Sedang Membaca
Persembahan dan Pujian
Bandung Mawardi
Penulis Kolom

Esais. Pegiat literasi di Kuncen Bilik Literasi, Karanganyar, Jawa Tengah

Persembahan dan Pujian

Hadrah...

Pada masa 1950-an dan 1960-an, para pembaca majalah Minggu Pagi menggemari rubrik “Apa dan Siapa”. Di situ, mereka membaca biografi pendek para tokoh Indonesia dan dunia. Pengisahan kadang kocak dan mengharukan. Mereka menambahi daftar mengenali para tokoh politik, seni, pendidikan, agama, bisnis, dan lain-lain. Sekian tulisan tentang tokoh-tokoh pilihan terbit menjadi buku oleh Badan Penerbit Kedaulatan Rakjat. Dulu, majalah menjadi bacaan berpengaruh untuk mengenali dan menghormati para tokoh.

Pada masa berbeda, keinginan mengenali tokoh dijawab pemerintah dengan penerbitan buku-buku biografi. Puluhan atau ratusan tokoh dibuatkan biografi menggunakan dana pemerintah dan sering memanggul misi “pembangunan nasional”. Buku-buku berkemasan jelek itu biasa bercap Departemen P dan K. Buku-buku tidak diperdagangkan, disimpan di ribuan perpustakaan di seantero Indonesia. Kita sulit memastikan buku-buku selera pemerintah itu dipinjam dan dibaca. Sekian pembaca mengetahui ada tokoh-tokoh perempuan ditulis menjadi buku biografi, tak pernah tebal. Di luar kebijakan pemerintah, para penulis dan penerbit menghasilkan buku-buku biografi sering bermutu. Buku-buku dimaksudkan mengenalkan tokoh meski sering laki-laki ketimbang perempuan.

Puluhan tahun berlalu dari lakon Orde Baru, ada buku mengandung gelagat mengenalkan tokoh atau memberi cuilan-cuilan biografi. Buku berjudul Hadrah Nyai (2022), memuat puisi-puisi gubahan Raedu Basha. Judul buku gamblang bakal mengantar pembaca dalam memuliakan kaum perempuan menggerakkan sejarah Indonesia, dari masa ke masa. Buku tak dimaksudkan melulu biografi tokoh tapi mengikutkan latar sejarah agar pembaca mengingat sejarah-sejarah lain.

Buku puisi mengenalkan tokoh sudah diselenggarakan sejak lama. Dulu, Sides S membuat buku puisi berisi tokoh-tokoh nasional sebagai pahlawan. Buku bercap Inpres, masa 1980-an. Puisi-puisi mengandung misi mengawetkan sejarah dengan pengaruh nalar-politik Orde Baru. Buku disajikan kepada anak dan remaja. Buku itu telah berlalu. Para pembaca masa lalu masih sempat mengetahui sekian tokoh perempuan dipuisikan, bermaksud agar pembaca merenung melampaui dari memperoleh informasi-informasi.

Baca juga:  Di Nijmegen Saya Belajar Mencintai Buku (Lagi)

Kini, kita memasuki buku Raedu Basha berlatar peringatan Hari Santri. Konon, peringatan berdampak kita selaku santri terus belajar dan menghormati para tokoh memberi beragam pengajaran. Pemuliaan terutama untuk kaum perempuan. Mereka bertumbuh dan berpengaruh pada masa-masa berbeda dengan misi pengikat keindonesiaan.

Di puisi berjudul “Hadrah Nyai”, Raedu memulai pujian: kitab sajak ini kurangkaikan/ dengan tinta yang menggores hamparan/ jilbab-jilbab di kepala kaum hawa. Misi terpenting memang mengucapkan terima kasih, menjadi ahli waris dari para perempuan anggun, tangguh, dan panutan dalam dakwah, politik, pendidikan, dan lain-lain. Di sejarah, mereka itu penggerak. Di pelbagai tempat, penghormatan terus lestari tanpa harus membuat pembedaan: tokoh lokal dan nasional.

Sejarah itu heroisme kaum perempuan. Raedu memanggil sejarah jauh melalui puisi berjudul “Laksamana Malahayati”. Puisi diharapkan mengesankan dengan imbuhan gambar tokoh. Kita menuju masa lalu: di tangan laksamana malahayati/ para janda diajarinya taktik perang/ di darat di lautan di teluk lamreh kraung raya// seratus kapal ratusan portugis dipukul mundur/ juga si belanda cornelis de houtman/ gencat senjata pada 11 september 1599// kerudung malahayati berkibar gagah/ carik-carik kerudung percik-percik darah/ di tengah segara dengan nyala mata saga/ disambut bendera di tangan-tangan janda. Peristiwa-peristiwa itu seolah di depan mata. Kita tak sedang menonton film atau gambar tapi membaca puisi. Kata-kata mencipta kesilaman tampak di depan mata.

