Tanpa preseden apa-apa, di tengah-tengah pembicaraan, Kiai Abdurrahman Wahid atau bertanya: “Apa bahasa Arabnya cerdas, tegas, tapi sekaligus tinggi jangkung?”
Kami yang sedang duduk sambil kerja di LP3ES terkaget-kaget dan tak tahu harus menjawab apa. Setidak-tidaknyanya, ada dua alasan mengapa kami tak berdaya —bahkan untuk sekedar nyengir. Dan, saya perkirakan, Saleh Abdullah juga tak bisa berbuat apa-apa. Pertama, karena tak seorang pun di antara kami mahir berbahasa Arab. Kecuali, mungkin, sejumput kemampuan mengaji.
Kedua, andai katapun bisa berbahasa Arab, pertanyaan itu terlalu musykil untuk mencari padanan kata bahasa Arab “cerdas, tegas, tapi sekaligus kurus-jangkung”. Mulyadhi Kertanegara sekalipun, yang menulis disertasi di Chicago University dalam bahasa Arab, saya kira tak juga mampu menjawabnya.
Maka, suasana hening sekitar lima menit. Keheningan itu dipecahkan Kiai Abdurrahman Wahid dengan mengulang pertanyaannya. “Ada yg tahu?”
Hampir serentak, kami menggeleng kepala, tanda menyerah. Melihat itu, Kiai Abdurrahman Wahid menjawab sendiri pertanyaan musykilnya itu. Dan, sebagaimana kita lihat di bawah, memang hanya Kiai Abdurrahman Wahid sendiri yang mampu menjawab pertanyaannya.
“Arti bahasa Arab cerdas, tegas, tapi sekaligus kurus-jangkung itu adalah …” sang Gus Dur berhenti sejenak. Dan kami kian penasaran. Maka, saya memberanikan diri bertanya: ‘Apa itu Cak Dur?’
Dengan tenang, Kiai Abdurrahman Wahid menjawab: “Bahasa Arab cerdas, tegas, tapi sekaligus kurus-jangkung adalah Jaksa Agung Ali Said!”