Perkembangan teknologi modern telah mengubah gaya hidup manusia saat ini. Perubahan itu dapat kita lihat, misalnya dari gaya hidup manusia modern yang lebih suka bermain handphone ketika berhubungan dengan orang lain. Bahkan handphone tidak akan dihentikan sebelum lawan bicaranya mengajaknya ngobrol.
Berbeda misalnya ketika kita melakukan perbandingan yaitu saat sebelum medsos belum mendominasi kehidupan kita. Hubungan satu orang dengan orang lain terasa sangat hangat dan gayeng. Itu karena tidak ada sesuatu yang mendistraksi. Tubuh dan pikiran kita berada di tempat itu juga.
Contoh di atas merupakan gambaran bahwa seiring berjalannya waktu kehidupan manusia mengalami perubahan. Perubahan sendiri merupakan sesuatu yang harus kita terima, bagaimanapun keadaannya. Dalam kitab ‘Idzdzotun Nasyiin dijelaskan bahwa setiap sesuatu di dunia ini mengalami perubahan.
Lalu jika kita membuat pertanyaan, perubahan seperti apa yang manusia inginkan? Apakah perubahan itu baik bagi kehidupan kita?. Secara teologis segala sesuatu memang berasal dari Tuhan. Namun, secara rasional manusia dapat mengusahakan sesuatu yang dikehendakinya—meskipun tidak mutlak harus berhasil. Maka, di sinilah kemudian pentingnya kita menggunakan rasionalitas dan ikhtiyar dalam melakukan sesuatu selain menggantungkan nasib kepada Allah dengan berdoa.
Sebenanrnya usaha manusia sendiri diperintahkan oleh Allah SWT dalam Al-Quran. Sebagai manusia yang memiliki akal dan kemampuan berpikir seharusnya manusia menciptakan perubahan ke arah yang lebih baik, bukan hanya kepada sesama manusia tapi juga kepada alam raya dan puncaknya kepada Tuhan. Hanya orang yang mengingkari ajaran-Nya yang tidak mau berpikir atau membuat perubahan ke arah yang lebih baik.
Jika kita ambil contoh pada perkembangan teknologi digital saat ini, beberapa tokoh pemikir Islam, temasuk dalam hal ini Sayyed Hossein Nars, mengatakan bahwa kemajuan teknologi digital belum memperhatikan sisi lain yang diakibatkannya. Dengan kata lain, kemajuan itu sendirilah yang menjadi barometer paling menonjol di kalangan mereka. Padahal ada banyak sekali sisi lain yang belum tersentuh, misalnya dampak negatif yang ditimbulkan dari teknologi digital ini termasuk merosotnya spiritualitas.
Sebagaimana disampaikan Sayyed Hossein Nasr dalam Islam, Sains, dan Muslim (IRCiSoD, 2022), bahwa teknologi merusak banyak sekali tatanan kehidupan manusia, bukan hanya pada yang makrokosmos atau lingkungan di sekitar kita, tapi juga mikrokosmos atau lingkungan dalam diri kita sendiri. Maksudnya adalah kesehatan dan kenyamanan batin kita.
Pada titik ini, kita dapat berpikir kembali, benarkah kemajuan ini yang diharapkan sebegitu canggihnya, sementara pada saat yang sama ia justru menghancurkan kesehatan batin kita (mental health). Jika begitu, bukankah kehidupan bergerak pada kehancuran, alih-alih menuju perkembangan yang lebih baik.
Sayyed Hossein Nasr kemudian juga menuliskan, jangan-jangan kita hanya menerima begitu saja perkembangan yang ditawarkan oleh negara-negara Barat, bahkan kita yang merasa bangga?. Sebuah fakta yang tampak di hadapan kita sekarang bahwa dunia Barat telah menjadi role model bagi banyak orang, termasuk orang muslim.
Penulis tidak berusaha membandingkan antara negara Barat dan negara Muslim. Karena kemajuan memang harus ditempuh oleh semua manusia, setidak-tidaknya sebagai bentuk pengakuan bahwa Tuhan telah menciptakan akal. Tetapi, seharusnya kita merenungkan kembali bagaimana kemajuan teknologi modern ini bukan hanya memenuhi kepuasan fisik saja, tapi juga sisi batin skita. Ditambah lagi jika dikaitkan dengan ekologi. Ada banyak sisi yang belum tersentuh oleh kemajuan modern yang sangat akut ini.
Kemajuan teknologi seharusnya didasarkan oleh berbagai sisi, baik dari sisi kemanusiaan, alam bahkan teologis, yang mana hal itu semua bermuara pada datangnya kemaslahatan. Dari sisi kemanusiaan itu meliputi fisik dan batin sehingga kehidupan dapat kita jalani dengan baik. Dari sisi alam atau lingkungan, kemajuan teknologi juga bisa menyentuh atau ikut menjaga bagaimana alam tetap terjaga. Bukan malah bergerak pada perusakan seperti yang terjadi belakangan ini. Kita juga tidak bisa abai dengan penyalahgunaan teknologi yang diakibatkan oleh sifat buruk manusia.
Sebagai orang muslim kita harus merenungkan kembali apa yang selama ini menjadi role model oleh kebanyakan orang—tidak terkecuali orang Muslim—yaitu apa yang sedang berkembang di Barat. Benarkah teknologi ini merupakan sebuah kemajuan? Jika iya, dari sisi apa kita dapat mengatakannya demikian? Apa saja sisi yang menjadi tolok ukur? Dan bukankah sesuatu yang berkaitan dengan kemanusiaan begitu kompleks?
Pertanyaan seperti itu perlu kita renungkan selain melihat dampak apa saja yang tengah dirasakan dan juga bagaimana menciptakan kemaslahatan bagi seluruh umat manusia. Agar kehidupan di dunia ini semakin berkembang menjadi lebih baik, bukan hanya dari sisi fisik saja tapi juga batin yaitu jiwa manusia.
Fenomena ini menurut saya adalah fenomena kemajuan yang belum saling melengkapi antara yang fisik dan yang batin, antara yang material dan transendental. Disadari atau tidak kemajuan digital telah membuat orang-orang merasa kehidupannya semakin hampa atau menciptakan penyakit mental yang begitu banyak variannya.
Dalam hal ini, sebagaimana yang dikatakan Sayyed Hossein Nasr sebagai “kemerosotan spritualitas”. Oleh karenanya, seharusnya sesuatu apapun dalam kehidupan harus saling melengkapi, saling memberi kemaslahatan bagi semuanya. Untuk merawat bumi dan merawat kehidupan umat manusia.