Pertama penulis mengetahui sosok Kiai Said (sapaan akrab Prof.Dr. KH Said Aqil Siroj, MA) di Youtube. Saat itu Kiai Said berada dalam sebuah acara forum diskusi ilmiah dengan Forum Kiai Muda (FKM) NU Jawa Timur di Pondok Pesantren Bumi Sholawat Tulangan Sidoarjo yang di asuh oleh KH. Agoes Ali Mashuri, tahun 2009. Beliau adalah seorang Kiai nyentrik yang saat ini menjadi wakil Rais Syuriah PWNU Jatim. Acara ini sangat menarik, sampai saat ini saya menonton videonya lebih dari 10 kali.
Acara diskusi tersebut membincangkan seputar pemikiran-pemikiran Kiai Said yang dianggap berseberangan dengan pemikiran-pemikiran NU pada umumnya. Dari FKM menjadi juru bicaranya adalah Dr. Abdullah Syamsyul Arifin, saat ini menjadi ketua PCNU Jember dan KH Idrus Romli–yang saat ini dianggap sebagian banyak orang NU struktural–sebagai aktivis NU Garis Lurus bersama dengan KH Lutfi Basori, Buya Yahya, dan lain-lain.
Acara yang sangat bagus dan bermartabat dalam lingkungan NU ini-karena dengan hadirnya dialog, pertemua, tabayun, antara Kiai satu dengan yang lainnya saling mengoreksi pemikiran. Tidak saling serang di media sosial yang pada akhirnya memberikan contoh tidak baik pada masyarakat umum. Dalam video tersebut, acara berlangsung hampir 2 jam, dan di akhir acara, KH Agoes Ali menutup dengan kesimpulan bahwa; Kiai Said orang NU asli, bukan Syi’ah. Adapun perbedaan-perbedaan hanya dalam hal menganalisa. Kepala sama berambut, kecerdasan beda.
Sejak melihat Youtube diskusi Kiai said ini, penulis rutin melihat pengajian-pengajian Kiai asal Cirebon ini di Youtube. Bahkan saya mencatat poin-poin penting yang beliau sampaikan, termasuk sanad keilmuaan aswaja, dari KH. Hasyim Asy’ari sampai ke Rasulullah saw., dan silsilah Rasulullah sampai ke Nabi Adam as., Meskipun sanad yang disampaikan Kiai Said dikritik oleh KH. Idrus Ramli pada acara di atas karena antara satu guru ke guru ada yang tidak satu masa. Tetapi menurut Kiai Said, guru tidak harus belajar secara langsung, tetapi keterpengaruhan pikiran melalui karya-karyanya dan kemudian mengembangkan lebih jauh, berarti ia adalah murid dari penulis buku itu, meskipun tidak pernah bertemu dan belajar secara langsung.
Sampai pada salah satu ungkapan Kiai Said “Bagi para santri, yang bukan anak Kiai, tidak mendapat mertua Kiai, aktiflah di NU, insyallah pasti manfaat”. Ini membangkitkan ghirah penulis untuk berorganisasi di NU, padahal penulis tidak mempunyai rekam jejak organisasi di sekolah dan di Desa. Setiap Ahad pagi penulis olahraga dan setiap melewati kantor MWC NU Tarik Sidoarjo yang jaraknya cukup dekat dengan rumah penulis, penulis berdoa “ya Allah, kapan saya bisa aktif mengikuti kegiatan-kegiatan NU”.
Awal tahun 2016 penulis mendapat informasi Kiai Said akan mengisi pengajian umum yang di adakan oleh alumni Pondok Pesantren Lirboyo di Mojokerto. Dengan semangatnya penulis berangkat setelah maghrib dan Kiai Said datang sekitar pukul 23.00. Saat itu adalah pertemuan pertama secara langsung dengan Kiai Said. Penulis pun mencium tangan Kiai Said beberapa kali. Kiai Said hanya mengisi sekitar 45 menit dalam acara ini, kemudian pindah ke tempat lain.
