Sedang Membaca
Mochtar Lubis (3): Penggerak Buku dan Indonesia
Bandung Mawardi
Penulis Kolom

Esais. Pegiat literasi di Kuncen Bilik Literasi, Karanganyar, Jawa Tengah

Mochtar Lubis (3): Penggerak Buku dan Indonesia

Mochtar Lubis 3

Ingat Mochtar Lubis, ingat buku. Kita mengingat buku-buku sering terkenang setelah diterbitkan oleh Pustaka Jaya dan YOI (Yayasan Obor Indonesia). Dua penerbit itu mengawetkan warisan-warisan Mochtar Lubis: beragam buku, tak cuma gubahan sastra. pada abad XXI, kita masih mudah mencari buku-buku Mochtar Lubis di toko buku, pasar buku bekas, lokapasar, atau pedagang buku di media sosial.

Pada peringatan 100 tahun Mochtar Lubis kita diajak membaca (lagi) buku-buku telah terbit dan memberi pengaruh di Indonesia: sastra, pers, politik, sosial-kultural, dan lain-lain. Kita memang tak mendapatkan berita ada pihak berani mengadakan penerbitan seri lengkap Mochtar Lubis. Kita maklum saat mengetahui industri buku lesu akibat wabah dan dunia mulai ketagihan digital.

Mochtar Lubis itu buku! Sejak bocah, ia melihat manusia dan dunia melalui buku-buku. Mochtar Lubis mula-mula sebagai pembaca sering takjub. Mochtar Lubis (1992) mengenang saat menjadi murid: “Yang paling mengesankan adalah perpustakaan sekolah, yang saat itu terbesar di Sumatra karena memiliki 35 ribu buku. Latief mempunyai cara sendiri untuk mengumpulkan buku sebanyak itu. Setiap tiga bulan sekali, ia menerbitkan majalah Resensi dalam empat bahasa: Inggris, Jerman, Belanda, dan Prancis. Majalah kirimkan ke semua penerbit di seluruh dunia. Maka, para penerbit mengirim buku-buku sastra, ekonomi, politik, dan buku-buku lainnyya ke perpustakannya.”

Mochtar Lubis adalah murid di Sekolah Ekonomi di Kayutanam. Ia beruntung dididik oleh SM Latief. Sosok berpengaruh dan menjadikan Mochtar Lubis dalam pergaulan buku-buku dunia. Sosok itu teringat: “Latief membangun sekolah ini dengan tujuan mendidik anak-anak Indonesia untuk menjadi mandiri, merdeka, dan antikolonialisme.” Mochtar Lubis terdidik untuk melawan kolonialisme. Episode sekolah berpengaruh dalam pembentukan diri sebagai pengarang dan wartawan.

Baca juga:  Mochtar Lubis (4): Penghukuman dan Buku

Ia seperti ditakdirkan menjadi pengarang dengan masa bersekolah menggirangkan gara-gara buku, bukan jajan atau pelesiran. Pada masa kolonial, ia mulai memiliki keberanian melawan dan menempuhi jalan peradaban berbekal bacaan-bacaan. Mochtar Lubis keranjingan membaca buku: “Saya ingat betul, salah satu buku yang terkesan bagi saya pada masa kanak-kanak adalah Tom Sawyer (Mark Twain), yang terjemahnnya diterbitkan oleh Balai Pustaka. Sungguh saya melihat diri seolah-olah seperti Tom yang senang bertualang itu. Saya juga terkesan oleh Harriet Beecher Stowe dengan Uncle Tom’s Cabin. Betapa sedihnya ketika saya membaca halaman terakhir buku itu.” Kita menduga buku garapan Mark Twain terbaca Mochtar Lubis itu terjemahan Abdoel Moeis. Dulu, sastra asal Amerika dan Eropa memang sering diterjemahkan dan diterbitkan oleh Balai Pustaka, selain penerbit-penerbit partikelir. Mochtar Lubis beruntung berada dalam zaman sedang bergairah menghadirkan sastra-sastra kelas dunia.

