Restoran itu bernama Bale Raos. Lokasinya tidak jauh dari tempat wisata keraton. Hanya sekira 500 meter saja. Tepatnya di Jalan Magangan Kulon 1, Keraton Jogjakarta. Restoran itu milik GKR Pembayun, putri sulung Sultan Hamengku Buwono X.
Bale Raos termasuk restoran istimewa karena menyajikan pelbagai menu kegemaran raja-raja Jogjakarta. Menu-menu yang ditawarkan di antaranya: Bebek Suwar-suwir, Prawan Kenes, Manuk Nom, Soup Timlo, dan Roti Jok, serta banyak lainnya.
Tak hanya menunya, suasananya juga istimewa. Bangunannya bercorak joglo. Interiornya bergaya klasik. Hiburannya berupa kesenian tradisional Jawa seperti gamelan, tari-tarian gaya Jogja, dan atraksi seni lain khas keraton.
Selain Bale Raos, ada Gadri Resto yang juga menyajikan menu-menu khas keraton. Restoran ini milik BRAy Nuraida Joyokusumo, istri dari GBPH Joyokusumo—adik kandung Sri Sultan Hamengku Buwono X. Gadri Resto berlokasi di sebelah barat keraton. Tepatnya di Jalan Rotowijayan 5, Keraton Jogjakarta.
Menu-menu yang disajikan di Gadri Resto jugas khas Keraton Jogja seperti Nasi Blawong, Gurame Lombok Ketok, Manuk Nom, Urip-urip Gurame, Prawan Kenes, Beer Jawa, dan banyak lagi.
Selain menunya, suasana Gadri Resto juga tak kalah istimewa. Bersuasanakan keraton. Bangunannya berarsitektur Jawa. Dilengkapi museum yang menyimpan banyak benda pusaka dan cacatan sejarah tentang keluarga sultan.
Hidangan yang Merakyat
Harus diakui bahwa sebagai (salah satu) episentrum budaya, keraton (Jogjakarta) banyak menyumbangkan kekayaan budaya, tak terkecuali seni boga (kuliner). Seni boga ala keraton ini perlu terus digali. Agar bisa dikembangkan dan diabadikan sebagai khazanah pusaka bangsa.
Salah satu buku yang—boleh dibilang—cukup otoritatif dan bisa dijadikan referensi seni boga warisan Keraton Jogjakarta adalah sebuah buku berjudul Warisan Kuliner Keraton Yogyakarta. Buku karya BRAy Nuraida Joyokusumo ini diterbitkan oleh Gramedia Pustaka Utama, 2008.
Kehadiran buku ini menjadikan pelbagai menu khas keraton dapat diakses dan di-recook oleh masyarakat. Karena menu hidangan favorit para sultan Keraton Jogjakarta ternyata tak selalu berupa hidangan mewah. Sebaliknya, acapkali justru nampak sangat merakyat.
Seperti yang dinyatakan penulisnya, biarpun resep-resep hidangan (di buku) ini diperuntukkan bagi sultan Keraton Yogyakarta, ternyata kombinasi bahan dan cita rasanya sangat membumi, hingga bisa disajikan di masa sekarang sebagai menu sehari-hari keluarga atau menu khusus di saat istimewa.
Faktanya memang demikian. Sebutlah hidangan Sayur Bobor Bayam yang sangat khas dan populer bagi warga Jogjakarta. Dalam buku Ngelencer ke Yogyakarta, Resep Khas dan Unik dari Keraton, Pasar Beringharjo, dan Sekitarnya (2017), Chef Vindex Tengker menyebutkan bahwa hidangan berkuah santan bernama Sayur Bobor itu adalah kegemaran Sri Sultan Hamengku Buwono VII. Sayur itu biasa dikonsumsi bersama Gembrot dan Sapitan Lidah.
Tidak hanya Sri Sultan Hamengku Buwono VII, Sri Sultan Hamengku Buwono IX juga gemar dengan Sayur Bobor Bayam. Murdijati Garjito dan Amaliah dalam buku Menu Istimewa Keraton Kesultanan Yogyakarta, Masakan Favorit Para Bangsawan (2008) menyebutkan bahwa Sri Sultan Hamengku Buwono IX gemar sekali memasak aneka jenis masakan yang menjadi kegemarannya, lalu disantap bersama keluarga.
