Sedang Membaca
Arsitektur Masa Lalu
Bandung Mawardi
Penulis Kolom

Esais. Pegiat literasi di Kuncen Bilik Literasi, Karanganyar, Jawa Tengah

Arsitektur Masa Lalu

Pada 23 September 1963, Soekarno di Istana Negara memberi amanat selaku Pemimpin Besar Revolusi dalam kesuksesan Ganefo. Kita mengutip dari salinan pidato diselenggarakan oleh Departemen Olahraga: “Kita sudah bertjita-tjita akan mengadakan satu olahraga besar jang didjalankan oleh bangsa-bangsa dari new emerging forces. Sebelum itu pada waktu saja berpidato di Istana Olahraga-Isola, itu apa sudah resmi itu singkatan Isola? Tapi, selalu dipakai Isola, Istana Olahraga. Disingkatkan mendjadi Isola. Saja selalu ingat pada gedung di lor-nja Bandung. Isola artinja satu tempat jang terasing…” Soekarno mengingat bangunan terkenal bernama Vila Isola. Gedung itu masih berdiri dan membuka lembaran-lembaran ingatan biografi, sejarah politik, dan perkembangan arsitektur di Indonesia.

Bangunan mengandung biografi unik arsitek bernama CP Wolff Schoemaker. Ia itu Indo Eropa beragama Islam. Arsitek sering mengagetkan dan mengumbar polemik di Hindia Belanda. Kita telat mengenali Wolff Schoemaker meski berulang melihat bangunan-bangunan lama di pelbagai kota. Sekian bangunan penting itu garapan Wolff Schoemaker tapi catatan atau cerita di balik pembuatan sudah menghilang atau tersisa cuilan-cuilan. Ikhtiar mengenalkan dan menata pelbagai penjelasan atas kerja Wolff Schoemaker dilakukan CJ Van Dullemen dengan buku berjudul Arsitektur Tropis Modern. Kita diajak mengenali si arsitek dan bangunan-bangunan memberi tanda perkembangan arsitektur di alur kolonial dan penciptaan ide-ide khas.

Soekarno memang memiliki hubungan dengan Wolff Schoemaker. Mereka di jagat arsitektur, bermula di Bandung. Pada masa muda, Soekarno kuliah di Technische Hoogeschool Bandung. Soekarno berpredikat mahasiswa menekuni arsitektur. Di situ, Wolff Schoemaker adalah profesor. Selama puluhan tahun, dua tokoh itu bertaut. Pada saat Soekarno menjadi Presiden, korespondensi masih terjadi bersama Wolff Schoemaker. Urusan mereka adalah arsitektur meski mengikutkan soal-soal politik. Pada suatu masa, arsitektur berkaitan situasi politik di Indonesia. Pada masa berbeda, Soekarno mengingat Isola tak cuma Vila Isola garapan Wolff Schoemaker. Ia pun mengalihkan Isola sebagai akronim Istana Olahraga di gairah Ganefo. Ingatan atas hubungan Soekarno-Wolff Schoemaker terbaca di buku berjudul Bung Karno: Penjambung Lidah Rakjat Indonesia (1966) garapan Cindy Adams.

Baca juga:  Pandangan Seorang Nashrani: Muhammad Nabi Cinta

Charles Prosper Wolff Schoemaker (1882-1949) sering membangun ketimbang menerbitkan tulisan. Hal itu menjadikan CJ Van Dullemen kesulitan melacak dan berbagi segala cerita atau argumentasi untuk pendirian gedung atau rumah hasil rancangan Wolff Schoemaker. Penjelasan jujur di buku: “Buku ini memberikan laporan terperinci tentang desain dan proses pembangunan gedung yang (kemungkinan) merupakan proyek pembangunan terakhir Charles Wolff  Schoemaker.” Studi berat dan serius tapi memberi kejutan bagi kita ingin mengenang sejarah melalui bangunan-bangunan masih berdiri atau tersimpan di foto-foto lama.

Pada awal abad XX, kota-kota di tanah jajahan bergeliat mengungkap impian dan kemajuan. Kota-kota itu memerlukan arsitek. Sekian arsitek datang dari Belanda turut membentuk kemodernan di kota-kota. Mereka bergabung dengan instansi pemerintah atau mendirikan biro partikelir. Hasil-hasil pendirian gedung-gedung selera pemerintah mendapat ejekan telak: “rumah anjing Hindia Belanda yang indah produksi Renaisans.” Situasi itu membuat para arsitek bersaing dalam menerapkan ide-imajinasi menjadikan bangunan-bangunan semakin memoncerkan kota dan memancarkan selera kebaruan. Sejarah arsitektur seperti sedang mulai bergerak dengan pelbagai keterbatasan dan perbantahan jarang tercatat dalam buku-buku sejarah terbitan di Indonesia. Pada masa lalu, kita mengingat nama-nama tenar di arsitektur Hindia Belanda: Henri Maclaine Pont, Thomas Karsten, PAJ Moojen, C Citroen, FJL Ghijsels, Wolff Shcoemaker, dan lain-lain.

