Sedang Membaca
Rekaman: dari Waldjinah sampai Iklan Sony
Bandung Mawardi
Penulis Kolom

Esais. Pegiat literasi di Kuncen Bilik Literasi, Karanganyar, Jawa Tengah

Rekaman: dari Waldjinah sampai Iklan Sony

Rekam, Jakarta Jakarta, 26 Februari 4 Maret 1994 (1)

Pada abad XXI, hidup itu album rekaman. Oh, kalimat buruk dari orang tak pernah khatam puluhan buku bertema fotografi, film, dan pergawaian. Kini, segala di perekaman: manusia, benda, suasana, peristiwa, dan lain-lain. Rekaman untuk dilihat sekian detik atau menit di waktu-waktu berbeda. Konon, rekaman itu biografi atau nostalgia. Pertambahan rekaman semakin dipentingkan bila tak ingin kehilangan “dulu”. Ah, kesibukan membuat kita di permainan komedi dan tragedi.

Lupakan alinea dipenuhi kengawuran! Kalimat-kalimat di situ tak pernah jelas dan berhikmah. Alinea sengaja dibiarkan tetap ada meski harus lekas “ditampar” agar pulih ke tatanan hidup mutakhir. Oh, kita berpikiran lagi rekaman! Dulu, rekaman menggunakan kata dan gambar. Rekaman dengan durasi lama dalam pengerjaan. Pada suatu masa, rekaman itu foto. Keajaiban “mewabah” di dunia. Foto! Keajaiban-keajaiban terus dimunculkan dengan pembuatan-pembuatan teknologi-rekaman. Umat manusia mulai melihat film. Sekian orang mengira itu “mukjizat”. Film!

Masa demi masa berlalu, ikhtiar membuat rekaman tak pernah selesai. Pada abad XXI, rekaman itu berlimpahan. Rekaman-rekaman disajikan di media sosial, disimpan di komputer, atau terlalu sering dipandangi di benda tergenggam. Rekaman mengalami pengeditan sesuai kemauan atau selera. Rekaman dalam olahan ulang ingin menjadi sempurna. Rekaman agak “berbohong” tapi mengarah ke kepuasan. Rekaman mengalami pelipatgandaan dan sebaran, berharap tak gampang menghilang.

Baca juga:  Kiai Ndukun: Ilmu Hikmah dan Sisi Ruang Batin Manusia

Tinggalkan tiga alinea “pekok”. Kita mulai ke urusan penting dimuat di majalah Jakarta-Jakarta edisi 26 Februari-4 Maret 1994. Di halaman 24-31, ada wawancara bersama Waldjinah. Lho! Waldjinah itu rekaman lagu di piringan hitam dan kaset pita. Kita tak sedang ingin mendengar lagu-lagu langgam dan keroncong. Kita ingatkan lagi masalah rekaman. Di halaman 41, iklan dari Sony. Dulu, bocah-bocah kampung sombong mengenakan celana dalam (sempak) bermerek Sony. Celana dalam itu “bajakan”, dibeli di pasar-pasar tradisional. Bocah-bocah sombong setelah khitan. Eh, kita ingatkan lagi masalah rekaman!

Kita simak: “Lebaran pakai Sony Handycam paling oke!” Kita membuktikan Sony di tangan, bukan Sony dalam nostalgia khitan. Pada masa 1990-an, keluarga-keluarga di Indonesia berduit mulai memiliki kamera untuk memotret dan benda ajaib untuk merekam segala gerak dan omongan. Peristiwa-peristiwa bisa direkam asal pintar dalam pengambilan gambar. Iklan istimewa: “Menghidupkan kenangan Lebaran”. Dulu, benda itu memang cuma dimiliki keluarga-keluarga kelas menengah-atas. Benda mahal tapi terlalu penting dalam Lebaran.

Pada saat di rumah, benda itu bekerja: “Semua kumpul… kakek, nenek, ayah, ibu, oom, tante.” Rekam! Pada malam hari, peristiwa menggembirakan: “Itu si Iwan nabuh bedug di malam takbiran.” Rekam! Lelucon bertema sarung: “Hi, hi, Dani, ikat sarungnya yang kencang dong.” Rekam! Semua bisa direkam. Pekik terbaru di masa 1990-an: “Rekam! Rekam! Rekam!” Pembuat rekaman itu bocah ganteng dan lucu. Ia mengenakan sarung, sandal, peci, dan baju dengan lengan digulung. Ia sedang bekerja membuat rekaman. Perhatikan: “Nah, ini aku, kameramen Handycam.” Ia berkata: “Dipakainya gampang, langsung dapat ditonton. Coba deh, Lebaran pakai Handycam, pasti asyik!

Baca juga:  Corona, Iman, dan Imunitas Kita

Rekaman Lebaran demi Lebaran mungkin dimiliki keluarga ingin melakukan “koreksi” atau mencipta kesempurnaan. Melihat rekaman dari masa lalu, orang-orang bisa memutuskan berganti busana, menu makanan, kursi, warna cat dinding, dan lain-lain. Pada saat melihat rekaman: mereka tertawa, malu, sedih, atau kaget. Pada 2020, orang-orang mungkin bersumpah bakal menambahi album rekaman. Benda kecil di tangan sudah sanggup membuat rekaman Lebaran, sejak pagi sampai malam. Begitu.

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
0
Ingin Tahu
0
Senang
0
Terhibur
0
Terinspirasi
0
Terkejut
0
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top