Kita menduga saja Raedu membuka buku-buku sejarah dan biografi. Ia pun berjumpa dengan orang-orang menekuni ejarah. Para tokoh terpilih dihadirkan dalam puisi-puisi dipertimbangkan dengan cermat untuk babak-babak sejarah, tempat, dan peran. Raedu tak berlagak membuat buku tebal dengan memuat ratusan tokoh. Ia memilih tanpa kesan menjadikan buku bukan sekadar “apa dan siapa”. Pesan-pesan keagamaan dan keindonesiaan ditonjolkan mungkin sebagai ikatan terkuat.

Baca juga:  Sabilus Salikin (55): Syarat-syarat Masuk Tarekat Ghazaliyah

Pembaca sejak mampir ke buku berjudul Perempuan (2005) susunan Quraish Shihab. Buku bisa menjadi acuan bagi kita mau mengerti peran para perempuan dipuisikan Raedu. Mereka tak terbatas di rumah. Perempuan sebagai penggerak dan panutan berpengaruh besar di luar rumah. Peran-peran membentuk sejarah. Quraish Shihab menjelaskan: “Di sisi lain, kepemimpinan perempuan tidak hanya terbatas dalam kehidupan rumah tangga, tetapi juga dalam masyarakat. Kepemimpinannya tidak hanya terbatas dalam upaya mempengaruhi lelaki agar mengakui hak-haknya yang sah, tetapi juga harus mencakup sesama jenisnya agar dapat bangkit bekerja sama meraih dan memelihara harkat dan martabat mereka, serta membendung setiap upaya dari siapa pun – lelaki atau perempuan, kelompok kecil atau besar – yang bertujuan mengarahkan mereka ke arah yang bertentangan dengan harkat dan martabatnya.”

Sekian bulan lalu, buku puisi bergerak ke pelbagai tempat. Raedu Basha mendapat tanggapan dari kaum perempuan selaku pembaca buku. Ia mungkin berharapan Hadrah Nyai memang ditafsirkan mendalam dan istimewa oleh kaum perempuan. Perbincangan di pelbagai pesantren atau institusi memastikan Hadrah Nyai berurusan harkat dan martabat kaum perempuan abad XXI terhubung dengan sejarah bergerak di Nusantara.

Kita perhatikan puisi berjudul “Syaikha Rahma Elyunusia”, puisi penuh ketegangan dan perwujudan. Raedu mengisahkan perempuan dan awal abad XX: tibalah gadis minang bersuara lantang/ syaikha! Syaikha rahma elyunusia/ perempuan dengan perkasa bergumam:/ “aku harus memulai/ kalau tidak aku mulai/ maka tidak ada yang akan/ menguatkan kaumku/ kelak mereka akan menuntut/ dari pengorbananku.” Suara itu masih terdengar. Kita takjub dan memihak keberanian perempuan demi sejarah atau masa depan. Kisah lanjutan: perempuan itu melakukan permulaan/ kata-kata menerobos koma dan titik/ makna menerobos pengejawantahannya/ ia susuri kemudahan/ ia terjang pelik// bahwa pendidikan perempuan/ adalah hak dan kewajiban/ bahwa pengajaran muslimah/ adalah perintah alquran dan sunnah. Raedu mungkin tak bisa menahan diri turut bergejolak, mencantumkan kata-kata itu ingin terbaca di atas panggung di hadapan ribuan orang. Larik-larik heroik!

Baca juga:  Bahasa yang Disempurnakan

Pendidikan untuk perubahan: mengikuti petunjuk suci dan bermisi kebaikan umat manusia. Suara itu terus berulang sampai sekarang. Mildred LE Wagemann (1996) menjelaskan kaitan perempuan dan pendidikan di sekian penggalan sejarah Indonesia, terutama selama Orde Baru: “Akibat kesenjangan pendidikan, perbedaan persepsi tentang peranan dan posisi antara wanita bertambah besar dalam banyak hal yang menyangkut kehidupan sehari-hari mereka. Sebetulnya, agak sukar untuk berbicara tentang kepentingan wanita Indonesia karena kepentingan mereka mungkin saja bertentangan.” Suara lantang awal abad XX bisa berubah makna dan arah saat tema perempuan dan pendidikan dipengaruhi kebijakan-kebijakan politik dan terdikte nalar kekuasaan.

Raedu dengan penerbitan Hadrah Nyai seperti memenuhi janji dalam bersastra dan penghormatan tertinggi untuk perempuan. Ia gamblang menebar pesan dengan puisi-puisi. Kita membaca lagu maksud terpenting: akan kukisahkan para perempuan/ alimah cendekia nusantara/ ini manakib pejuang ulama wanita/ panutan bangsa. Persembahan telah beredar dan terbaca. Kita memberi pujian sambil berpikiran lama mengenai bahasa dipergunakan Raedu dalam pengisahan kaum perempuan. Ia sudah berusaha menginsafi bahasa tapi para pembaca mungkin ingin membandingkan dengan puisi-puisi bila ditulis oleh perempuan. Begitu.

 

 

 

Judul           : Hadrah Nyai

Penulis        : Raedu Basha

Penerbit      : Ganding Pustaka

Cetak          : 2022

Tebal          : 132 halaman

ISBN           : 978 602 6505 64 4

 

 

 

 

 

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
1
Ingin Tahu
0
Senang
1
Terhibur
1
Terinspirasi
0
Terkejut
0
Scroll To Top