Mendengar kata Mujarobat, masyarakat jawa tentu tidak akan asing. Terlebih pada daerah-daerah yang masih memegang erat budaya kejawen. Dimana perpaduan antara islam dan jawa berbaur mejadi satu membentuk sebuah tatanan kepercayaan.
Naskah Mujarobat yaitu naskah kuno yang isinya dianggap tidak jauh berbeda dengan naskah primbon. Kandungan di dalamnya memuat ramalan, perhitungan, serta doa-doa khusus untuk hajat tertentu dalam sentuhan islam. Naskah ini membuktikan bahwa adanya percampuran budaya dari kebudayaan pra-islam ke kebudayaan islam.
Menurut sejarah, Kitab al-Mujarobat memiliki judul asli Fath al-Mulk al-Majid al-Mu’allaf li Naf’il Abid wa Qam’i Kulli Jabbarin ‘Anid karya Syekh ad-Dairobi dari Mesir. Alasan penulisan kitab ini berawal dari pengalaman pribadi ketika mendapati penguasa yang memaksa ingin merampas tanah pemukiman dan perkebunan subur di kampungnya. Kemudian warga sekampung meminta bantuan kepada Syekh Ahmad ad-Dairobi yang saat itu dikenal sebagai ahli agama. Dan pada akhirnya, Syekh ad-Dairobi berbekal beberapa ijazah hizib dan wirid dari gurunya memanjatkan doa dan istighasah bersama masyarakat agar kampungnya terbebas dari segala marabahaya dan kezaliman.
Karena kandungan yang dinilai begitu bermanfaat bagi kehidupan, tidak heran naskah ini masih popular dan digunakan sampai sekarang. Seperti halnya yang dilakuakan oleh bapak Sairun yang masih memiliki naskah salinan Kitab Mujarobat kuno dengan bahasa arab pegon di atas kertas Eropa karya Abdul Rohman bin Aziz Singgapura asal Madiun. Dilihat dari jalur pewarisan, diprediksi naskah itu berumur lebih dari 50 tahun.
Bapak Sairun, pemilik naskah merupakan seorang penduduk yang tinggal di kabupaten Tegal, tepatnya RT 01 RW 04 desa Pesarean, Kecamatan Pagerbarang. Hingga sekarang masih menggunakannya sebagai pegangan dalam memutuskan suatu hal. Naskah tersebut didapatan dari hibah yang diberikan seorang penduduk desa kepada ayahnya.
Menurut inventarisasi dalam skripsinya Umi Ubroh, alumnus Universitas Diponegoro, kondisi naskahnya masih terawat dengan baik, tulisannya masih terbaca dengan jelas. Namun, ada beberapa kata dalam naskah yang tidak terbaca karena kurang jelas penulisannya. Tidak ditemukan adanya lubang ataupun robek pada halamannya, hanya saja terdapat halaman yang hilang yaitu pada halaman 126 dan halaman 127 dari 136 halaman termasuk halaman sampul. Di beberapa halaman terdapat pula coretan pulpen, dan halaman lepas pada akhir halaman
Banyak keunikan dari naskah kuno Mujarobat ini. Salah satunya adalah adanya penjelasan mengenai ramalan. Bahkan ada ramalan terkait kondisi negara. Misalnya keterangan di akhir halaman 135 dan awal 136.
“Lamun ngimpi ngingali pendeta, ulama lan hukama lan fuquha pada mati, alamat rusak agamane kanjeng nabi muhammad SAW ing negara iku”
Jika bermimpi bertemu para pendeta, ulama, hukama dan fuquha wafat, Artinya akan rusak agama Islam di negara itu.
Pesan tersirat dari ramalan tersebut tentu bukan tertuju di kata jika bermimpi, melainkan pada ketika pemuka agama atau orang-orang berilmu sudah tiada. Tentu suatu negara akan hancur tatanan masyarakatnya. Sebab tidak ada lagi yang menebarkan ilmu dan keteladanan.
Melihat pesan tersurat dan tersirat ramalan di atas, tentu sebagian masyarakat Indonesia akan kaget melihat fakta yang telah terjadi saat ini. Pasalnya, akhir-akhir ini banyak kalangan ulama Islam yang sangat berpengaruh pada kemajuan masyarakat telah wafat.
Sebagai contoh, dilansir dari CNN Indonesia, Asosiasi Pesantren Nahdlatul Ulama atau Rabithah Ma’ahid Islamiyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (RMI PBNU) mencatat per 8 Desember 2020 sebanyak 207 ulama pengasuh pondok pesantren telah wafat karena terpapar virus corona (Covid-19).
Dari ramalan yang ada pada naskah kuno Mujarobat serta fenomena yang disebutkan telah terjadi, lalu bagaimana nasib Negara Indonesia ke depan? Wallahu A’lam.