Diceritakan, pada tahun 1956-1962, saat beliau masih menjabat Kepala Daerah Istimewa Yogyakarta, setiap Sabtu siang sekira pukul 13.00 dan Minggu sore sekira pukul 18.00, beliau selalu bepergian bersama keluarga ke Pesanggrahan Ngeksigondo di Kaliurang untuk memasak. Beliau memasak sendiri menu pilihan kesebelas putra-putrinya. Salah satunya adalah Sayur Bobor Komplit, yaitu sayur bobor yang dilengkapi dengan Gembrot dan Sambal Jenggot.
Sebagaimana pula yang dinyatakan BRAy Nuraida Joyokusumo dalam Warisan Kuliner Keraton Yogyakarta, sekalipun sederhana, kelengkapan penyajiannya memang sedikit berbeda dari yang di luar keraton. Pelengkap yang “wajib ada” saat sang raja minta disajikan Sayur Bobor adalah Bacem Tahu, Tempe, dan Kepala Ayam, serta tak boleh terlupa Sambal Jenggot yang terbuat dari parutan kelapa.
Menu-menu hidangan lainnya dari keraton yang tak kalah merakyat antara lain: Gudeg, Bakmi Jawa, Orak-arik, Sayur Kothok Terong, Garang Asem, Mangut Lele, Sayur Lodeh, dan Jangan Menir. Yang disebut terakhir adalah hidangan yang juga sangat merakyat. Dalam bahasa Jawa, “jangan” berarti sayur. Jangan Menir terbuat dari bayam dan jagung muda. Biasa disajikan bersama Bacem Tempe, Tahu, dan Kepala Ayam sebagaimana Sayur Bobor.
Yang Unik dan yang Berfilosofi
Selain hidangan yang merakyat, khazanah seni boga Keraton Jogjakarta juga diwarnai menu-menu khas dan unik. Seperti Dendeng Suwir, Tanggar, dan Semur Piyik (favorit Sri Sultan Hamengku Buwono VII); Dendeng Age, Sate Telur, dan Gangsiran (favorit Sri Sultan Hamengku Buwono VIII); serta Dendeng Ragi, Bistik Edan, dan Urip-urip Lele (favorit Sri Sultan Hamengku Buwono IX).
Menu-menu lainnya ada yang mengandung nilai filosofis Jawa yang tinggi dan (hanya) hadir dalam acara tertentu. Antara lain Nasi Golong dan Nasi Blawong.
Nasi Golong atau “sekul golong” adalah hidangan yang terdiri dari nasi, Jangan Menir, Pecel Ayam, telur, dan Trancam. Disebut Nasi Golong karena nasinya dibentuk bulat dalam penyajiannya. Bentuk bulat (golong) memuat makna kebulatan tekad bila menginginkan sesuatu atau agar rezeki yang datang bergolong-golong atau bergulung-gulung (melimpah ruah).
Jangan Menir atau yang biasa juga disebut Jangan Bening mengandung makna kebersihan hati dan pikiran dalam menjalani hidup. Sedangkan Pecel Ayam dan Trancam mengandung makna bersatunya jiwa manusia dengan alam.
Menurut Chef Vindex Tengker, dalam tradisi Jawa, Nasi Golong biasa disajikan pada waktu diadakan hajatan besar, atau sajian pembuka sebelum memulai hajatan besar.
Adapun Nasi Blawong adalah sajian khas keraton yang memiliki makna mencapai keselamatan. Nasi Blawong terdiri dari nasi dengan rasa gurih dan aroma rempah yang kuat, Baceman Ayam, Lombok Kethok, Telur Pindang, dan Rempeyek Teri.
Nasi Blawong biasa disajikan pada acara spesial keraton yang sifatnya sakral. Yaitu, hidangan ini hanya bisa dijumpai pada upacara ulang tahun Sultan dan tanggal Sultan bertahta. Sejak dari Sultan pertama hingga Sultan yang sekarang bertahta.
Hanya saja, pada perkembangannya, Nasi Blawong mulai diperkenalkan kepada khalayak. Namun, meski sudah diperkenalkan kepada masyarakat, Nasi Blawong tetap disajikan dalam jumlah yang sangat terbatas. Resep otentiknya pun masih dijaga kerahasiaannya. Tujuannya, tak lain untuk menjaga eksklusifitasnya sebagai hidangan khusus para raja.