Sedang Membaca
Waktu dan Kekufuran Kita
Dani Ismantoko
Penulis Kolom

Guru dan tinggal di Panjangrejo, Pundong, Bantul.

Waktu dan Kekufuran Kita

Waktu dalam sejarah

Banyak dari kita akrab dengan firman Allah dalam Surat Ibrahim ayat tujuh yang terjemahannya seperti ini, “Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu memaklumkan, sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat-Ku) kepadamu, tetapi jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka pasti azab-Ku sangat berat”.

Namun, ada satu hal tak terbantahkan yang menunjukkan bahwa banyak dari kita sebenarnya tidak mengindahkan firman Allah tersebut. Kita terlampau tidak menghargai waktu. Yang artinya kita kufur atas nikmat berupa waktu yang telah dianugerahkan kepada kita.

Entah sejak kapan kebiasaan aneh ini dimulai. Sudah jamak di masyarakat kita, ketika sudah disepakati jam tertentu untuk memulai sebuah acara pasti acaranya molor. Paling cepat satu jam. Yang keterlaluan bahkan bisa sampai dua atau tiga jam.

Biasanya kebiasaan molor atau sengaja dimolorkan itu karena dua kemungkinan. Pertama, undangannya sengaja dibuat lebih awal tetapi waktu acara yang sebenarnya adalah satu jam setelah waktu yang tertera dalam undangan. Karena kalau tidak seperti itu orang-orang akan datang telat. Kedua, sejak awal disepakati pada jam tersebut, dan para peserta sudah berkomitmen untuk datang tepat waktu, tetapi pada kenyataannya tetap saja molor.

Entah di acara formal yang diadakan oleh dusun, desa, kecamatan, dinas pendidikan, kementerian agama atau acara non formal yang diadakan komunitas-komunitas tertentu pasti terjadi hal semacam itu. Saya berkali-kali membuktikan dengan menghadiri berbagai acara yang diselenggarakan oleh lembaga negara di tingkat kabupaten ataupun provinsi dan pasti acaranya molor. Padahal dalam pikiran saya, karena itu yang menyelenggarakan lembaga resmi negara pasti tepat waktu.

Baca juga:  Sejarah Waktu, dari Teknologi hingga Kitab Suci

Saya yang mewakili lembaga tempat saya bekerja merasa harus berangkat tepat waktu, sampai di lokasi sebelum acara dimulai, supaya tidak memalukan lembaga tempat saya bekerja. Namun, kenyataannya tidak sesuai dengan apa yang saya bayangkan.

Hal semacam itu, kendati dianggap sepele oleh banyak orang, tetap saja akan memberikan pengaruh negatif. Bagi yang berangkat lebih awal dan menunggu lama tentu saja secara psikologis akan menimbulkan semacam rasa kecewa, marah karena telah menunggu begitu lama. Akhirnya ketika ia mengikuti acara dirundung perasaan-perasaan yang sebenarnya tidak perlu seperti itu. Bagi yang berangkat dengan sengaja dimolorkan karena biasanya acaranya memang molor, di jalan pun akan dirundung perasaan tidak enak. Biasanya terburu-buru, yang tentu saja meningkatkan resiko buruk, seperti kecelakaan di jalan. Akhirnya ketika ia mengikuti acara, pikirannya difokuskan untuk menenagkan diri dari rasa terburu-buru yang tadi menghantuinya. Yang akhirnya membuat dia tidak fokus mengikuti acara.

Benarlah kata salah seorang kawan saya di grup WA, yang berprofesi sebagai kepala madrasah ketika ia mengikuti diklat kepala madrasah yang acaranya selalu molor satu jam. “Kalau seperti ini terus, sampai kiamat Indonesia tak akan pernah maju,” katanya di grup WA tersebut.

Sebagaimana karakter yang terbentuk dalam waktu begitu lama dan sulit diubah. Kebiasaan buruk terlampau tidak menghargai waktu ini seakan-akan sudah menjadi karakter kita bersama. Dan agaknya hampir mustahil untuk dibuah.

Baca juga:  Gus Baha: Orang yang Membaca Al-Qur’an Sampai Khatam itu Seperti Seorang Pedagang

Waktu adalah ciptaan Tuhan yang unik. Semacam sirkuit yang tidak kelihatan tetapi nyata dan bisa kita rasakan. Yang dengannya kita bisa tumbuh dan berkembang. Sebagaimana manusia yang semakin bertambah umur semakin bertumbuh tubuhnya dan berkembang hati dan pikirannya. Bisa juga membuat kita hancur. Banyak kebohongan-kebohongan yang disembunyikan, seiring berjalannya waktu terungkap. Dan kehancuran demi kehancuran segera menghampiri pelaku kebohongan tersebut.

Sebenarnya, bermain-main dengan waktu, atau terlampau menyepelakan waktu adalah blunder bagi seseorang. Sudah sejak lama, sampai sekarang dan entah sampai kapan blunder-blunder semacam itu begitu sering kita lakukan. Dan kita sudah merasakan akibat dari blunder-blunder itu. Anehnya, kita tak melakukan evaluasi. Kita malah menjadi semakin kebal terhadap akibat atas blunder yang kita lakukan. Akhirnya, kita ketagihan untuk terus melakukan blunder-blunder tersebut dengan begitu sering.

Saya curiga, jangan-jangan keterkungkungan kita dalam kebiasaan buruk selalu tak menghargai waktu tersebut adalah azab dari Allah, sebagaimana firman-Nya yang sudah saya kutip di paragraf pertama. Kita kufur karena terlampau tidak menghargai waktu, akhirnya kita mendapatkan azab yang berat. Tidak bisa keluar dari penjara kebiasaan buruk selalu tidak menghargai waktu.

Semoga kecurigaan saya salah.

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
0
Ingin Tahu
0
Senang
1
Terhibur
0
Terinspirasi
0
Terkejut
0
Scroll To Top