Inilah kisah seorang waliyullah, kekasih Allah bernama Utbah al-Ghulam. Kisah ini saya peroleh dari Kitab Mukasyafatul Qulub Karya Imam al-Ghozali yang dibacakan Gus Muhammad Shofi Al Mubarok, ulama muda pengasuh Pesantren Sirojuth Tholibin, pesantren besar yang terletak di kampung nan jauh di sana.
Dahulunya, Utbah adalah seorang fasik (fasiq, sering berbuat dosa), suka bermaksiat, bahkan ia terkenal dengan perilakunya yang buruk dan suka meminum arak hingga tersungkur karena mabuk berat.
Dikisahkan suatu hari, ia tertarik untuk mengikuti majlis yang diasuh oleh Syekh Hasan al-Bishri, yang waktu sedang membacakan satu ayat Al-Qur’an:
ألم يأن للذين امنوا أن تخشع قلوبهم لذكر الله (الحديد : 16)
“Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk tunduk hati mereka mengingat Allah”(Al Hadid/57:16)
Syekh Hasan al-Bishri menjelasakan tafsir ayat itu dengan penjelasan yang baik dan menyentuh hati, orang-orang pun menangis mendengarnya. Lalu, berdirilah di antara mereka Utbah al-Ghulam yang kala itu masih seorang pemuda.
“Wahai Taqiyal Mukminin, akankah Allah menerima taubat orang yang jahat seperti diriku?” tanya Utbah al-Ghulam kepada Syekh Hasan al-Bishri.
“Ya, Allah akan menerima taubatmu dari perilaku jahat dan burukmu,” jawab Syekh Hasan al-Bishri.
Mendengar jawaban dari al-Bishri, seketika menjadi pucat wajahnya, bergetar giginya, ia berteriak keras lalu terjatuh pingsan.
Ketika ia sadarkan diri, Syekh Hasan Al Bishri mendekat padanya mengucapkan beberapa bait indah :
أيا شاب لرب العرش عاصي أتدري ما جزاء ذوي المعاصي
سعير للعصاة لها زفير وغيظ يوم يؤخذ بالنواصي
فإن تصبر على النيران فاعصه وإلا كن عن العصيان قاصي
فيم؟ وقد كسبت من الخطايا و وهنت النفس فاجتهد في الخلاص
“Wahai pemuda maksiat, demi Tuhan yang memiliki Arsy, mengertikah engkau balasannya orang yang berbuat maksiat?”
“‘Adalah neraka Syi’ir bagi mereka, ia memiliki suara api, menggelegar disaat ubun-ubun terpegang.”
“Kalau engkau menerima neraka-neraka itu, silahkan berbuat maksiat. Bila tidak, jauhilah kemaksiatan.”
“Semua kesalahan yang engkau kerjakan, artinya engkau sudah menggadaikan dirimu (di neraka), maka bersungguh-sungguhlah untuk melepaskan diri.”
Seketika itu Utbah al-Ghulam berteriak lebih lantang, ia pun langsung jatuh pingsan untuk kedua kalinya.
Ketika sadar, ia kembali bertanya kepada Syekh Hasan al-Bishri:
“Wahai Syekh, apakah benar Tuhan Yang Maha Penyayang menerima taubatnya orang hina seperti ku ini?”
“Tiada Dzat yang menerima taubat orang yang menyimpang kecuali Tuhan Yang Maha Memaafkan,” jawab Syekh Hasan al-Bishri.
Mendengar jawaban bijak Syekh Hasan al-Bishri, Utbah al Ghulam pun kemudian mengangkat kepalanya dan berdoa meminta tiga permintaan:
Pertama. “Tuhanku, jika Engkau menerima taubatku dan mengampuni dosa-dosaku, maka muliakan aku dengan mudah paham mengenai ilmu dan Al-Qur’an.”
Kedua. “Tuhanku, muliakan aku dengan suara yang merdu, sehingga yang mendengar bacaanku semakin lunak hatinya sekalipun ia memiliki hati sekeras batu.”
Ketiga. “Tuhanku, berikan rizki yang halal padaku dari jalan yang tidak aku duga-duga.”
Allah Ta’ala pun mengabulkan doanya, sehingga ia mudah paham dan hafal. Setiap orang langsung taubat jika mendengar bacaan Al-Qur’annya. Dan bahkan, setiap harinya ada semangkuk kuah kaldu dan dua potong roti, tanpa diketahui siapa yang menaruh di depan rumahnya.
Hal ini terus menerus terjadi sampai ia menghembuskan nafas terakhit. Inilah keadaan orang yang benar-benar kembali ke jalan Allah, karena Allah tidak akan menyia-nyiakan pahala orang yang baik perilakunya.