Pada 1918, Charles Prosper Wolff Schoemaker dan Richard Schoemaker mendirikan CP Schoemaker en Associatie Architecten & Ingenieurs di Bandung. Kerja mereka berbarengan dengan Bandung sedang menonjol di pengisahan kota-kota kolonial. Bandung menjadi “kota paling Eropa di Jawa”. Bandung pun berambisi menjadi ibu kota Hindia Belanda. Situasi itu membuat Wolff Schoemaker memiliki kemungkinan-kemungkinan mengadakan rancangan-rancangan unik dan cemerlang. Tahun demi tahun, Wolff Schoemaker menjadi tokoh di perbicangan pelik dalam politik, arsitektur, bisnis, dan lain-lain. Di Bandung, ia mulai tegak dan mengalami masa-masa sulit sebelum “terlupa” oleh kita.

Baca juga:  Memaknai Nasihat Kiai Dimyati Romly

Di Bandung, Wolff Schoemaker dianggap manusia unik. Pada 1915, ia memeluk agama Islam. Cara berpikir Barat, alam kolonial, dan keberpihakan atau partisipasi dalam kehidupan sosial Islam sering menimbulkan kesan-kesan rawan polemik. Pada 1938, Wolff Schoemaker menunaikan ibadah haji. Di tanah jajahan, ia semakin memiliki ketenaran. Predikat sebagai arsitek menempatkan Wolff Schoemaker identik dengan sekian bangunan-bangunan penting di pelbagai kota. Ia justru cuma merancang sebuah masjid, 1933. Pada masa Indonesia sudah merdeka, ia pernah mengusulkan agar Soekarno mengubah Indonesia menjadi Kesultanan Ismaiah Indonesia.

Orang-orang mungkin tak terlalu memikirkan masjid itu saat melihat sekian bangunan di Jakarta, Bandung, Semarang, Makassara, dan Surabaya membuktikan keampuhan Wolff Schoemaker: West Java Handel-Maatschappij, Gedung Becker & Co, Societet Concordia, Bioskop Majestic, Kolinale Bank, Grand Hotel Preanger, Bank Oei Tjong Ham, Nederlandsch Indische Handelsbank, Toko Buku Van Dorp, dan Vila Isola. Kita ingin mengetahui Wolff Schoemaker dan Vila Isola. Bangunan itu masih berdiri sampai sekarang dengan sekian perubahan. Sejarah bangunan belum lengkap tapi kita agak mengerti di buku garapan CJ Van Dullemen.

Pada 1933, Vila Isola berdiri dengan kesan tak terpengaruh Belanda. Bangunan itu lepas ikatan dari corak arsitektur kolonial. Pada masa 1930-an, Vila Isola dianggap “vila paling mewah di dunia” dan salah satu ikon Bandung. Vila Isola berpengaruh pada sejarah arsitektur di koloni. Pengakuan terdapat di buku W Lemei mengenai arsitektur rumah modern di Hindia Belanda. Pemilik awal Vila Isola adalah Dominic Willem Berretty. Karier di kantor berita ANETA dan sekian bisnis membuat ia berlimpahan duit, sanggup mendirikan rumah bakal memberi warna sejarah arsitektur di Indonesia. Vila Isola jadi tempat tinggal dan rekreasi. Pemilihan tempat dianggap tepat. Kita mengutip penjelasan CJ Van Dullemen: “Vila Isola ini menawarkan pemandangan panorama ke pekarangan di sekitarnya, pegunungan di sekelilingnya, dan kota Bandung.”

Baca juga:  Gus Reza Lirboyo dan Eksperimen Membaca Teks Inggris dengan Metode Utawi-Iku

Vila Isola pun terjelaskan di buku berjudul Nusa Jawa Silang Budaya: Batas-Batas Pembaratan (1996) garapan Denys Lombard. Vila Isola diakui “gaya modern termuni” dari Wolff Schoemaker. Bangunan itu memang pesona, dari masa ke masa. Vila Isola membuktikan arus ide dan polemik mengenai arsitektur di Hindia Belanda berlangsung seru. Bandung menjadi tempat penting untuk mengerti sejarah arsitektur dengan ketokohan Wolff Schoemaker. Di buku berjudul Wajah Bandoeng Tempo Doeloe (1984) susunan Haryanto Kunto kita juga menemukan keterangan Vila Isola. Pada akhir 1936, Vila Isola dibuka untuk umum. Pamor bangunan itu semakin menjadi cerita berlimpahan pujian. Kita mengerti Wolff Schoemaker adalah arsitek penting dan memberi persembahan bangunan-bangunan bergelimang cerita di masa kolonial. Sekian cerita masih belum tuntas dan “terbaca” cuma cuilan-cuilan. Begitu.

Judul           : Arsitektur Tropis Modern

Penulis        : CJ Van Dullemen

Penerjemah : Gatot Triwira

Penerbit      : Komunitas Bambu

Cetak          : 2018

Tebal          : xiv + 386 halaman

ISBN           : 978 602 9402 96 4

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
0
Ingin Tahu
0
Senang
0
Terhibur
0
Terinspirasi
0
Terkejut
0
Scroll To Top