Sedang Membaca
Senad, Kisah Perjalanan Haji Jalan Kaki
Binhad Nurrohmat
Penulis Kolom

Penyair, tinggal di Pesantren Darul Ulum, Jombang Jawa Timur

Senad, Kisah Perjalanan Haji Jalan Kaki

Senad Hadzic berjalan kaki 5.700 kilometer dari kota Banovici di Bosnia-Herzegovina menuju ke Makkah di Saudi Arabia. Senad melintasi negara Serbia, Bulgaria, Turki, Suriah dan Yordania. Senad berjalan kaki sehari-semalam rata-rata 30-70 kilometer melewati hutan, jalan sepi, hujan, badai salju dan terik gurun 50 derajat celsius. Juga menembus daerah yang berkecamuk perang. Perjalanan Senad selama 8,5 bulan itu meludeskan 12 pasang sepatu serta 500-an pasang kaos kaki.

Senad bukan manusia abad sebelum era kapal uap dan terusan Suez. Senad berjalan kaki dari rumahnya menuju ke Ka’bah untuk berhaji pada masa travel biro haji bisa melayani dan memanjakan calon haji dengan fasilitas transportasi yang nyaman dan mewah. Senad memulai perjalanannya pada Desember 2011 hingga Agustus 2012.

Senad sering bermimpi merasa “diperintah Allah” untuk pergi ke Makkah melalui Suriah. Dia sering mengelus-elus foto Ka’bah saking inginnya mewujudkan mimpi serupa yang ia alami delapan kali. Dia kerap membayangkan dirinya berpakaian ihram putih-putih. Sang istri, Aqueena, dan anak-anaknya iba kepada Senad. Gaji minim Senad sebagai asisten dosen hanya cukup memenuhi kebutuhan sehari-hari keluarga, pas-pasan dan sering berutang.

Setelah dua tahun bermimpi “diperintah Allah” untuk berhaji dengan berjalan kaki, Senad, 47 tahun ketika itu, memantapkan diri. Kesedihan merundung keluarganya. Warga kota Banovici mendengar kabar Senad akan ke Makkah dengan berjalan kaki. Mereka kagum kepada Senad dan sebagian menuduhnya gila.

Senad berangkat pada malam hari di musim dingin pada akhir tahun 2011. Jaket dan celana parasut membalut tubuhnya. Sepasang kakinya terbungkus kaos kaki dan sepatu kets. Perjalanan ribuan kilometer akan ia mulai. Ransel gunung 20 kilogram rapat di punggungnya berisi peta, bekal air, pakaian dan Alquran.

Purnama menggantung di atas wilayah Bosnia. Senad berjalan menembus bekunya malam yang sepi menuju ke kota Memci. Seekor anjing liar tiba-tiba bersiap menyerang Senad. Anjing itu mendengus dan bersorot mata tajam. Senad tercekat. Anjing itu pergi setelah Senad membaca surat al-Ikhlas.

Baca juga:  Terbius Arsitektur Masjid Atiq Isfahan

Di Memci yang gersang, Senad menyaksikan rombongan jemaah muslim dipimpin seorang imam berada di bukit untuk berdoa meminta hujan. Sang imam bertanya adakah di antara mereka yang istiqamah sunah qabliah ashar dan sunah maghrib. Seorang buta huruf yang disepelekan oleh mereka ternyata angkat tangan. Hanya dia. Sang imam meminta mereka mengarahkan tapak tangan ke tanah, kecuali si buta huruf itu. Sang imam meminta si buta huruf mengarahkan tapak tangannya ke langit dan berdoa. Dan turunlah hujan.

Senad akan segera tiba di perbatasan antara Bosnia dan Serbia. Di pos penjagaan, polisi Serbia memeriksa paspor dan dokumen Senad. “Jangan persulit administrasinya. Dia bisa saja mati di perjalanan,” perintah kepala polisi penjagaan kepada anak buahnya. Senad tersenyum kepada para polisi bersenjata itu.

Kabar perjalanan kaki Senad ke Makkah santer terdengar hingga di luar Bosnia. Di bagian dari kota Sandzak ada orang terharu dan memeluk Senad. Orang itu telah mendengar tentang Senad dan berdoa bisa dipertemukan dengan Senad yang berjalan kaki ke Makkah. “Alhamdulillah. Allah mengabulkan doaku,” ujar orang itu.

Seorang Nasrani pemilik restoran di daerah Rasina di Serbia tahu Senad akan melintasi kotanya. Orang itu menjamu Senad kambing panggang di restorannya. Lalu Senad melanjutkan perjalanannya. Anjing-anjing besar mendadak mendatanginya. Hewan-hewan di Serbia itu ternyata hanya melangkah di kanan-kirinya seperti para pengawal setia hingga tiga puluhan kilometer. Senad memberikan sebagian bekal coklatnya ke satwa-satwa itu.

