Sedang Membaca
Bilal: Azan dan Dakwah
Bandung Mawardi
Penulis Kolom

Esais. Pegiat literasi di Kuncen Bilik Literasi, Karanganyar, Jawa Tengah

Bilal: Azan dan Dakwah

  • Dalam sejarah Islam, Bilal adalah fenomena. Ia seorang budak, kulit hitam, otomatis tidak memiliki otoritas sosial pada waktu itu. Namun, keadaan berbalik, saat ia dibebaskan dari tali perbudakan. Posisinya mendadak sentral dalam praktik berislam, yakni sebagai muazin.
Bilal

Di negeri jauh, azan memberi makna mendalam untuk Ramadan. Pada saat orang-orang masih takjub atas gairah Liverpool menuju raihan Piala Champions (2019), ada peristiwa menggetarkan batin di Stadion Wembley, Inggris. Islam hadir sebagai tema diperhatikan jutaan orang.

Di Liverpool, Salah dan Mane telah mendakwahkan Islam dengan ketangguhan sebagai pemain sepakbola. Di Stadion Wembley, Islam semakin dikenalkan ke publik Inggris dengan lantunan azan, 31 Mei 2019.

Muazin mengumandangkan azan dalam suasana Ramadhan. Peristiwa dalam buka puasa bersama diselenggarakan The Ramadhan Ten Project bertajuk Open Iftar 2019. Misi acara adalah mengenalkan dan menguatkan pemahaman puasa dalam Islam kepada publik di London, Inggris. Acara diadakan untuk siapa saja. Orang-orang dari beragam agama atau kebangsaan turut serta dalam mengartikan kebersamaan dan damai selama Ramadhan. Peristiwa bersejarah bagi dakwah Islam dan partisipasi kebaikan dari Asosiasi Sepak Bola Inggris.

Umat Islam mengingat azan mengingat tokoh bernama Bilal. Tokoh itu menanggung derita tapi menguatkan iman dan terus mendakwahkan Islam. Kemerduan dalam azan membuat umat Islam memiliki getaran dan panggilan dalam menunaikan ibadah demi ibadah. Azan pun dakwah. Bocah-bocah Indonesia di TPQ, TK, atau SD, sering dikenalkan dengan Bilal untuk diteladani dalam keberanian, ketabahan, dan ketulusan.

Penggubah lagu-lagu bocah AT Mahmud pernah turut mengenalkan Bilal ke bocah-bocah dengan lagu berjudul “Azan dan Bilal”. Lagu bercerita mengandung dakwah. Lagu itu dimuat dalam buku berjudul Lagu Anak Muslim (2003) susunan AT Mahmud. Lagu pendek dan sederhana tapi mengarahkan bocah ke pengenalan Bilal. Lirik buatan AT Mahmud: Di kota Madinah pertama kali/ Bilal disuruh menyerukan azan/ Suaranya terdengar merdu sekali/ Haiya alas solah/ Dari atap rumah Bilal berseru/ Mengumandangkan azan bahagia/ Suaranya bergema tiap penjuru/ haiya alal falah. Lagu memang tak memadai untuk mengenalkan sejarah dakwah Islam atau kronik dari masa lalu. Lagu cukup mengajak bocah mencari pengisahan panjang melalui buku-buku. Mereka sudah mengenali Bilal adalah muazin pemula dan rela berkorban demi Islam.

Baca juga:  Tradisi Mengulang-ulang Ayat Tertentu Saat Membaca Al-Qur’an

Di Indonesia, ikhtiar mengenalkan Bilal pernah dikerjakan Aboebakar melalui penulisan buku berjudul Riwajat Bilal: Dari Hamba Orang ke Hamba Allah. Buku diterbitkan oleh Sinar Trading Coy, The Publishing House. Tahun tak tercatat. Tebal cuma 32 halaman. Kita membaca cara mengenalkan Bilal dari pelbagai acuan: “Lebih djauh, film Bilal jang dimasukkan oleh Geliga Films Ltd ke Indonesia, dan jang akan dipertundjukkan di seluruh bioscoop, dari Mesir itu, memperkenalkan suatu babakan sedjarah jang penting dalam Islam, jaitu kemerdekaan perbudakan jang diperdjuangkan oleh idiologie ini sebelum dunia peradaban Barat mengenalnja.”

Bilal memang tokoh memiliki cerita bergelimang makna. Tokoh dilahirkan di keluarga budak. Aboebakar menceritakan: “Ia dinamakan Bilal oleh ibunja, jang seakan-akan ingin anaknja itu dikelak kemudian hari mendjadi terompet pelepas perbudakan. Bukankah ibunja melihat dalam mimpi bahwa anaknja berlarian kian kemari dipadang pasir jang panas itu untuk mentjari pertolongan, sehingga achirnja ia djatuh tersungkur hampir-hampir berputus asa.”

