Sedang Membaca
Menua dengan Gembira dan Cerita-cerita Kehidupan Warga Pinggiran Jakarta
Firmanda Taufiq
Penulis Kolom

Mahasiswa S3 Kajian Timur Tengah Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Penulis, dan Pengamat Politik Timur Tengah.

Menua dengan Gembira dan Cerita-cerita Kehidupan Warga Pinggiran Jakarta

Buku Menua

Ketika kali pertama membaca buku kumpulan esai Menua dengan Gembira besutan Andina Dwifatma, saya langsung terkesima dengan beberapa tulisan yang ia tulis dalam buku ini. Di dalam buku ini ada 26 esai yang mengulas tentang berbagai cerita kehidupan warga pinggiran Jakarta. Tulisan-tulisan Andina di buku ini merupakan pengalaman pribadinya selama hidup dan berkembang sebagai warga pinggiran kota. Apalagi di tengah berbagai persoalan yang harus dihadapi oleh warga Jakarta dan sekitarnya. Ia mampu menarasikan dan menuliskan dengan baik atas apa yang dialaminya tersebut.

Pada bagian awal buku ini dibuka dengan cerita “Sebungkus Cireng di Status WhatsApp”. Cerita ini mengingatkan kita ketika pandemi Covid-19 tengah melanda dan bisnis daring, termasuk berjualan cireng, masker, minuman, makanan ataupun produk apapun yang bisa dijual menjadi ladang penghasilan. Selanjutnya, di esai kedua, “Indahnya Grup WhatsApp Keluarga”, Andina menarasikan bagaimana grup WhatsApp keluarga menjadi tempat berbagi motivasi, semangat untuk beribadah, dan berbagai informasi terkini. Hal ini juga sangat relate dengan kehidupan kita sehari-hari, di mana grup WhatsApp seringkali menjadi tempat untuk curhat dan menyebarkan informasi, baik hal tersebut valid atau tidak, sehingga, kita perlu memverifikasi kebenarannya.

Andina adalah salah satu penulis yang menyatu dengan tulisan-tulisannya. Hal ini dapat dibaca di setiap tulisan-tulisannya. Seperti halnya esai “Dilema Smartphone” yang membahas tentang smartphone yang seringkali membuat kita tidak terlepas olehnya. Bahkan, di setiap aktivitas kita selalu dihadapkan pada smartphone. Setiap saat kita memegang smartphone, baik untuk berkomunikasi, berselancar di media sosial, maupun menghabiskan berjam-jam waktu kita hanya untuk melototi smartphone. Lalu apakah dengan smartphone produktivitas kita meningkat atau justru sebaliknya? Ini yang mesti kita cari tahu jawabannya kepada diri kita.  Selain itu, Andina juga mengisahkan cerita “Hidup yang Saling Bersinggungan” yang menjadi bagian dari kehidupannya sebagai warga komplek di perumahan. Ia seringkali melihat dan mengamati berbagai persoalan tetanggannya, seperti halnya pencurian burung, menyewa asisten rumah tangga (ART) bagi keluarga baru ataupun mereka yang membutuhkan jasa mereka. Hal ini juga terjadi di sekitar kita, di mana fenomena ini juga terekam diantara masyarakat kita.

Baca juga:  Menyandingkan Perpustakaan dengan Pasar: Sebuah Refleksi Peringatan Hari Buku Nasional

Dari “Perkara Nama” Hingga “Yang Kalah Pindah Agama”

Esai menarik yang ditulis Andina yakni “Perkara Nama”, di dalam esai ini menceritakan fenomena maraknya nama-nama anak yang muncul dengan modifikasi sedemikian rupa, misalnya menambahkan huruf “h” atau “y” pada “s”, sehingga menghasilkan bunyi “sh” atau “sy” yang terdengar kenes, atau mengganti hurif “I” dengan “ee” (hal 21). Nama-nama seperti Shaqueena, Azkeeya, Shaqueel, dan nama-nama milenial lainnya telah menggantikan nama-nama dulu yang dianggap kuno. Selanjutnya, persoalan “Numpang Parkir” juga dinarasikan dengan apik oleh Andina dalam buku ini. Hal ini juga seringkali membuat kita jengkel atas parkir liar yang terjadi di sekitar rumah kita. Apalagi di masyarakat perkotaan, persoalan parkir bukan hanya permasalahan yang harus dicari solusinya, tetapi juga diatur dalam peraturan tersendiri.

Rupanya selain perkara di sekitarnya, Andina juga mengeksplorasi hal yang pernah dialaminya sehari-hari. Esai “Jalan Pintas Menuju Cinta” adalah hasil tulisan dari tontonannya atas Tinder Swindler, film dokumenter yang menceritakan tentang dunia kencan modern. Sayangnya seringkali terjadi berbagai persoalan yang dihadapi, seperti pelecehan seksual dan rentannya kesehatan seksual. Di bagian selanjutnya, esai “Ngopi di Sepanjang Jalan” juga menjadi tulisan yang berupaya memotret fenomena di perkotaan, yakni berjejernya warung-warung kopi baru di sepanjang jalan. Warung-warung kopi tersebut selain menawarkan kopi juga menjadi tempat nongkrong bagi anak-anak muda untuk berfoto dan mengunggahnya di media sosial.