Penulis juga menapak tilasi Kiai Said di PMII dengan mengikuti PK PMII IAI Uluwiyah Mojokerto. Beberapa bulan kemudian rupanya doa penulis terkabul dengan terpilihnya penulis sebagai ketua PAC IPNU Kecamatan Tarik yang kebetulan sudah lama vakum. Dari sini penulis mulai aktif di organisasi banom NU ini. Satu tahun kemudian penulis masuk kepengurusan PC IPNU Kabupaten Sidoarjo. Saat ini penulis sebagai wakil sekertaris PAC GP Ansor Tarik, Sekertaris Lazisnu MWC NU Tarik, Bendahara TIM Kartanu MWC NU Tarik, dan aktif menulis berita kegiatan ke-NU an yang kemudian penulis kirim ke redaksi NU Online Jatim.
Penulis akhirnya bosan dengan ceramah-ceramah Kiai Said di Youtube yang materinya itu-itu saja. Penulis kemudian beranjak membeli buku Kiai Said “Tasawuf Sebagai Kritik Sosial (2006)” . Sampai pada titik ini, penulis beranggapan sosok Kiai Said lebih cocok mengisi diskusi ilmiah seperti di atas dan menulis buku, ketimbang ceramah umum di pengajian-pengajian yang pendengarnya adalah masyarakat umum.
Pertmuan kedua dengan Kiai Said saat belia menghadiri pelantikan PCNU Sidoarjo di Masjid Agung Sidoarjo. Pertemuan ketiga penulis adalah saat pelantikan PWNU Jatim di Pondok Pesantren Denanyar Jombang tahun 2018. Kala itu penulis berkesempatan foto bersama dengan Kiai Said. Setelah acara selasai penulis ikut mengantar Kiai Said menuju mobil dengan bersama beberapa orang yang tidak penulis kenal, penulis hanya mengenal Gus Ipul, mantan wakil Gubenur Jatim 2 periode yang saat ini menjadi Bupati Pasuruan. Yang menarik saat perjalanan menuju mobil, Gus Ipul menunjukkan sudut di sebuah kamar dan mengatakan ke Kiai Said bahwa di sini dulu Gus Dur sering tidur saat santri yang lain ngaji, Kiai Said berhenti sejenak melihat sudut itu sambil tertawa.
1 Tahun kemudian penulis kembali mendapat kesempatan bermuwajahah dengan Kiai Said di acara silaturrahmi kebangsaan di kantor PWNU Jatim. Hadir dalam acara ini Prof Zaki, Sekertaris PWNU Jatim, Prof. Abdul A’la, eks Rektor UINSA, Prof. Maskuri, Rektor UNISMA. Prof Jaziedi, Rektor UNU Surabaya. Dr. Khoirul Anam, Rektor UNU Sidoarjo dan tokoh-tokoh lain. Dalam kesempatan ini penulis duduk paling depan, hanya berjarak 2 meter dari Kiai Said, kebetulan acara ini lesehan. Dalam acara ini penulis sengaja membawa buku “Tasawuf Sebagai Kritik Sosial” untuk meminta tanda tangan ke Kiai Said. Ketika Kiai Said melihat penulis, penulis memberi isyarat meminta tanda-tangan, alhamdulillah Kiai Said mengerti dan meminta penulis untuk memberikan buku penulis untuk di tanda tangani.
Ketika Ramadan, Kiai Said mengisi kajian di TV 9 dengan metari disertasinya di Ummul Quro Mekkah. Penulis mengikuti kajian ini melalui Youtube, saat itu penulis berdoa agar disertasi penulis diterjemah dan diterbitkan menjadi buku. Alhamdulillah awal tahun 2021 terbit terjemah disertasi Kiai Said dengan judul “Allah dan Alam Semesta Perspektif Tasawuf Falsafi”, tentu penulis membeli bukunya dan mengikuti launching bukunya melalui Zoom. Beberapa waktu lalu penulis juga membeli buku Kiai Said yang berjudul “Ahlusunnah wal Jama’ah dalam Lintas Sejarah (1998)”. Bersyukur bisa belajar dari beliau. Semoga sehat-sehat selalu Pak Kiai..