Bangunan kelenteng dan masjid yang berdampingan menjadi bukti toleransi kehidupan beragama di Indonesia. Sejak dulu begitu dan memang berjalan dengan baik. Mau bukti? Banyak, di berbagai daerah, dan ini di antaranya.
Bangunan Masjid Jami Muntok yang berdampingan dengan Kelenteng Kung Fuk Min itu berlokasi di Jl. Imam Bonjol No. 1 Kampung Tanjung, Kecamatan Muntok, Kabupaten Bangka Barat.
Masjid Jami dan Kelenteng Kung Fuk Min yang berdampingan ini merupakan peninggalan sejarah di Muntok. Dan, bangunan cagar budaya ini juga menjadi simbol kerukunan umat beragama dan kerukunan suku di Bangka. Kedua bangunan simbol multikultur ini lokasinya tak jauh dari pelabuhan lama Muntok.
Menurut sejarahnya masjid jami ini merupakan masjid pertama di Muntok, yang didirikan oleh Batin Muntok yang dibantu oleh masyarakat setempat. Tauke-tauke keturunan Cina kaya yang sebagian telah masuk Islam juga turut membantu pembangunan masjid. Mayor Chung A Thiam, mayor kedua yang diangkat oleh Pemerintah Belanda sebagai kepala masyarakat Tionghoa, pun ikut mendukung.
Masjid tertua di Muntok, Kabupaten Bangka Barat, ini dibangun pada tahun 1883 Masehi atau bertepatan dengan 19 Muharram 1300 H. Masjid ini didirikan pada masa Abang Muhammad Ali dengan gelar Temenggung Kartanegara II dan didirikan di atas lahan wakaf dari dari Tumenggung Arifin dan H. Muhammad Nur seluas 7.500 meter persegi.
Langgam arsitektur masjid jami Muntok ini khas, dipengaruhi oleh budaya Melayu yang kuat dipadu dengan bangunan bergaya kolonial. Masjid jami ini memiliki atap dua tingkat yang menyerupai atap tumpang seperti pada masjid-masjid kuno di Jawa. Bentuk tangga depan masjid juga khas arsitektur Jawa kuno, termasuk atap limas.
Adapun bangunan Kelenteng Kung Fuk Min, yang bangunannya tegak berdiri berjajar di samping masjid Jami Muntok, dibangun terlebih dahulu. Bangunan kelenteng ini didirikan pada tahun 1820 oleh orang-orang China dari suku Kuantang dan Fu Kien yang telah lama menetap di Muntok.
Kelenteng Kung Fuk Min ini merupakan kelenteng Cina pertama di Muntok pada masa kekuasaan Mayor A Thiam. Kompleks kelenteng terdiri dari tiga bangunan, dengan bangunan utama berada di tengah. Bangunan utama memiliki atap berbentuk pelana (saddleback-roof).
Bagian lain yang khas dari bangunan ini adalah gapura utama, pagar keliling, halaman, pagoda, dan arca singa. Kelenteng yang pernah direnovasi pada Februari 1977 ini selain menjadi tempat ibadah juga dimanfaatkan untuk objek wisata di kabupaten Bangka Barat.
Toleransi antar masyarakat di Muntok begitu kuat dalam kehidupan sehari-hari, hingga kini. Masjid yang berdampingan dengan kelenteng tidak semata-mata menjadi simbol, namun juga nilai dalam kehidupan bermasyarakat. Lambang kerukunan hidup antar masyarakat Melayu dan Cina di Bangka ini semoga tidak lekang oleh waktu. (SI)
*Artikel ini didukung oleh Direktorat Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik, Kementerian Komunikasi dan Informasi RI