Sedang Membaca
Siapa Perempuan di Balik Suksesnya Konferensi Internasional NU?
Fachrizal Afandi
Penulis Kolom

Fazhrizal Afandi adalah santri yang saat ini berkhidmat di PCI Nahdlatul Ulama Belanda sambil nyambi kuliah di Fakultas Hukum Universitas Leiden Belanda

Siapa Perempuan di Balik Suksesnya Konferensi Internasional NU?

Gelaran rangkaian Konferensi Cabang Istimewa (KONFERCAB) ketiga PCI NU Belanda memang telah usai beberapa saat lalu. Banyak kisah yang mungkin dapat dibagi kepada khalayak tentang bagaimana Pengurus PCI NU Belanda yang mayoritas mahasiswa melakukan kerja pro-bono di tengah kesibukan mereka yang berjibun di tengah tuntutan penyelesaian studi dari kampus mereka.

Setelah kemarin, Alif.ID  melansir video pengalaman para pengurus PCI NU Belanda yang berstatus sebagai mahasiswa PhD dalam membagi waktu mereka antara kuliah dan berkhidmat kepada organisasi, catatan singkat ini akan memaparkan salah satu sosok di balik panggung gelaran konferensi Internasional PCI NU Belanda di Universitas Nijmegen yang oleh banyak pihak disebut konferensi tentang Islam Nusantara terbesar yang pernah diadakan di Eropa.

Berbeda dengan Konferensi Internasional Islam Nusantara pertama di Vrije Universiteit Amsterdam 2017 lalu yang terbilang sukses meski dipersiapkan dalam waktu yang singkat dengan perencanaan yang mepet, konferensi PCI NU Belanda di Universitas Nijmegen  kali ini telah direncanakan dan dipersiapkan sejak dua tahun yang lalu.

Selepas pagelaran konferensi di Vrije Universiteit Amsterdam, banyak pihak di Belanda memang menyatakan ketertarikannya untuk bekerja sama dengan PCINU Belanda. Selain karena kerja keras panitia yang lain dan persiapan yang lebih matang, kontribusi sosok penting yang menjadi jembatan antara lembaga-lembaga di Belanda dengan PCI NU menjadikan konferensi kedua tahun ini mendulang respon yang lebih baik daripada konferensi sebelumnya. 

Baca juga:  NU, Pertobatan Global, dan Doa Wakil Presiden

Sosok penting itu adalah Khoirus Sa’diyah atau biasa dipanggil mbak Yoes Broersma. Perempuan kelahiran Sidoarjo ini memiliki peran besar selain sebagai Ketua Panitia Konferensi, juga mengurusi hal teknis  untuk memastikan gaung Konferensi ini lebih didengar public Belanda. Tangan dingin dan tipikalnya yang “structured” karena pengaruh tinggal lama di Eropa sangat membantu kepanitiaan dan kepengurusan PCI NU Belanda yang kebanyakan diisi oleh mahasiswa yang harus membagi waktunya antara kuliah, keluarga dan khidmat kepada organisasi. 

Selain itu, perempuan yang dalam kepengurusan sekarang diamanahi posisi sebagai Wakil Ketua PCINU Belanda ini dikenal memiliki jejaring yang cukup kuat baik di kalangan ummat Islam lintas bangsa di Belanda dan juga di kalangan aktivis lintas iman di Belanda.

Puluhan tahun tinggal di Belanda dan bersuamikan warga negara Belanda tidak membuat Mbak Yoes kehilangan jati dirinya sebagai seorang Nahdliyin yang sejak kecil terpapar tradisi pesantren di lingkungan tempat tinggalnya. Sering berpindah-pindah tempat tinggal di berbagai negara di Asia, Afrika dan Eropa karena tuntutan kerja suami yang bekerja sebagai konsultan Urban Water di perusahaan Multi-Nasional, membuat Mbak Yoes akrab dengan berbagai tradisi dan madzhab Islam yang diterapkan di berbagai negara. 

