Fathur Roziqin
Penulis Kolom

Penulis adalah mahasiswa prodi manajemen zakat dan wakaf dan Kader Intellectual Movement Community UIN KHAS Jember.

Membaca untuk Bersenang-senang

Save 20220205 131525

Apa penyebab anak Indonesia malas membaca buku? Saya kira jawabannya adalah pemahaman anak serta orang tua (mungkin juga guru, meskipun tidak semua guru dan orang tua beranggapan demikian) bahwa membaca buku identik dengan belajar. Fenomena pemahaman demikian mengakar dalam benak anak serta orang tua bahwa membaca buku ya berarti untuk belajar.

Padahal aktifitas membaca buku bisa menjadi sarana bermain dan bersenang-senang dengan daya imaji-kreatif sang anak menemukan cara belajar kreatif serta mandiri. Dengan kata lain, membaca buku bisa menjadi ritual menggembirakan anak, bukan untuk memberi ketakutan pada anak bahwa membaca harus belajar, melainkan sekiranya anak bergembira dengan buku-buku yang menyenangkan. Dengan cara demikian, anak akan menemukan “pintu masuk” mencintai membaca buku-buku—yang sebelumnya terkesan berat melahap buku-buku pelajaran tersebut.

Kita mungkin pernah menyaksikan orang tua yang melarang anaknya membaca buku-buku komik—genre buku seperti novel, puisi, kumpulan cerita pendek (kumcer), dongeng anak, dll—dan mengatakan bahwa aktifitas membaca buku semacam di atas tidak baik untuk dibaca; tidak meningkatkan pembelajaran sekolahnya; sebaiknya membaca buku LKS atau buku paket pelajaran sekolah saja. Jika cara didik orang tua demikian, maka kiranya sulit mengantarkan diri sang anak menemukan jatidiri dan bakatnya; anak akan kesulitan menjelajahi dunia kreatif yang bisa menumbuh-kembangkan minatnya sesuai dengan selaranya. Hal tersebut akan berimbas pada karakter diri sang anak.

Anak SD-SMP atau SMA sekali pun mungkin malas mendengar gurunya menyampaikan dalil agama perihal keharusan setiap insan memiliki karakter rendah hati, sabar, tulus, ikhlas, tekun dan kerja keras; jelas jika teori-teori tersebut dikemas dengan kesan kaku, maka tidak menarik perhatian anak melakukan tindakan konkret berbuat bijak, sebagaimana yang diperintahkan agama untuk memiliki karakter tersebut.

Baca juga:  Eksistensi Tradisi Slametan di Tengah Arus Budaya Popular

Maka, untuk mensiasati anak-anak Indonesia agar mencintai membaca buku dan mau bertingkah laku baik, ialah dengan memperkenalkan kepada anak buku-buku menarik dan memikat perhatian anak, sekiranya menemukan selera dunianya melakukan tindakan baik, yaitu membaca buku-buku yang menggembirakan sang anak, misalnya buku Gus Mus yang berjudul, Awas Manusia,  yang baru rilis Selasa, 10 Agustus 2021.

Meski buku ini tergolong kuno, terbit kali pertama 1970-an, namun buku gubahan Gus Mus ini, sangat sarat akan nilai-nilai kemanusiaan dan keagamaan dan, kini telah cetak ulang oleh penerbit alaala. Maka titik penting yang ingin saya katakan, bahwa pendidikan tidaklah melulu harus mengajarkan teori tentang sabar, ikhlas, tulus, rendah hati, yang terpaku pada teks kitab suci saja, tetapi bagaimana seharusnya substansi nilai-nilai qur’ani dapat diimplementasikan ke dalam kehidupan nyata, melalui perangkat lain yang mendukung kreatifitas sang anak.

Misalnya, memperkenalkan tentang sabar, ikhlas, tulus, rendah hati serta kerja keras, melalui membaca karya sastra novel atau pertunjukan pentas seni atau film yang dapat dilihat secara nyata. Hal tersebut jauh lebih mudah diterima oleh sang anak gambaran utuh tentang makna apa itu sabar, tulus, ikhlas, rendah hati serta kerja keras menghadapi ujian hidup.

