Sedang Membaca
Ketika Ki Bagus Hadikusumo Mengalah Demi NKRI
Ferry Fitrianto
Penulis Kolom

Mahasiswa UIN Sunan Kalijaga Yogyakata Jurusan Sosiologi Agama. Hobi membaca dan menulis  

Ketika Ki Bagus Hadikusumo Mengalah Demi NKRI

E2ydxcpvgaiydu3

Ki Bagus Hadikusumo memiliki nama asli Raden Hidayat, dia lahir di Kauman Yogyakarta pada 24 November 1890 M. Ayahnya bernama Raden Haji Lurah Hasyim salah seorang ulama Keraton Kasultanan Yogyakarta sebagaimana Kiai Muhamad Nur atau Luran Nur dan Kiai Abu Bakar ayah dari KH. Ahmad Dahlan.

Ki Bagus Hadikusumo tumbuh dalam lingkungan Keraton yang bernuansa religi, sejak awal pendirian Kesultanan Yogyakarta oleh Hamangkubuwono I dengan dibantu oleh Kiai Nur Iman Mlangi yang menjadikan kampung Kauman sebagai basis agama didalamnya terdapat pesantren, masjid, dan ruang forum diskusi, hal ini dipersiapkan sebagai benteng utama Islam di dalam Keraton.

Ki Bagus Hadikusumo banyak menghabiskan masa kecilnya untuk menuntut ilmu terutama ilmu agama Islam, dia adalah orang yang haus ilmu sehingga melalang buana kemana-mana untuk menuntut ilmu.

Ki Bagus Hadikusumo belajar disiplin ilmu ke-Islaman seperti fikih, hadis, nahwu sharaf dan tasawuf dari ayahnya Kiai Lurah Hasyim selain itu dia juga belajar pada beberapa ulama Kauman. Selaian belajar ilmu agama

Ki Bagus Hadikusumo juga menimba ilmu di sekolah formal selema tiga tahun dia masuk sekolah Ongko Loro.

Merasa belum cukup menimba ilmu agama Ki Bagus Hadikusumo menimba ilmu kembali ke pesantren Wonokromo Yogyakarta. Dia belajar pada Mbah Kiai Imam dan Kiai Ibrahim di Pesantren ini dia mendalami kitab-kitab seperti Taqrib, Fath al-Mu’in, Fath al-Wahhab, Ahkamu al-Sulthaniyah, Bidayatul al-Hidayah dan Ihya Ulumuddin yang menjadi kitab populer di Pesantren-Pesantren di Indonesia.

Setelah merasa cukup menimba ilmu akhirnya Ki Bagus Hadikusumo memutuskan mengakhiri masa lanjangnya dengan menikahi putri Haji Suhud yaitu Siti Fatimah binti Haji Suhud

Baca juga:  Ulama Banjar (196) KH. Muhammad Bahrul Ilmi

Dari Siti Fatimah ini Ki Bagus Hadikusumo dikaruniai 6 orang anak namum usia pernikahan mereka tidak berlangung lama pasalnya Siti Fatimah kembali menghadap ke Sang Pencipta mendahului suaminya

Karena merasa kesepian setelah ditinggalkan istri pertamanya akhirnya Ki Bagus Hadikusumo memutuskan untuk meikah kembali, dia meminang seorang pengusaha di Yogyakarta yang bernama

Mursilah dari pernikahan yang ke dua ini dia dikaruniai 3 orang anak namun pernikahan yang ke dua ini juga berlangsung singkat pasalnya Mursilah meninggal dunia.

Kemudian Ki Bagus Hadikusumo menikah untuk yang ke tiga kalinya,dia menikah dengan perempuan yang bernama Siti Fatimah tapi bukan istri pertamanya hanya kebetulan saja namanya sama, dari pernikahanya dengan istri yang ke tiga Ki Bagus Hadikusumo dikaruniai 5 orang anak dan Siti Fatimah inilah perempuan yang mendampingi Ki Bagus Hadikusumo hingga akhir hayatnya.

Pemimpin Muhammadiyah

Dalam kiprah organisasi Ki Bagus Hadikusumo menerima dengan tangan terbuka organisasi Muhammadiyah yang di dirikan oleh KH. Ahmad Dahlan pada 12 November 1912 M.

Bukan tanpa alasan Ki Bagus Hadikusumo menerima organisasi Muhammadiyah sebagai lokomotif pergerakannya, dia merasa ada kesamaan ide misalnya seperti tidak suka dengan amaliah yang mengkultuskan tokoh tertentu mungkin jika Ki Bagus Hadikusumo masih hidup hari ini akan dicap sebagai fundamentalis agama karena saking ketaanya dia dalam urusan syari’at.

Bahkan dia berwasiat agar kelak jika dia meninggal nisan yang digunakan agar menggunakan bongkahan batu. Dia tidak ingin dipuji dan dikenal atas perjuangan hidupnya, begitu sederhana dan rendah hati Ki Bagus Hadikusumo.