Baca juga:  Belajar dari Orang-orang Pandir

Persoalan lainnya yang diramu dengan baik oleh Andina adalah “Yang Terjepit dan Terdesak”, di mana dalam esai ini mengisahkan cerita-cerita yang dialaminya ketika harus berhimpitan dan berdesakan di Mass Rapid Trans atau Moda Raya Terpadu (MRT) dan Kereta Rel Listrik (KRL). Pengalaman ketika naik moda transportasi tersebut menjadi ide dalam menuliskan esai ini. Esai-esai lain yang juga menarik misalnya esai “Kantor Berita Medsos”, “Negeri Opini”, “Dokter Amin”, “Doom Surfing” “Berlindung pada Buku-Buku Self-Help”, “Apakah Kita Masih Perlu Ngantor”, “WFH yang WTF”, hingga esai “Yang Kalah Pindah Agama” yang menggambarkan anak Andina, Nina, yang tengah bermain bersama teman-temannya dan mereka menggagas permainan yang kalah “diihukum” pindah agama. Tentu hal tersebut menjadi salah satu persoalan serius. Pasalnya, fakta bahwa anak-anak bisa mengaitkan antara “kekalahan” dengan suatu agama tertentu (hal 56).

Tentu, esai-esai lainnya, seperti “Nina Dapat Uang Dua” dan “Hobi Para Pensiunan” tak luput untuk dibaca sebagai pengalaman Andina ketika mudik ke Surakarta dan anaknya, Nina, mendapatkan angpau uang sebanyak dua lembar. Hal ini juga seringkali terjadi di masyarakat kita, anak-anak akan mendapatkan angpau ketika lebaran tiba dan mereka bersuka cita mendapatkannya.

Menua dengan Gembira

Esai berjudul “Menua dengan Gembira” yang menjadi judul buku ini menjadi salah satu tulisan yang dinarasikan oleh Andina dengan renyah. Pengalamannya berkunjung ke klinik kecantikan dan periksa kulitnya. Hingga akhirnya ia harus menjalani perawatan dan harus merogoh kocek yang cukup lumayan untuk membayar perawatan tersebut. Namun, ia juga menyadari bahwa industri skincare telah menjamur dan menjadi komoditas yang menguntungkan. Selanjutnya, esai “Memacari Dao Ming Si” juga mengingatkan kembali pada serial klasik Meteor Garden, di mana serial ini pernah ngehits pada zamannya. Rasanya kenangan masa lalu ketika anak muda di tahun 2000-an menyukai drama ini yang menjadi tontonan mereka.

Baca juga:  Ali bin Yusuf dan Peristiwa Pembakaran Ihya Ulumuddin

Tulisan-tulisan Andina, dari “Premeditiatio Malorum”, “The Problem That Has No Name: Sastra dan Identitas Keseharian Perempuan”, “Melongok Identitas Kaum Muda Lewat Layar Kaca”, “Film, Televisi, dan Lelucon Jorok”, hingga “Di Pasar Malam” juga menjadi esai-esai yang menjadi pelengkap dalam buku ini. Secara garis besar, esai-esai yang ditulis Andina adalah realita manusia sehari-hari dan dekat dengan kita. Persoalan remeh temeh, yang seringkali membuat kita berpikir, menjalani dan mengamatinya. Hingga akhirnya tersadar bahwa hidup diwarnai dengan berbagai cerita yang lekat dalam ingatan dan perjalanan manusia.

Buku ini juga syarat dengan basis riset yang kuat. Hal itu dapat dilihat dari beberapa esai yang diselipkan hasil riset dan menjadi kekuatan esai-esai Andina. Terakhir, buku ini adalah potret masyarakat pinggiran kota dengan segala ceritanya. Meski dihimpit persoalan kemacetan di jalanan, kebisingan, dan persoalan-persoalan lainnya. Akan tetapi, lewat esai-esai yang diramu dengan baik dalam buku ini. Andina saya rasa mampu menumpahkannya dalam esai-esai yang telah ditulisnya dengan bahasa santai, tetapi juga seringkali ditambahkan riset-riset yang menambah kuat tulisannya.

 

Judul Buku                  : Menua dengan Gembira

Penulis                          : Andina Dwifatma

Penerbit                       : Shira Media

Tahun                          : Maret 2023

Ukuran Buku             : 13 x 19 cm

Jumlah Halaman     : x + 142 halaman

ISBN                           : 978-602-7760-70-7

 

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
0
Ingin Tahu
0
Senang
0
Terhibur
0
Terinspirasi
0
Terkejut
0
Scroll To Top