zaman dan wadah yang mendokumentasikan kebiasaan masyarakat dalam setiap hari lebaran yang sudah ada sebelum lagu tersebut diciptakan.

Menurut Ninok Leksono, penulis biografi Ismail Marzuki, tidak jelas betul kapan persisnya lagu yang diputar setiap tahun itu pertama kali dibuat. Belum adanya tradisi untuk secara rutin mencatat keterangan waktu produksi lagu dibuat, menjadikan kepastian waktu kelahiran lagu berirama riang itu sulit ditentukan.

Baca juga:  Ulama Banjar (99): KH. Adnani Iskandar

Bahkan dalam buku Ismail Marzuki, Hasil Karya dan Pengabdiannya (1983) yang disusun oleh Firdaus Burhan, lagu hari lebaran tidak masuk ke dalam daftar kumpulan karya Ismail Marzuki. Meskipun demikian, sebuah liputan yang ditulis oleh Tempo menyebut bahwa lagu yang identik dengan hari raya umat Islam ini pertama kali direkam pada tahun 1954 di studio RRI Jakarta.

Selain kelekatannya dengan kebiasaan ucapan hari lebaran sebagian masyarakat, hal menarik lain yang terdapat dari lagu Ismail Marzuki ini adalah penggambarannya terhadap realitas kehidupan banyak orang yang sepertinya belum banyak berubah sejak saat lagu tersebut dibuat. Lagu ini seperti menjadi rekaman tentang potret hidup orang-orang Indonesia, dalam baik dan buruknya. Bertutur jujur tentang situasi masyarakat yang baru saja mendapat kemerdekaan dan sedang beradaptasi dengan modernitas, sebuah masa transisi yang serba kacau namun gegap gempita.

Salah satu isu yang cukup menonjol dipotret dalam lagu ini adalah isu korupsi, dalam salah satu bagian lagu tersebut terdapat lirik “maafkan lahir dan batin, lan tahun hidup prihatin, kondangan boleh kurangin korupsi jangan kerjain.” Hal ini setidaknya menerangkan bahwa saat lagu ini dibuat, korupsi sudah menjadi masalah besar dan tengah menjadi sorotan publik. Penyakit sosial yang sampai saat ini belum benar-benar disembuhkan dari masyarakat, yang menjangkiti lapisan elite sampai dengan masyarakat biasa.

Baca juga:  Kang Jalal, Sang Kyai yang Sufistik

Jika waktu pembuatan lagu ini ada di periode 1950an, hal ini menjadi cukup menarik sebab banyak juga bermunculan karya sastra yang membahas isu korupsi dalam kurun waktu tersebut. Salah satunya adalah novel berjudul Korupsi karya Pramoedya Ananta Toer diterbitkan pertama kali pada tahun 1954. Ada juga novel Senja di Jakarta (1963) karya Mochtar Lubis yang mengisahkan praktik korupsi di tahun 1950an.

Bagian lain dari lirik lagu ini yang juga masih ditemukan relevansinya adalah kebiasaan berjudi masyarakat di sekitar hari lebaran. Terutama pada mereka yang hidup dalam budaya urban. “Cara orang kota berlebaran lain lagi, kesempatan ini dipakai untuk berjudi” bunyi salah satu bagian lirik lagu Hari Lebaran. Lirik tersebut mungkin memotret sebuah kebiasaan yang cukup menonjol pada masyarakat kota di tahun 1950an. Terdapat sebuah kebetulan menarik karena mulai periode itulah lahir kebijakan pemberian THR untuk pertama kali pada tahun 1951.

Pada awal kebijakan THR berlaku, tunjangan itu diberikan pada para pegawai negeri yang di zaman itu banyak tinggal di wilayah perkotaan. Saat mengantongi uang lebih di hari raya, banyak orang-orang urban justru membakar uangnya di perjudian dan menyebabkan keributan rumah tangga seperti tergambar dalam lagu lebaran. Hal yang sepertinya masih terjadi hingga saat ini, karena dalam sebuah siniar yang ditayangkan oleh Tempo, disebutkan bahwa terjadi peningkatan aktivitas judi daring pada momen lebaran.

Baca juga:  Ulama Banjar (79): KH. Birhasani

Isu korupsi, judi, dan kebiasaan mabuk di sekitar hari raya dalam lagu Hari Lebaran sudah tidak lagi terdengar kala lagu itu diputar pada tahun-tahun belakangan. Bisa jadi, ada pertimbangan kepatutan publik yang tidak pas, jika seluruh lagu itu diputar apa adanya. Saat ini yang lebih sering terdengar hanya ucapan lebaran, euforia hari raya, dan ucapan selamat bagi para pemimpin beserta harapan hidup makmur terjamin yang mengapung dalam mimpi.

Lirik lagu hari lebaran yang tampil tidak utuh seolah menggambarkan kehidupan masyarakat hari-hari ini yang juga demikian. Kebusukan ditutupi meskipun kuat tercium. Lebaran dan kehidupan sehari-hari hanya menjadi simulakra, membawa banyak orang pada ilusi bahwa hidup baik-baik saja meskipun setiap orang merasakan dari dekat ada masalah yang mengganjal.

Lagu hari lebaran seolah menjadi pigura yang mengawetkan kenyataan getir dalam masyarakat tapi dinyanyikan dalam nada riang. Seperti kehidupan banyak orang sampai saat ini, selalu terpaksa mencari celah kebahagiaan di tengah himpitan kesulitan hidup.

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
0
Ingin Tahu
0
Senang
0
Terhibur
0
Terinspirasi
0
Terkejut
0
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top