Novel Lelaki Tua dan Laut karya Ernes Hemingway dapat menjadi alternatif bacaan menarik tentang hubungan seorang lelaki tua dan anak muda, yang memancing di perairan teluk Afrika selama 89 hari, yang tidak satu pun ikan dapat ia peroleh, mampu mengetuk mata hati pembelajaran hidup mengajarkan bagaimana seharusnya menghadapi hidup dan memperlakukan alam sewajarnya dan sebaiknya, dengan tidak merusak dan mengeksploitasi kekayaan laut.

Baca juga:  Islam di Banjar (4): Haul Guru Sekumpul dan Dinamika Ziarah Wali

Santiago, lelaki tua tokoh utama novel itu, menghadapi tantangan, rintangan  dan harapan hidup di tengah laut yang dapat saja menenggelamkan dirinya begitu saja—ketika badai laut menyerang keselamatannya—bagaimana ia menjalani visi hidup itu penuh keberanian serta tekat kuat bertemu maut. Serta bagaimana ia memperlakukan anak kecil itu—sahabat dekatnya memancing—dengan penuh kasih sayang dan kerendahan hati. Buku bermutu semacam ini akan dapat mengantarkan diri sang anak (juga barangkali pembaca dewasa) membentuk kepribadian yang sesungguhnya.

Selain karya sastra novel, film pula bisa menjadi media pembelajaran cukup efektif untuk memperkenalkan kepada sang anak bagaimana seharusnya manusia memperlakukan laut dengan tidak mengambil secara serakah. In the Heart Of The Sea, yang dibintangi aktor ternama, Chris Hemsworth, sebagai Owen Chase, film yang menampilkan keserakahan dalam memburu ikan paus besar dan ketidakbersahabatan manusia dengan alam, selama 90 hari di tengah laut.

Gambaran utuh manusia serakah dalam mengeksploitasi laut secara berlebihan adalah pelajaran penting mengenalkan kepada sang anak untuk mencintai laut, dengan tidak melakukannya secara membabi-buta. Paus albino raksasa menghamtam kapalnya dan tergulinglah awak kapak itu serta disitulah orang-orang rakus mendapat ganjaran setimbal terdampar di pulau ganas.

Kita bisa mengambil pelajaran penting dari Novel Lelaki Tua dan Laut bahwa menjalani hidup penuh ketidakpastian yang tak terduga dan harapan untuk bisa mendapat rezeki yang telah disediakan Tuhan untuk manusia, adalah novel yang menampilkan literatur hidup sesungguhnya; serta keharusan setiap manusia untuk merawat laut dan mencintainya, dengan tidak mengambil secara serakah, dari In the Heart Of The Sea.

Dengan demikian, nilai-nilai bacaan buku bermutu dan tontonan berkualitas, semisal buku-buku yang disebutkan di atas, akan menggembirakan sang anak, yang tidak menakutkan, tentu saja dan, tidak terpaku pada buku teks pelajaran yang kaku, serta membaca dengan kelapangan memilih bahan bacaan menarik yang dapat meningkatkan daya imajinasi serta kreatifitas sang anak, melalui karya sastra novel, film (misalnya), adalah cara efektif untuk menemukan siapa dirinya dan bagaimana membentuk kepribadian sang anak dalam menjalani hidup.

Baca juga:  Warisan Budaya: Dari Gerimpheng Aceh Hingga Ndambu Papua

Dan, alternatif pembelajaran yang diperoleh melalui perangkat novel, dongeng (semisal karya) Gus Mus, serta Film, menjadi hiburan sang anak sekaligus bersenang-senang dalam belajar menjalani hidup dengan santai, dengan membaca—dalam arti luas—untuk bersenang-senang. Saya berkeyakinan bahwa bahan bacaan berkualitas dan tontonan bermutu, dapat mengantarkan siapapun gemar membaca dalam arti seluas-luasnya, sebagaimana paparan di atas.

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
0
Ingin Tahu
0
Senang
0
Terhibur
0
Terinspirasi
0
Terkejut
0
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top