Syekh Burhanuddin atau yang lebih dikenal dengan sebutan Syekh Burhanuddin Ulakan, merupakan tokoh sufi yang hidup di abad ke-17 Masehi. Beliau dilahirkan di Ulakan (Pariaman), yakni sebuah kecamatan di kota Padang Pariaman. Beliau sewaktu kecil diberi nama Pono oleh kedua orang tuanya. Semasa kecil Syekh Burhanuddin Ulakan tidak begitu mengenal tentang ajaran-ajaran Islam.
Hal ini disebabkan karena dimasa itu kondisi sosial masyarakatnya belum mengenal ajaran-ajaran Islam, bahkan kedua orang tua Syekh Burhanuddin Ulakan pun masih memeluk agama Buddha, namun setelah Syekh Burhanuddin Ulakan dan kedua orang tuanya bertemu dengan salah seorang pedagang asal Gujarat yang pada saat itu sedang menyebarkan ajaran-ajaran Islam di Pekan Batang Bengkawas, Syekh Burhanuddin dan kedua orang tuanya pun lantas meninggalkan agama Buddha dan memeluk agama Islam.
Memasuki usia dewasa, Syekh Burhanuddin Ulakan mulai merantau dan belajar tentang agama Islam kepada Syekh Abdur Rauf as-Singkili, yakni seorang mufti dari kerajaan Aceh yang paling berpengaruh serta beliau ( SyekhAbdur Rauf as-Singkili) juga pernah belajar kepada Syekh Ahmad al-Qusyaisyi dari Madinah.
Syekh Burhanuddin Ulakan banyak belajar ilmu-ilmu keislaman maupun tarekat kepada Syekh Abdur Rauf as-Singkili sekitar selama sepuluh tahun. Ilmu-ilmu tersebut meliputi ilmu Bahasa Arab, tafsir, hadits fiqih, tauhid, akhlak, tasawuf, aqidah, syariat, dan segala masalah yang berkaitan dengan tarekat, hakikat, dan makrifat. Setelah menghabiskan waktu tiga puluh tahun dalam memperdalam ilmu agama Islam di Aceh, Syekh Burhanuddin Ulakan pun kembali ke tempat kelahirannya dan menyebarkan ajaran-ajaran Islam di Minangkabau.
Tepat pada tahun 1680 Syekh Burhanuddin Ulakan kembali ke desa Ulakan dan mendirikan surau di Tanjung Medan, yakni sebuah tempat yang berlokasi di kompleks seluas lima hektar. Ditempat inilah Syekh Burhanuddin mengajarkan ilmu-ilmu agama Islam dan mengembangkan tarekat Shatariyah. Selain terkenal sebagai seorang sufi, Syekh Burhanuddin Ulakan juga terkenal sebagai pelopor penyebaran Islam di daerah pedalaman kerajaan Pagaruyung.
Melalui surau inilah Syekh Burhanuddin Ulakan melakukan beberapa aktivitas keagamaan, seperti shalat lima waktu, belajar ilmu agama, musyawarah, berdakwah, dan termasuk berkesenian dengan mengajarkan ilmu bela diri. Surau yang beliau dirikan pun kemudian berkembang pesat dan menjadi semacam pondok pesantren, Syekh Burhanuddin mulai memperoleh penghormatan oleh masyarakat, sehingga ajaran-ajaran Islam yang ia bawa mudah diterima oleh masyarakat. Selain itu, para murid-murid dan santri-santri dari berbagai daerah mulai berdatangan.
Tidak hanya dari wilayah Minangkabau, santri-santrinya pun banyak yang dari Riau, Jambi, Malaka, dan daerah-daerah lainnya. Bahkan menurut Suyuthi (2019) bahwa ketika pendidikan permulaan Islam di Aceh berada pada zaman keemasannya dibawah kekuasaan Sultan Iskandar Muda, dengan mengambil tempat di dayah-dayah, maka di Minangkabau surau yang didirikan oleh Syekh Burhanuddin Ulakan lah yang menjadi pusat pendidikan Islam di zaman permulaan pendidikan Islam.
Surau yang didirikan oleh Syekh Burhanuddin Ulakan memang tidak terlihat dengan jelas kualifikasi dan karakteristiknya sebagaimana lengkapnya pendidikan Islam pada umumnya, seperti adanya metode, kitab yang dijadikan sumber pembelajaran, struktur, jenjang pendidikan, jangka waktu pendidikan, dan lain sebagainya. Namun, melihat kondisi sosial masyarakat Minangkabau yang pada saat itu belum banyak yang mengenal ajaran-ajaran Islam, maka surau memberi pengaruh besar dalam menyebarluaskan ajaran-ajaran Islam di Minangkabau.
Pengaruh besar tersebut dapat dilihat dari sisi bagaimana mayoritas masyarakat yang bisa dibilang jauh dari ajaran-ajaran agama Islam, kemudian menerima ajaran Islam dengan penuh penghargaan. Selain itu, surau yang didirikan Syekh Burhanuddin Ulakan juga berpengaruh besar menyatukan para pemuda dalam menangkal gerakan berbahaya, yakni misionaris kolonial.