Pada suatu hari, Bilal menerima Islam. Predikat budak tak menghalangi untuk bertauhid. Aboebakar membahasakan: “…. walaupun rupanja hitam laksana arang, tetapi hatinja masih bersih sebagai kapas, pun turut mendapat rachmat dari pada kedatangan Islam.” Aboebakar pun menuliskan: “Setelah ia ziarah kemakam Nabi, ia azan dengan suara jang gemetar, jang meneteskan air mata tiap penduduk Madinah jang mendengarnja, karena suaranja itu mengingatkan kepada suara zan jang diutjapkan pada waktu Nabi wafat dan Abu Bakar menggantikannja mendjadi imam sembahnjang.” Bilal itu cerita mengharukan.

Baca juga:  Pemulung Sampah Gaul: Menuju Sekolah Nol Sampah Plastik

Buku lawas itu sudah sulit ditemukan untuk dibaca ulang. Warisan dari Aboebakar meski tak sekondang buku bertema masjid dan Al Quran. Pada masa lalu, buku itu sempat laris, cetak ulang lima kali. Bilal sudah dikenalkan dengan buku tapi sempat berselang lama untuk dikenali oleh orang-orang di masa berbeda. Buku, film, dan lagu agak mencukupi bagi keinginan kita mengetahui biografi Bilal dan sejarah dakwah Islam. Bilal itu muazin. Bilal selalu teringat saat kita bercakap mengenai azan.

Pada 1989, terbit buku terjemahan berjudul Bilal Berkisah di Hari Tuanya. Buku garapan HAL Craig itu membuat terharu Mohammad Roem dan Ahmad Sadali. Pada bab pendirian masjid, Bilal bercerita tentang kesungguhan Nabi Muhammad dalam membuat susunan bata demi bata tanpa lelah: “Tak seorang pun yang bisa mengajak Nabi beristirahat, tidak pula Hamzah, yang menepuk mantel Nabi dan membersihkan debu yang menempel di wajahnya sambil mengajak untuk sekadar duduk beristirahat.” Bilal memilih menghibur dan membesarkan semangat dengan senandung: Jika kami duduk-duduk/ Sedang Nabi terus bekerja/ Allah akan berkata bahwa/ Kami orang-orang lalai. Peristiwa itu membuat orang-orang insaf bahwa Nabi mengumumkan: “Kerja adalah ibadah.”

Pada saat masjid sudah berdiri, berlangsung percakapan untuk cara atau tanda agar orang-orang berdatangan ke masjid untuk salat. Sekian usulan: mengibarkan bendera, memperdengarkan lonceng, tambur, terompet. Sekian usul itu ditolah berargumentasi:

“Lonceng memekakkan telinga, terompet memecahkan kepala, tambur mengagetkan, dan bendera meskipun akan terlihat dari kejauhan dari segenap penjuru tak dapat membangunkan seorang yang sedang tidur.”

Rapat atau percakapan itu seru dalam memutuskan cara terindah dan mendapatkan mufakat.

Baca juga:  Cerita Zaid ibn Tsabit Mengumpulkan Lembaran Alquran

Abdullah bin Zaid mengusulkan agar cara mengundang orang-orang ke masjid dengan suara manusia. Usulan mengacu ke mimpi. Nabi Muhammad lekas menaruh tangan ke bahu Bilal sambil berkata: “Suaramu, Bilal!” Nabi menganggap suara Bila termerdu. Bilal diminta bergerak ke atas untuk mengumandangkan kemerduan atau keindahan sebagai panggilan beribadah.

Di atas, ia masih ragu dan bingung. Nabi dan para sahabat terus memandang dan menanti ada kata-kata disuarakan Bilal.

Pengisahan Craig bertokoh Bilal: “Aku berpaling dan memikirkannya. Kemudian kutundukkan kepalaku di kedalaman suaraku:Allah Maha Besar/ Allah Maha Besar/ Aku bersaksi tiada tuhan selain Allah/ Aku bersaksi bahwa Muhammad utusan Allah/ Marilah salat/ Marilah salat/ Datanglah untuk perbuatan yang terpuji/ Allah Maha Besar/ Allah Maha Besar. 

Selesai mengumandangkan kata-kata dengan merdu, Bilal turun. Orang-orang berdatangan ke masjid. Di bawah, Nabi memapah Bilal untuk duduk paling dekat. Di situ, Nabi duduk berdampingan dengan anak seorang budak. Bersegeralah mereka salat. Usai salat, Nabi berkata kepada Bilal: “Engkau telah melengkapi masjidku.” Cerita itu mengharukan meski kita sudah agak lupa dan mulai jarang memberitahukan ke bocah-bocah. Begitu.

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
0
Ingin Tahu
0
Senang
0
Terhibur
0
Terinspirasi
0
Terkejut
0
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top