Kumpulan hadis ini terinspirasi dari karya besar Syaikh ‘Abdul Halim Abu Shuqqah (1924-1995), Tahrir al-Mar’ah fi Asr al-Risalah (Pembebas Perempuan pada Masa Kenabian) mengenai penguatan hak-hak perempuan dalam Islam dari teladan Nabi Saw.
Hadis Kelima
عن أبي هُرَيْرَةَ رضى الله عنه قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم: «مَنْ لاَ يَرْحَمُ لاَ يُرْحَمُ». رواه البخاري.
Terjemahan:
Dari Abu Hurairah ra, berkata: Rasulullah Saw bersabda: “Barangsiapa yang tidak menyayangi, tidak akan disayangi”. (Sahih Bukhari).
Sumber Hadis:
Hadis ini diriwayatan Imam Bukhari dalam Sahihnya (no. Hadis: 6063 dan 6081), dan Imam Muslim dalam Sahihnya (no. Hadis: 2035), Abu Dawud dalam Sunannya (no. Hadis: 5220)), dan Imam Ahmad dalam Musnadnya (no. Hadis: 7242, 7409, 7764, 10824, dan 19551).
Penjelasan singkat:
“Siapa yang tidak menyayangi akan tidak disayangi”, demikian Nabi Saw mensabdakan. Ini anjuran untuk menumbuhkan kesadaran pada prinsip kasih sayang. Tepatnya penegasan mengenai sifat timbal balik dalam ajaran kasih sayang.
Dalam ungkapan positif, seseorang itu mesti menyayangi orang lain, jika ingin disayangi. Jika ia sendiri tidak mau menyayangi orang lain, maka ia tidak bisa berharap untuk disayang orang lain. Ini logika timbal balik mengenai kasih sayang.
Lebih dari itu, teks Hadis ini menegaskan bahwa kasih sayang adalah ajaran pokok dalam Islam mengenai relasi sosial dan kemanusiaan. Kerasulan Nabi Saw, sebagaimana ditegaskan Alquran, adalah untuk menghadirkan secara nyata kasih sayang kepada seluruh makhluk hidup dan alam semesta. Dalam bahasa Alquran, rahmatan lil alamin. Rahmat semesta alam. Seluruh manusia. Perempuan tidak dikecualikan untuk memperoleh segala kemaslahatan dan kasih sayang Islam.
Dus, dalam relasi keseharian, baik laki-laki maupun perempuan, berhak memperoleh kasih sayang. Pada saat yang sama, mereka berkewajiban menghadirkannya. Keduanya. Satu sama lain. Yang satu tidak lebih berhak memperoleh kasih sayang dari yang lain. Begitu pun seseorang tidaklah lebih berkewajiban menebar kasih sayang daripada yang lain. Sebagaimana ditegaskan ayat 21 surat ar-Rum, kasih sayang adalah salah satu prinsip relasi keluarga yang bersifat timbal balik antara suami dan istri. Yang satu dituntut untuk menyayangi sekaligus harus memperoleh kasih sayang dari yang lain.
Keinginan untuk memiliki kehidupan surgawi dalam rumah tangga hanya bisa terlaksana jika prinsip kasih sayang dalam sebuah keluarga diwujudkan secara timbal balik oleh seluruh anggotanya. Inilah bentuk rumah tangga yang biasa dikenal dalam ungkapan “rumahku surgaku.” (baytii jannatii), yang menentramkan semua anggota keluarga, menenangkan, menyenangkan, dan membahagiakan. Hal yang sama juga dalam kehidupan sosial yang lebih besar, tidak boleh ada satupun orang (terutama perempuan) yang dikucilkan dari segala manfaat publik yang dihadirkan masyarakat maupun negara.