Dalam menjemput bulan suci Ramadan masyarakat Lampung punya tradisi Belangiran, Belangigkhan atau disebut juga Pelangegkhan yang punya makna penyucian diri. Terminologi dan tradisi dalam menyongsong Ramadan ini berlangsung juga di berbagai daerah lainnya. Dalam masyarakat Jawa dikenal dengan Padusan. Di Sumatera Utara dikenal mandi Pangir alias Marpangir. Di Riau dan di ranah Minang dikenal dengan Balimau. Tetapi karena wabah pandemi Virus Corona (COVID-19), bisa jadi tradisi Belangiran dan sejenisnya tahun ini tak bisa digelar.
Tradisi Belangigkhan ini biasanya digelar di Kampung Olok Gading, Teluk Betung, Bandar Lampung . Tradisi ini sudah berlangsung turun temurun dan digelar rutin tiap tahun. Masyarakat salah satu kampung wisata di Bandar Lampung ini menggelar acara Belangigkhan di sungai Way Belau tetapi lebih dikenal dengan sebutan Kali Akar, Sumur Puteri, Telukbetung, Bandar Lampung.
Tradisi ini sebenarnya tidak hanya berupa mandi bersama untuk menyucikan diri, melainkan juga sebagai ajang silaturahmi antarwarga. Biasanya setelah mandi, ada doa dan cuak mengan alias makan bersama,
Setelah dilakukan ritual dan upacara masyarakat berebutan mencebur ke sungai yang telah ditaburi untuk mandi bersama dengan diiringi lantunan bubandung—syair yang berisi doa minta untuk keselamatan kepada Allah SWT.
Sedangkan warga yang hadir membasuh wajahnya dengan air yang telah dicampur dengan merang padi yang telah dibakar, jeruk nipis dan kembang setaman alias beraneka macam bunga. Ini merupakan simbol membersihkan pikiran dan hati untuk menghadapi bulan Ramadan agar puasanya lancar terlepas dari godaan.
Mantan Gubernur Lampung meminta agar instansi terkait khususnya Dinas Pariwisata dan Budaya ke depan bisa mengemas tradisi Belangighan ini jadi agenda pariwisata. “Tradisi ini bisa dijadikan salah satu atraksi budaya yang bisa untuk menarik wisatawan untuk berkunjung ke Lampung,” ujar Sjachroedin.
Ke depan diharapkan kegiatan seperti ini akan dilaksanakan terus menerus dan diharapkan lebih baik lagi. Agenda ini akan kita laksanakan tidak hanya menonjolkan adat budaya Lampung akan tetapi bisa dilaksanakan suku yang ada dilampung yang bernafaskan Islam.
Odien sapaan akrab Sjachroedin menambahkan, jika prosesi ini dilaksanakan maka dapat meminimalisir pengaruh dari barat. Jika dilaksanakan dengan baik maka akan membentengi iman jangan sampai pada siang hari berpuasa akan tetapi ketika malam hari tiba mabuk-mabukan.
Menurut tokoh adat Lampung Mawardi R Harirama tradisi unik belangighan ini kalau dikemas dalam format pawai budaya yang lebih tertata diharapkan ke depan dapat dijadikan salah satu atraksi wisata budaya yang menarik. Setiap suku yang ada telah melaksanakan prosesi adat seperti ini maka suku yang lain dapat melihat persamaan dan perbedaan dari budaya masing-masing suku.“Belangighan merupakan kegiatan tradisi asli budaya Lampung yang rutin dilakukan setiap menghadapi Ramadan Kita bisa saling belajar dan menghargai tradisi.” katanya.
Lebih lanjut, Mawardi membeberkan tentang filosofi belangighan, tetua-tetua adat Lampung dahulu mengkhususkan kegiatan ini untuk membersihkan diri lahir dan batin setiap memasuki bulan puasa. “Dan kegiatan budaya spiritual tersebut harus terus dilestarikan. Generasi muda saat ini harus mengetahui adat budaya Lampung. Tradisi budaya spiritual ini diharapkan jangan sampai punah tetapi tetap lestari.” ujarnya.
Mawardi menambahkan, dalam pawai budaya masing-masing suku berpartisipasi, masyarakat dapat melihat budaya masing-masing suku seperti dari Padang, Bugis, Jawa dan suku lainnya yang ada di Lampung nantinya pula jika dikemas lebih baik lagi jarak tempuh pawai budaya bisa dilaksanakan lebih jauh lagi dan bisa dijadikan daya tarik wisata.
Filosofi Penyucian Diri
Menurut tokoh adat Lampung yang juga anggota Komite Seni Tradisi Dewan Kesenian Lampung (DKL) Sutan Purnama pelangekhan atau belangighan secara harafiah berarti penyucian diri. “Asal katanya adalah Belangekh yang maknanya mandi untuk menyucikan diri.
Biasanya, tradisi ini berlangsung menjelang bulan Ramadan. Intinya agar umat muslim siap lahir batin dalam menjalankan ibadah di bulan puasa,’ ujar Sutan yang juga jadi pembawa Manjau Dibingi di RRI Bandar Lampung.
Acara aktivitas mandi bersama ini di Lampung biasanya dilaksanakan secara bersama-sama beberapa pekon (kampung) seperti di Olok Gading, Sukadanaham, Pengajaran, dan Kedamaian yang tujuannya ke lokasi-lokasi pemandian. Misalnya di sungai, laut, sumur yang terjaga kesucian airnya, dan untuk acara ini merambah kolam renang.
Selain secara massal, warga Lampung kerap melakukan Pelangekhan sendiri-sendiri tanpa menunggu bulan puasa. Ini karena banyak juga masyarakat menjalankan kebiasaan turun-menurun tersebut dengan tujuan membuang sial.
“Ada juga yang melakukan pelangegkhan supaya segera mendapat jodoh. Tapi inti filosofinya, tetap penyucian diri. Bahkan secara adat, setiap orang yang akan melakukan ritual ini bersama-sama menuju sumber air dengan memakai pakaian adat Lampung,” ujar Sutan Purnama. (RM)
Assalamualaikum. Saya tertarik untuk melakukan wawancara terkait dg tradisi belangiran ini untuk melengkapi sebuah penelitian yg tim saya buat.
Mohon izinya apakah diperbolehkan