Campus Ministry Unika Soegijapranata Semarang Bekerjasama dengan Persaudaraan Lintas Agama (Pelita) dan Gusdurian Semarang menggelar Memule . Ritual memule merupakan tradisi agama Katolik.
Kali ini, Memule digelar untuk mengirim doa 7 hari wafatnya KH. Maimoen Zubair alias Mbah Moen .
Menurut Rm. CT. Wahyono Djati Nugroho, Pr, konon disigi dari sejarahnya, pada setiap tanggal 2 November diperingati arwah semua orang beriman. Tetapi tradisi itu berkembang, menjadi peristiwa untuk memperingati arwah para leluhur yang sudah meninggal.
Untuk peringatan arwah para leluhur ini sering dipakai istilah memule. Istilah memule itu sendiri sebenarnya mengandung tiga makna, yaitu: Pertama, memule mengandung arti mengenang (menghadirkan kembali) seseorang yang telah dipanggil Tuhan. Kedua, dalam memule kita di ajak untuk memberikan rasa hormat dan rasa cinta kepada leluhur yang almarhum. Ketiga, rasa hormat dan cinta itu sendiri diwujudnyatakan dengan berdoa.
Memule untuk tujuh hari peringatan wafatnya Mbah Moen yang dihadiri beberapa tokoh agama dan kepercayaan, antara lain Romo Aloysius Budi Purnomo, Pr (Pastor Kepala Campus Ministry Unika Soegijapranata Semarang), Luthfan Ardiansyah (Perhimpunan Pemuda Hindu Indonesia Kota Semarang), Mln. Syaeful A. Faruq (Mubaligh Jemaat Ahmadiyah Indonesia Kota Semarang), Js. Andi Tjiok (Majelis Tinggi Agama Khonghucu Indonesia Provinsi Jawa Tengah), Bambang Permadi (Penghayat Kepercayaan Trijaya) @boimnusantara dan Pdt. Sedyoko (Ketua Umum Persekutuan Gereja-gereja Kristen Kota Semarang) berjalan dengan penuh kekhidmatan.
Gelaran acara memule dibuka dengan tembang “Gugur Bunga” diikuti dengan penaburan bunga melati di sekitar foto Mbah Maimoen yang dipajang di atas altar.
Selanjutnya tokoh-tokoh lintas agama dan kepercayaan yang hadir secara bergantian melantunkan doa. Testimoni dari beberapa hadirin mengenai sosok Mbah Maimoen mengalir secara spontan. Para tokoh bersepakat untuk mengusulkan kepada Presiden Jokowi agar KH. Maimoen Zubair dianugerahi gelar Pahlawan Nasional atas jasa beliau bagi keutuhan NKRI.
Romo Budi inisiator dari Memule ini mengaku terinspirasi atas kegigihan Mbah Moen yang gencar dan lantang menyuarakan nasionalisme dan Pancasila. “Fokusnya adalah kharisma Mbah Moen sebagai pemimpin yang dengan gigih merawat dan mewartakan Pancasila dan NKRI harga mati dalam bingkai Bhinneka Tunggal Ika,” ungkap Pastor Kepala Campus Ministry Unika Sogijopranoto Semarang.
Bagi Mbah Moen, lanjutnya, NKRI tak berlawanan dengan keislaman. Keislaman dan Keindonesiaan adalah laksana sepasang tangan yang merajut dan merawat keberagaman dan kebersatuan.
“Semua diberi ruang setara sebagai warga bangsa. Mbah Moen tak pernah diskriminatif. Menerima dan merangkul siapa saja.Dengan itu, kita menghormati Mbah Moen dan bertekad melanjutkan spiritnya dalam menjaga, merawat dan mewartakan NKRI sebagai rumah kita bersama berdasakan Pancasila dan UUD 1945 dalam bingkai Bhinneka Tunggal Ika,” pungkas Romo Budi.