Sedang Membaca
Kitab Suci, Kopor, dan Penerbit
Bandung Mawardi
Penulis Kolom

Esais. Pegiat literasi di Kuncen Bilik Literasi, Karanganyar, Jawa Tengah

Kitab Suci, Kopor, dan Penerbit

Ba5ba7ebd14e78e5d3813f9e060f197d

Di pedagang buku-buku lama, kita masih mungkin mendapatkan Al Quranul Karim: Bacaan Mulia. Di situ, tercantum nama: HB Jassin (31 Juli 1917-11 Maret 2000). Dulu, Bacaan Mulia diterbitkan Djambatan. Penerbitan dengan beragam polemik berkaitan agama, sastra, dan ketokohan. Kritik, bantahan, dan pendapat dituliskan di pelbagai koran dan majalah. Tulisan-tulisan itu terbit menjadi buku.

Kita tak mengalami masa polemik menempatkan HB Jassin sebagai pihak bersalah atau pihak berhak dibela. Perkara terbesar itu kitab suci. HB Jassin memiliki keinginan membaca terjemahan Al Quran berselera puitis. Keinginan mengandung “kritik” untuk mutu terjemahan dari pihak Departemen agama.

Misi puitis berbeda dari pengalaman Abdullah Yusuf Ali membuat terjemahan Al Quran dan tafsir dalam bahasa Inggris dianggap puitis. Di Indonesia, terjemahan dan tafsir dalam bahasa Inggris itu diterjemahkan dalam bahasa Indonesia oleh Ali Audah. Pada suatu masa, kita diajak berpikiran mengenai kitab suci dan selera sastra. HB Jassin tampil mendapat kritik dan protes meski ada pula usaha dari Mohammad Diponegoro menjadikan keterbacaan terjemahan kitab suci bercitarasa puitis.

Kini, orang-orang ingin membeli Bacaan Mulia harus berhitung sekian lembaran uang berwarna merah. Di pasar buku bekas atau langka, Bacaan Mulia itu mahal. Orang-orang mungkin masih penasaran ingin memiliki dan membaca hasil puitisasi terjemahan Al Quran dilakukan HB Jassin. Nama mudah dikenali dalam sastra tapi masih jarang diulas panjang berkaitan agama.

Baca juga:  Pemetik Puisi (24): Tak Lengkap, Tak Selesai

“Sejak 1950, saya mulai berkenalan akrab dengan Al Quran,” pengakuan HB Jassin di majalah Tempo, 30 September 1989. Dulu, ia sebagai mahasiswa di Universitas Indonesia mendapat pelajaran dari Prof AS Alatas, Prof Prijono, dan Prof Hussein Djajadiningrat.” HB Jassin mengenang: “Di Fakultas Sastra UI, kamu diwajibkan belajar sastra Melayu yang banyak menggunakan idiom bahasa Arab serta ayat Al Quran.”

Pada suatu hari, ia berduka dengan kematian istri (Arsiti). Ia justru bangkit dengan Al Quran. “Saya pelajari Al Quran dengan saksama selama 10 tahun 5 bulan,” kenang HB Jassin. Ia ingin makin mengerti kitab suci: “Tidak hanya mempelajari Al Quran secara akademis saja, tapi bahkan ayat-ayat itu menjadi bagian dari diri saya.” Ia pun memberanikan diri melakukan puitisasi terjemahan Al Quran.

Protes dan kritik berdatangan gara-gara HB Jassin dianggap cuma sedikit memiliki pemahaman tentang agama. Ia tak terbekali ilmu-ilmu dalam penerjemahan Al Quran. HB Jassin pun “mengharuskan” bertemu dengan orang-orang di MUI untuk memberi penjelasan.

Di majalah Tempo, peristiwa itu terbaca heroik: “Saya bawa dua kopor berisi beberapa Al Quran asli yang saya hayati dari hari ke hari, buku-buku terjemahan dalam bahasa Indonesia, Inggris, Belanda, Jerman, dan Prancis, bermacam-macam kamus Arab dan banyak catatan saya selama mempelajari Al Quran. Melihat buku-buku bahasa Arab itu dan mendengar penjelasan saya, hilanglah desas-desus bahwa saya menerjemahkan langsung dari bahasa Belanda.”

Baca juga:  KH. Sholeh Darat: Tanda Guru Dianggap Durhaka Sebab Mengajar Murid

Pada 1977, HB Jassin mengungkapkan: “Saya mengucapkan terima kasih kepada Ibu Maimunah Lutan, Direktris Penerbit Wijaya yang dalam masa kedukaaan saya ditinggalkan istri, menghadiahkan kepada saya sebuah Tafsir Quran dari H Zainuddin Hamidy dan Fachruddin Hs, yang ternyata menjadi hiburan dan salah satu terjemahan yang berguna bagi saya dalam memahami isi Al Quran.”

Ikhtiar itu mewujud dengan peran penerbit Djambatan. HB Jassin sadar mendapat protes dan kritik tapi ikhtiar tetap harus berlanjut: “Saya pun merasa patut berterima kasih kepada Penerbit NV Djambatan yang telah bersedia menerbitkan terjemahan Al Quran ini sebaik-baiknya dan sejak semula menunjukkan perhatian dan memberikan semangat untuk menyelesaikannya.”

Kita mengingat lagi HB Jassin setelah 31 Juli 2022 berlalu dan orang-orang kelelahan memperingati 100 tahun Chairil Anwar. Dulu, HB Jassin terbukti sakti dengan mendokumentasi dan mengomentari puisi-puisi gubahan Chairil Anwar. Pada masa berbeda, ia memilih memberi perhatian untuk kitab suci.

Kita tetap mengenang HB Jassin dalam sepi dan membaca lagi Bacaan Mulia. Kita pun tak lupa keberanian dan konsekuensi dibuktikan oleh Djambatan. Penerbit itu turut mewujudkan keinginan HB Jassin meski bukan penerbit lekas dengan terbitan buku-buku agama. Begitu.

 

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
0
Ingin Tahu
0
Senang
0
Terhibur
0
Terinspirasi
0
Terkejut
0
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top