Pengurus Muhammadiyah pada tahun 1937 mengadakan kongres ke-26 di Yogyakarta. Pada kongres ini kaum muda Muhammadiyah mengusulkan agar yang menjadi Pimpinan Muhammadiyah tidak hanya didominasi oleh kaum tua seperti Haji Suja’, Mukhtar, dan Hisyam. Kaum muda

Baca juga:  Mengenang Kiai Hasan Abdul Wafie: Sosok Macan Bahtsul Masail

Muhammadiyah mengajukan Ki Bagus Hadikusumo sebagai calon Pimpinan Muhammadiyah, namun dengan penuh rendah hati Ki Bagus Hadikusumo menolak tawaran tersebut sebab dia merasa masih ada yang lebih pantas dari dirinya.

Karena Ki Bagus Hadikusumo bersikukuh tidak mau menerima tawaran tersebut akhirnya kamu muda Muhammadiyah mengajukan Haji Hadjid sebagai kandidat calon Pimpinan Muhammadiyah, namun sebagaimana sahabatnya Ki Bagus Hadikusumo, Haji Hadjid juga menolak tawaran tersebut.

Pada akhirnya peserta musyawarah menunjuk KH. Mas Mansyur sebagai Pimpinan Muhammadiyah, awalnya KH. Mas Mansyur menolak tawaran terebut sebagaimana Ki Bagus Hadikusumo dan Haji Hadjid namun karena terus didesak oleh peserta akhirnya dia bersedia menjadi Pimpinan Muhammadiyah.

Pada masa kepemimpinan KH. Mas Mansyur Muhammadiyah mengalami kemajuan yang cukup pesat. Kemudian pada Kongres Muhammadiyah tahun 1942  Ki Bagus Hadikusumo dilantik menjadi ketua umum Muhammadiyah menggantikan KH. Mas Mansyur.

Mengalah Demi NKRI

Saat Indonesia menjelang detik-detik kemerdekaan para pendiri negara membentuk kepanetiaan yang dikenal dengan PPKI atau (Panetia Persiapan Kemerdekaan Indonesia) kepanetiaan ini awalnya bernama BPUPKI lalu pada tanggal 22 Juni 1945 PPKI resmi dibentuk.

Pada awalnya PPKI jilid pertama ini memiliki anggota sebanyak 27 orang didalamnya termasuk Ki Bagus Hadikusumo, Ki Hajar Dewantara, KH. Agus Salim, dan KH. Wahid Hasyim.

Namun kepanetiaan dirombak dan dikerucutkan menjadi 9 orang dari ke 9 orang ini nama Ki Bagus Hadikusumo tidak dimasukkan dalam kepanitiaan, 9 panitia tersebut di antaranya:

  1. Soekarno
  2. M. Hatta
  3. M.Yamin
  4. A. Subardjo
  5. A.A. Maramis
  6. Abdul Kadir Muzakir
  7. Wahid Hasyim
  8. Agus Salim
  9. Abikusno Tjokrosujoso
Baca juga:  Ulama Banjar (125): KH. Jamaluddin

Pada saat menjadi anggotaPPKI jilid pertama yang anggotanya masih 27 orang, Ki Bagus Hadikusumo ikut berperan dalam perumusan Undang-Undang Dasar 1945 yang mana perumusan UUD 1945 ini diketuai oleh Ir.Soekarno.

Ki Bagus Hadikusumo mengusulkan agar syariat Islam menjadi landasan hukum di Piagam Jakarta, dia merasa trauma dengan Belanda yang sedikit demi sedikit meruntuhkan hukum islam dan digantikan dengan hukum adat atau hukum Eropa.

Ketika Piagam Jakarta sudah mendapatkan persetujuan dari semua pihak namun ada yang mersa keberatan yaitu opsir Angkatan Laut Jepang dia keberatan dengan point pertama Piagam Jakarta yang bunyinya ‘’Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syari’at Islam bagi pemeluk-pemeluknya’’

Akhirnya opsir Angkatan Laut tersebut menemui Mohammad Hatta dan menyampaikan keberataannya tersebut dia merasa bahwa point pertama Piagam Jakarta mendiskirinasikan kelompok minoritas seperti dirinya.

Melihat keluhan tersebut akhirnya hati Mohammad Hatta menjadi luluh akhirnya dia memusyawarahkan kemabali pada tanggal 18 Agustus sehari setelah Indonesia merdeka, Bung Hatta memanggil empat orang tokoh yaitu KH.Wahid Hasyim, Ki Bagus Hadikusumo, Teuku Muhammad Hasan, dan Kasman Singodimedjo.

Dalam rapat ini Ki Bagus Hadikusumo tetap bersikeras agar syariat Islam membumi di Nusantara dia tidak ingin point pertama Piagam Jakarta dirubah, namun setelah dibujuk oleh Kasman Singodimedjo

Pada akhirnya hati Ki Bagus Hadikusumo menjadi luluh demi keutuhan NKRI dia rela mengesampingkan egonya. Maka isi Piagam Jakarta diganti menjadi ‘’Ketuhanan Yang Maha Esa’’.

Sumber:

Khalim, Samidi & Ulum, Amirul. Obor Ulama Yogyakarta: Kontribusi Ulama Yogyakarta untuk NKRI. Cv Global Press. Yogyakarta.2016.

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
0
Ingin Tahu
0
Senang
0
Terhibur
0
Terinspirasi
0
Terkejut
0
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top