Berbicara soal perempuan, seakan berbicara tentang laut lepas tanpa batas, tak ada ujungnnya. Salah satu sosok makhluk tuhan ini banyak menjadi pembicaran oleh kalangan sufisme, tak terkecuali oleh Jalaluddin Rumi.
Dalam beberapa sya’ir-nya, Jalaluddin Rumi sering membuat simbolisme tentang perempuan. Menurutnya, perempuan melambangkan orang-orang kafir. Sedangkan laki-laki melambangkan orang-orang suci. Dalam arti, bahwa yang lebih lebih dikuasai akal adalah laki-laki dan yang lebih dikuasai nafsu adalah perempuan. Laki-laki lebih memerankan afinitas akal dan perempuan labih diwarnai oleh nafsu. Biarpun demikian, bukan berarti bahwa bagi akal laki-laki lebih dominan dibanding perempuan.
Jalaluddin Rumi sering menerapkan simbolisme ini dalam kaitan dengan Wilayah Amaliah dan pergulatan rohani; laki-laki adalah prajurit rohani, sementara perempuan adalah daya tarik duniawi. Laki-laki menduduki maqam tinggi, sementara perempuan diam di rumah dan menyibukkan diri dengan urusan duniawi.
Karena medan pergulatan rohani ibarat dunia para pahlawan seperti Rustum dan Sayyidina Ali, maka dalam konteks ini perempuan lebih berkonotasi negatif, karena kelekatannya dengan nafsu dan hal-hal duniawi. Berikut beberapa syair Rumi yang berkaitan dengan kedua simbolisme ini.
Laki-laki dan perempuan adalah akal dan nafsu; pengejawantahan kebaikan dan kejahatan.
Siang dan malam, dua tempat tinggal debu ini selalu berada dalam suasana perang dan permusuhan
Perempuan selalu berhasrat pada segala kebutuhan rumah tangga-makan-makanan, roti, gengsi, dan kedudukan.
Seperti seorang perempuan, nafsu kadang-kadang mengejewantahkan kesejahteraan dan kadang-kadang mencari kedudukan untuk mengobati kepedihannya.
Akal sungguh tidak mengetahui apapun tentang pikiran; ia hanya diliputi oleh hasyrat untuk bertemu Tuhan. (Matsnawi I 2618-22)
Perempuan adalah dia yang menempuh jalan menuju warna dan wewagian: dialah yang memerintahkan kejahatan mewujud ke dalam jasad manusia.
Kendati demikian, perempuan menurut Rumi juga memiliki peran positif; dia merefleksikan keindahan, kelembutan, dan kasih tuhan. Jika laki-laki merefleksikan sifat Qahr dan keaktifan akal universal, maka perempuan mengejawantahkan Lutf dan reseptifitas serta keindahan jiwa dalam kedamaian bersama tuhan; di dalam diri mereka, tuhan menyatakan diri secara jelas.
Kitab Matsnawi dan terutama Diwan banyak memuat syair-syair yang menyatakan bahwa perempuan adalah lambang keindahan dan kedamaian. Hal tersebut bisa difahami dari syair-syair rumi berikut.
Dia yang berwajah cantik menjadikan laki-laki sebagai budaknya-mungkinkah ia, sungguh mengkinkah, manakala ia mulai berberan sebagai budaknya!
Dia yang memiliki keangkuhan menyebabkan hatimu bergetar – apa yang akan terjadi padamu, sungguh apa, manakala dia datang dihadapanmu dengan cucuran air mata!
Rumi menjelaskan betapa perempuan memiliki daya tarik yang sangat kuat khususnya bagi kaum lelaki. Rumi menjabarkan keindahan seorang perempuan sampai-sampai mengibaratkan laki-laki sebagai budak karena tepikat olehnya.
Dalam salah satu syairnya juga, Jalaluddin Rumi mengatakan bahwa perempuan adalah manifestasi Tuhan yang sempurna.
Dia tajalli sempurna Tuhan, dia bukan hanya kekasih – juga bukan makhluk, dia seakan Dzat Sang pengasih.
Wanita adalah pancaran Tuhan, dia bukanlah kekasihmu. Dialah sang pencipta – kau dapat berkata bahwa dia tidak diciptakan. (Matsnawi I 2421-37)
Di sini Rumi mencoba menjelaskan bahwa perempuan bukanlah makhluk biasa, ia adalah menifestasi sempurna Tuhan yang maha sempurna. Maksud Rumi di sini bukan berarti perempuan adalah Tuhan. Namun perempuan merupakan sosok yang sangatlah pas dengan sifat jamaliyah yang dimiliki oleh Tuhan. Wallahua’lam.