Bacaan-bacaan belum memastikan ia bakal menjadi pengarang. Mochtar Lubis sempat ingin menjadi dokter. Gagal! Tahun-tahun berlalu, Mochtar Lubis malah sibuk dalam dunia pers. Pada akhir 1949, ia mulai bergerak dan berkibar dengan surat kabar Indonesia Raya. Ia pun mulai bermasalah dengan penguasa. Kritik dan keberanian diganjar dengan penjara. Mochtar Lubis justru menjadi pemberani.

Pada saat menempuhi jalan pers, ia sudah merintis menjadi pengarang sejak 1946. Ia mula-mula menggubah cerita pendek dimuat di majalah Siasat dan Mimbar Indonesia. Ia terus tekun menulis, menghasilkan cerita pendek dan novel. Mochtar Lubis mulai diakui dalam sastra Indonesia dengan penerbitan buku-buku. Babak menandai kesadaran mengisahkan Indonesia melalui buku. Publik sastra pernah dikejutkan dan terpukau dengan persembahan Mochtar Lubis berjudul Djalan Tak Ada Udjung (1952). Novel sering mendapat ulasan dan dibahas dalam pelbagai diskusi sastra selama puluhan tahun. HB Jassin dan A Teeuw memberi perhatian dan menganggap novel itu turut membesarkan sosok Mochtar Lubis dalam bersuara revolusi dengan sastra. Pada suatu masa, Djalan Tak Udjung menjadi pokok garapan akademik oleh MS Hutagalung (1968).

Baca juga:  Genealogi Pemikiran Martin Lings: Dari Orientalisme Menjadi Sufisme

Buku demi buku terbit. Mochtar Lubis itu buku. Ia hadir dengan buku-buku sastra dan buku-buku bertema pers. Khazanah perbukuan di indonesia terus bertambah. Sekian novel mendapat pengakuan dan penghargaan. Sekian novel diterjemahkan dalam bahasa Inggris. Mochtar Lubis sah menjadi pengarang berpengaruh melalui sikap-sikap sastra dan politik berani berhadapaan kekuasaan. Di sejarah, ia pun sering dalam posisi dan situasi dilematis berkaitan tata politik, gejolak sastra, dan keberpihakan pers.

Malapetaka 1965 memicu Mochtar Lubis dan teman-teman menerbitkan majalah Horison. Di situ, Mochtar Lubis melalui “Tjatatan Kebudajaan” mulai rutin memberi kritik dan tebar pengharapan atas nasib Indonesia. Tulisan-tulisan menandadi perubahan-perubahan Indonesia meski mengandung persoalan garis politik dan modal. Di majalah Horison, Mochtar Lubis ingin membesarkan sastra dan menjadikan Indonesia bergelimang buku. Ia tak mudah untuk menempuhi jalan lurus. Ia memiliki musuh dan rentan dalam konflik politik-kultural.

Pada suatu masa, ia makin getol menggerakkan perbukuan di Indonesia. Kita mengingat Mochtar Lubis dan YOI. Babak baru dimulai demi buku-buku. Mochtar Lubis menjelaskan: “Perhatian saya terhadap dunia sastra di antaranya tersalurkan lewat Yayasan Obor. Ini adalah satu yayasan yang antara lain bergerak di bidang penerjemahan karya sastra asing ke Indonesia. Saya menganggap, masyarakat Indonesia patut diperkenalkan pada karya sastra dunia, yang bukan hanya dunia Barat, tapi juga belahan dunia lainnya, misalnya, India, Filipina, Muangthai, Kenya, dan negara-negara Dunia Ketiga lainnya seperti negara-negara Amerika Tengah dan Selatan.” Para pembaca di Indonesia mulai disuguhi buku-buku terbitan YOI. Penerbitan tak selalu buku sastra. Kita pun diajak membaca buku-buku mengenai korupsi, pertanian, ekologi, pendidikan, ekonomi, dan lain-lain. Mochtar Lubis makin bercerita buku. Begitu.

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
0
Ingin Tahu
0
Senang
0
Terhibur
0
Terinspirasi
0
Terkejut
0
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top