Di negeri berikutnya, Bulgaria, Senad kembali berjumpa anjing di jalanan bersalju. Di desa Slivnista, seekor anjing mengejar Senad dan mengiringi perjalananannya.

Baca juga:  Cadar di Pesantren NU

Anjing yang melangkah di sisi kirinya itu tiba-tiba terpental ditabrak mobil yang kencang melaju. Binatang itu rebah dan kesakitan. Senad menungguinya. Anjing itu bangkit lagi dan terpincang-pincang menemani perjalanan Senad hingga dua puluhan kilometer. Di negara ini Senad menginap di sebuah losmen di sebuah daerah yang banyak warganya mengoloknya. Setelah meninggalkan daerah itu, Saned mendengar daerah itu tenggelam oleh banjir hingga mobil-mobil terapung.

Seseorang di Turki menanti kedatangan Senad. Orang itu baru kembali dari Mekkah dan mendengar ada pejalan kaki menuju ke Allah akan melintasi negaranya. Kepada Senad, orang itu menceritakan secara rinci rangkaian manasik haji serta kondisi Medinah dan Makkah, termasuk rupa arsitektural dan ornamen Masjidil Haram dan Masjid Nabawi. Padahal orang Turki itu buta dan menemui Senad dengan diantarkan oleh anaknya. Dan ada orang Turki lain tergopoh menemui Senad dan mengaku bertemu Senad dalam mimpi.

Perjalanan Senad tiba di jembatan Bosporus yang menghubungkan Eropa dan Asia. Suriah sudah di depan mata. Namun dilarang berjalan kaki melintasi jembatan 1,5 kilometer itu. Negosiasi buntu. Senad menolak saran petugas agar ia naik kendaraan umum. Senad berkemah dekat jembatan itu selama seminggu dan tekun dia berdoa.

Akhirnya petugas jembatan itu mengizinkan Senad. Ada yang menyarankan kepada Senad ke Makkah melalui Irak karena Suriah dilanda perang. Senad bersujud dan kemudian melangkahkan kaki ke arah Suriah.

Di Alepo, petugas menginterogasi Senad dan menggeledah isi ranselnya. Senad mengatakan dia akan ke Makkah. Petugas meraih Alquran dari ransel Senad dan mencium mushaf itu, ia minta maaf kepada Senad dan memeluknya. Petugas itu berdoa Senad tak tewas saat melintasi Suriah.

Tak mudah memasuki Suriah dan lebih tak mudah lagi keluar dari negeri ini. Senad akhirnya tiba di Yordania, negara tetangga Suriah. Senad menyusuri tepi Laut Hitam — namun air laut ini berwarna biru. Senad dikejutkan oleh kedatangan seorang penunggang onta.

Baca juga:  Bincang Santai Bersama Budayawan M. Irfan Afifi

Onta putih bersih itu tetap menggeletak meski penunggangnya telah turun. Senad mendekati onta itu, mengelus dan memeluknya. “Menjauh dari ontaku!” bentak orang Arab pemilik onta. Orang Arab itu mengatakan kepada Saned bahwa gigitan onta sangat keras, bisa melumat telapak tangan orang. Orang Arab itu kemudian tertawa dan memeluk Senad setelah mendengar pengakuan Senad yang mendekati onta itu dengan mengucapkan basmalah.

Mekkah sudah di depan mata.

Senad mengalami problem visa haji di perbatasan Saudi Arabia. Sepanjang Ramadan di gurun bersuhu 50 derajat celsius Senad menunggu kabar pengurusan visa haji yang katanya sudah dikirimkan via faksimili ke Riyadh.

Senad sahur dan berbuka hanya mengonsumsi remah-remah coklat dan air putih. Hingga Lebaran tiba, visa haji Senad belum beres. Kedubes Bosnia di Saudi pun tak membantu Senad.

Setelah menghuni kemah di gurun perbatasan Saudi Arabia selama 76 hari, Kedubes Saudi belum juga mengirimkan visa haji ke Senad. Dia sakit. Tubuhnya merana. Udara gurun menderanya. Lalu datang petugas dan minta maaf kepada Saned atas keterlambatan aplikasi visa hajinya. Petugas berkabar bahwa visa haji Saned sudah beres dan diizinkan memasuki Saudi Arabia, diperbolehkan memasuki Makkah.

Senad gembira.

Senad segera menelpon keluarganya di Bosnia. Mereka girang setelah berbulan-bulan dilanda kecemasan. Saned yang lemah tubuhnya, terhuyung, keluar dari kemahnya. Orang-orang miskin dia temui. Senad merogoh semua uang di sakunya. Ia gembira. Ia berikan semua itu ke mereka. Tanpa sisa.

(Dinukil-ringkaskan dari buku “Senad Hadzic Naik Haji Jalan Kaki 5700 Km dari Bosnia”, Mujahidin Nur, 2013)

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
0
Ingin Tahu
0
Senang
0
Terhibur
0
Terinspirasi
1
Terkejut
1
Scroll To Top