Sosok pengagum tasawuf yang sehari-hari bekerja di Museum Broenbeek Arnhem Belanda ini seolah menemukan jati dirinya kembali saat mendengar bahwa PCI NU Belanda dideklarasikan pada tahun 2015 lalu. Sejak saat itu perempuan ini aktif terlibat sebagai pengurus yang memberikan saran dan tenaganya membantu PCINU Belanda yang mayoritas diisi oleh mahasiswa yang sedang studi di Universitas di Belanda.

Baca juga:  Inggit Ganarsih, Perempuan di Samping Soekarno

Seperti pengurus PCI lainnya, kerja pro-bono dan bahkan mengeluarkan kocek pribadi untuk kepentingan NU rela dilakukan Mbak Yoes karena ingin mempromosikan ideologi Islam ala NU secara lebih luas di public Eropa.

Hasilnya PCI NU Belanda dalam rangkaian Konferensi Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama beberapa saat lalu mendapatkan sambutan yang lebih luas dari public di Eropa. Mulai dari sambutan hangat atas pameran bertema ”The Face of Islam in Indonesia” di aula Universitas Radboud, Nijmegen yang menampilkan variasi masjid di Nusantara, Konferensi Islam Nusantara dengan tema  Seeking the middle path (Al-wasaṭiyya): articulations of moderate Islam” yang tidak hanya dihadiri oleh Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin dan Katib Aam PBNU KH Yahya Cholil Staquf, namun juga disambut baik oleh Profesor Timoty Winter Dekan, Cambridge Muslim College, Inggris, Dr Carool Kersten, dosen di King’s College London dan juga perwakilan Mufti Darul Fatwa Australia yang juga hadir memberikan sambutan untuk penyelenggaraan konferensi kali ini.

Selain itu, salah satu partai politik Belanda berhaluan Islam, NIDA juga mengirimkan delegasinya khusus ke konferensi ini untuk belajar dan mengetahui lebih banyak tentang Islam Indonesia.

Bersama panitia yang lain, Mbak Yoes juga berperan dalam mengkontekstualisasi kerjasama PCI NU Belanda dengan NICMR (The Netherlands-Indonesia Consortium for Muslim-Christian Relations) dengan penyelenggaraan Interfaith Dialogue – Promoting ‘costly’ tolerance: challenges for states and religious communities di Sekolah Indonesia di Den Haag yang dihadiri oleh  KH Yahya Cholil Staquf, Katib Am PBNU/Anggota Wantimpres dan Prof. Syafiq Mughni, Utusan Khusus Presiden untuk Dialog dan Kerjasama Antaragama dan Peradaban (UKP-DKAAP). Kerja sama ini penting untuk terus dijaga karena untuk memerangi Islamofobia di Eropa, PCINU harus bekerja lebih keras memperkenalkan wajahnya yang lebih ramah dan toleran dengan membuka banyak dialog dan bahkan terlibat dalam isu-isu local di negara-negara Eropa

Baca juga:  Ngaji Tasawuf di Belanda: dari Sayid Utsman hingga Snouck Hurgronje

Mengingat pengalaman NU Belanda, masih dibutuhkan Mbak Yoes-Mbak Yoes lain yang dapat menerjemahkan konsep Islam Nusantara yang diusung NU agar lebih membumi di kalangan masyarakat Eropa. Belajar dari pengalaman ini, kolaborasi antara mahasiswa dan mukimin diaspora NU penting untuk dikembangkan dan diperhatikan lebih serius. Salah satunya adalah AD/ART NU yang belum mengakomodasi warga negara asing menjadi pengurus NU di luar negeri sudah saatnya untuk direvisi. Selain itu PBNU harus menempatkan orang yang tepat yang mengerti kinerja PCINU sebagai Ketua bidang luar negeri yang selama ini terbengkalai. (aa)

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
0
Ingin Tahu
0
Senang
0
Terhibur
0
Terinspirasi
0
Terkejut
0
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top