Sedang Membaca
Mirabeau dan Tan Malaka: Teruntuk Gus Im
Farid Adhikoro
Penulis Kolom

Alumni Universitas Brawijaya, Malang. Sekarang tinggal di Jakarta

Mirabeau dan Tan Malaka: Teruntuk Gus Im

Whatsapp Image 2020 08 06 At 10.19.19 Am

Petani, buruh, dan borjuis, di bawah pimpinan yang tersebut belakangan, kemudian menggabungkan diri menjadi satu dan menuntut perubahan-perubahan politik yang radikal. “Majelis Permusyawaratan Nasional” dan mewakili seluruh rakyat yang harus berbicara tentang keadaan nasional dan yang dapat dipandang sebagai hasil dari perjuangan politik yang ulet, kemudian dipanggil berkumpul. Akan tetapi bangsawan-bangsawan dan pendeta-pendeta yang merasa kekuasaan dan hak-hak istimewa terancam, menghasut raja agar membubarkan wakil-wakil yang datang berkumpul. Perkataan Mirabeau yang bersejarah yang bertindak tepat pada waktunya, ”jangan buyar, kecuali dengan kekuatan bayonet”, benar-benar membawa titik balik dalam sejarah Prancis dan sejarah dunia. Dari Majelis Permusyawaratan Nasional lahirlah kemerdekaan Prancis dan cita-cita republik. (Tan Malaka “Naar de ‘Republiek Indonesia” 1925)

Tahun 2005, aku berkesempatan mengunjungi rumah Gus Im (GI). Selain urusan mensuport pemulihan dari sakitnya, juga mendengarkan ia membacakan draft puisi-puisinya dan rencana pementasan puisi yang berkolaborasi dengan kelompok Indonesian Progressive Society (IPS) pimpinan almarhum Andy Julias dengan penata musiknya oleh Iwan Hasan dari Discus Band.

Saat di rumahnya, yang menarik perhatianku foto dirinya di jembatan Mirabeau. Foto yang “ditempel” di samping lemari menghadap ruang tamu berdampingan dengan foto canvas Jimi Hendrix memegang gitar listrik menghadap ke atas. “Excuse me while I kiss the sky,” katanya menirukan bait lagu Purple Hazenya Jimi Hendrix.

Baca juga:  Apa Pelajaran yang Bisa Kita Ambil dari Pertemanan Cak Nur dan Gus Dur? (Bagian 2)

Bagiku foto Mirabeau adalah tidak biasa, “provokatif”, dan menyimpan motif tertentu begitu juga penempatan fotonya yang menghadap kursi tamu. GI bercerita foto itu diambil pas ia berobat ke Paris.

Aku: “Itu posisinya kok menghadap ke kiri sambil nyalain rokok maksudnya apa gus?” GI terkekeh.

GI: “Di sisi kiri jembatan itu ada lapangan tenis tempatnya Mirabeau bersama kaum revolusioner menyusun konstitusi pemerintahan Prancis yang membelejeti absolutisme raja dan kaum bangsawan. Di sisi kanan itu tempatnya kerajaan dan bangsawan; saat Raja Louis XVI menyuruh tentara membubarkan acara itu, Mirabeau menghadangnya dan berkata “Tell those who send you that we are here by the will of the people and will leave only by the force of bayonets!” (Beri tahu mereka yang mengirim Anda bahwa kami ada di sini atas kehendak rakyat dan akan pergi hanya dengan kekuatan bayonet!)”

Aku takjub. Dengan keterbatasan memori akibat efek sakitnya GI masih mampu mengingat pelajaran sejarah Revolusi Perancis dengan detail. Ucapan Mirabeau itu pembuka Revolusi Perancis dua abad silam. Setiap murid sekolah dasar di Prancis mempelajari kata-kata terkenal ini. Ucapan Mirabeau terkenal dengan Tennis Court Oath (Sumpah Lapangan Tenis).

Ucapan Mirabeau dikutip oleh Tan Malaka dalam bukunya “Menuju Indonesia Merdeka” tahun 1925 saat jadi pelarian di Canton. Aku kira sejarah Revolusi Perancis dan buku Tan Malaka menjadi motif GI berfoto di Pont Mirabeau dengan posisi menghadap ke kiri karena sebelumya pada tahun 2000-an, GI dan beberapa teman menyempatkan diri bertahlil di makam Tan Malaka di Kediri, sebagai bentuk manifestasi bahwa Tan Malaka adalah muslim dan layak untuk mendapat doa oleh sesama muslim (dalam cerita Gus Dur, Tan Malaka memang teman Kiai Abdul Wahid Hasyim).

Baca juga:  Menebar Damai ala Rumah Moderasi Beragama UIN Walisongo: Menyabet Rekor MURI hingga Deklarasi Damai Bersama Eks Napi Teroris

Di sisi kiri Pont Mirabeau memang ada lapangan tennis Rolland Garros. Mungkin GI mengasosiasikan posisi lapangan Rolland Garros, lapangan tenis saat Mirabeau merencanakan Revolusi Perancis dengan posisi berdirinya dalam foto.

Posisi foto GI itu menunjukkan di mana dia memposisikan sikap politik dan keberpihakannya. Masih istikamah sejak mengenalnya pada tahun 1994.

Aku: “lah terus yang ngambil foto siapa gus? Ke Paris hanya berobat thok kan masih kurang? Yang penting itu pasca pengobatannya,” kataku menggodanya.

GI hanya nyengir ..

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
0
Ingin Tahu
0
Senang
0
Terhibur
1
Terinspirasi
0
Terkejut
1
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top