Tuhan yang Maha Tinggi telah menciptakan malaikat dan memberinya akal. Dia menciptakan binatang buas dan memberinya nafsu. Dia menciptakan anak Adam dan memberinya akan dan nafsu.
Perkataan Sayyidina Ali ini dikutip oleh Maulana Rumi dalam Matsnawi-Nya. Menurutnya, Perkataan Sayyidina Ali ini menggambarkan tiga jenis Makhluk ciptaan Tuhan: Malaikat, Binatang, dan Manusia.
Makhluk jenis pertama adalah malaikat. Mereka hanya memfokuskan diri secara murni pada ibadah. Keta’atan, ibadah dan dzikir adalah sifat dan makan mereka. Mereka hidup dengan semua esensi itu. Mereka seumpama ikan yang hidup di dalam air, alas dan bantal mereka ya air itu. Malaikat diciptakan tanpa Nafsu, sehingga tak heran jika ibadah adalah esensi hidup mereka. Mereka tidak memiliki kuasa sedikitpun untuk tidak melakukan ibadah. Oleh karena itu, Jalaluddin Rumi mengatakan, “Ketika mereka menaati apa yang Allah perintahkan, maka hal itu tidak lagi disebut sebagai ketaatan.”. Mereka melakukan keta’atan bukan karena didasarkan pada pertimbangan keta’atan. Tapi hal itu dilakukan karena hanya itulah yang bisa mereka lakukan.
Jenis kedua adalah binatang. Dalam diri mereka hanya ada Nafsu belaka. Mereka tidak memiliki akal yang dapat mencegah mereka dari Hawa Nafsu. Mereka juga tidak dibebani tangguang jawab. Makhluk Allah yang satu ini bertolak belakang dengan Makhluk Allah yang bernama Malaikat di atas. Malaikat bebes dari Nafsu, Binatang justru hanya memiliki Nafsu.
Sementara Makhluk jenis Ketiga adalah Manusia lemah. Mereka memiliki akal dan juga hawa nafsu. Dalam bahasa persia, Jalaluddin Rumi mengatakan.
هي نيمش ماراست، ونيمش ما
Dia (Manusia) setengah ular, setengah ikan.
Ikan menarik dirinya ke lautan, sementara ular menarik dirinya ke daratan. Mereka selalu berada dalam pergulatan dan peperangan. Maksudnya adalah mereka setengah malaikat (memiliki akal), setengah binatang (memiliki nafsu): Setengah ikan, setengah ular. Sisi malaikat menarik mereka ke dalam ketaatan, sementara sisi binatang selalu menarik mereka ke dalam kemaksiatan. Inilah yang disebut manusi adalah kombinasi malaikat dan binatang menurut Jalaluddin Rumi.
Dalam kelanjutan perkataan Sayyidina Ali dikatakan :
Bagi dia yang akalnya lebih dominan daripada nafsunya, maka dia akan melebihi malaikat. Dan barang siapa yang nafsunya lebih dominan daripada akalnya, maka dia akan lebih rendah daripada binatang buas. (Matsnawi IV)
Dari kelanjutan perkataan Sayyidina Ali ini, kata Rumi, juga menggambarkan tiga corak manusia. Pertama, Manusia Malaikat. Kedua, Manusia biasa. Ketiga Manusia Binatang.
Corak pertama adalah mereka yang lebih memilih mengikuti akalnya ketimbang hawa nafsunya sehingga mereka mencapai tingkatan malaikat dan Cahaya murini. Mereka adalah para Nabi dan Wali. Corak yang kedua adalah mereka yang masih berada dalam bergulatan nafsu dan akal. Mereka adalah orang-orang awam, antara beriman dan tidak. Mereka adalah orang-orang mukmin yang ditunggu oleh para wali untuk kembali ke tempat asal mereka, yakni surga. Di temapat lain, mereka ditunggu oleh setan yang akan menyeret mereka ke tempat yang paling rendah, yakni neraka.
Sementara corak yang ketiga adalah mereka yang lebih memilih untuk memenangkan hawa nafsunya ketimbang akal, sehingga mereka benar-benar seperti binatang. Mereka adalah orang kafir atau pengikut setan.
Dalam kesempatan yang lain Rumi mengatakan bahwa Allah menyusun manusia dari dua pertikel: Kemanusiaan dan Kehewanan. Kemanusiaan, makanannya dalah ilmu, kebijaksanaan dan penglihatan Tuhan. Sementara Kehewanan, makanannya adalah nafsu dan keinginan-keinginan. Kehewanan manusia melarikan diri dari Tuhan, sementara kemanusiaannya melarikan diri dari dunia (kembali pada tuhan). Oleh karena itu, kata Rumi. Tak heran jika ada manusia yang beriman dan manusia yang kafir.