Sebelum saya membaca buku ini, kebetulan ada sepupu, anak bulek saya yang main ke rumah. Tiba-tiba dia ingin diceritakan sesuatu. Biasanya kalau ke rumah, Alifa dan Fadhlan (panggilannya), minta didongengin. Langsung saja saya ambil paket buku Alala kiriman penulisnya langsung.
Ketika saya kasih lihat, “hai dek, kemarin saya dapat kiriman buku nih. Judulnya Kisah Ulama Pendiri Bangsa”, saya tunjukkan. “Sini aku yang buka paketnya!” ujar Alifa. Mereka berdua sangat antusias ketika unboxing buku karya Nabila Munsyarihah ini. Mereka berdua saling berebut paket yang berisi masker, poster, stiker, panduan orang tua, dan buku. “Ini buat aku, yang ini buat aku.”pilih mereka satu-satu.
Buku ini terdiri dari 7 bab dan diceritakan secara berkesinambungan. Dimulai dari kisah Pangeran Diponegoro, lalu Mbah Hasyim Asyari, Mbah Wahab dan Mbah Bisyri, hingga berdirinya Nahdlatul Ulama pada 31 Januari 1926.
Sebagaimana yang tertulis dalam lembar sejarah, bahwa ribuan orang berperang bersama Pangeran Diponegoro pada tahun 1825-1830 untuk melumpuhkan Penjajah Belanda. Para pasukan Diponegoro bergerilya, masuk keluar hutan. Strategi ini tampaknya menyulitkan musuh, karena musuh tidak menguasai medan hutan Jawa yang meyulitkan itu. Hingga memaksa Hendrick van de Kock berpikir keras, mencari cara, mengalahkan laskar Diponegoro tersebut, yaitu dengan cara membangun benteng. (hal-5-7)
Tampaknya apa yang dilakukan oleh Belanda ini cukup berhasil, karena membuat para pasukan Diponegoro semakin terpojok dan kalah. Lalu para murid Diponegoro menyebar ke berbagai pelosok, menjauh dari tembok benteng Belanda. Salah satunya Kiai Abdussalam. Kakek dari KH. Hasyim Asy’ari ini memilih Dusun Gedang-Jombang sebagai tempat persembunyian, sekaligus melanjutkan dakwahnya, dengan mendirikan pesantren.
Pada titik ini, pembaca diajak untuk menyelami bahwa perjuangan para ulama pendiri bangsa sangat berat sekali. Tekanan dari penjajah, yang taruhannya adalah nyawa. Namun mereka tetap teguh meraih kemerdekaan. Dan sepertinya, para kiai pendiri bangsa mempunyai berbagai amalan khusus supaya menjadi pemberani dan tidak gentar terhadap tekanan musuh.
Pernah suatu ketika Kiai Abdussalam dicari dan dipanggil utusan Belanda. Kurir utusan Belanda itu dengan congkak dan lancang berteriak memanggil Kiai Abdussalam. “Hoi, Kiai, keluar! Kau dipanggil Komandan Belanda!”. Kiai Abdussalam lalu membalas dengan ucapan, “Kamu Siapa!” bentak kiai yang menggelegar bak petir, sehingga kurir tersebut terkena serangan jantung. (hal 9).
Keteladanan para kiai juga diulas dengan sangat apik dalam buku ini. Sejak usia muda, Kiai Hasyim sudah sangat haus dengan pendidikan agama. Perjalanan jauh ia tempuh untuk menimba ilmu dengan berjalan kaki, berkelana. Dari satu pesantren ke pesantren lainnya. Berguru kepada Kiai Kholil Bangkalan selesai, dilanjut nyantri ke Kiai Ya’qub Siwalan Panji Sidoarjo, hingga berhaji sekaligus menimba ilmu ke Makkah, mencari sanad keilmuan kepada pakarnya secara langsung.
Dari sini, anak-anak dikenalkan akan keteguhan para ulama pendiri bangsa dalam mencari ilmu dan tabarukan kepada para guru (masyayikh), berkelana ke berbagai tempat, selalu haus akan pengetahuan. Hal tersebut tidak hanya dialami oleh Mbah Hasyim saja, tetapi juga dua santrinya, Mbah Wahab Hasbullah dan Mbah Bisri Syansuri. Mereka melakukan hal yang sama seperti gurunya. Berkelana, menyibukkan diri dengan mengaji kepada ulama-ulama Nusantara, seperti Syekh Khotib Al-Minangkabawi, Syekh Mahfudz Atturmusi, Syekh Bakir Al-Jugjawi, dan lain-lain. (hal. 33)
Pada waktu itu, kehidupan yang dialami oleh para kiai kita ini tidak seperti sekarang, yang serba mudah, serba cepat, bebas, dan dimudahkan dengan tekonologi. Apa yang dialami para ulama zaman dulu, serba sulit dan penuh dengan keterbatasan. Jadi apa yang dilakukannya pada waktu itu emang benar-benar perjuangan. Menjaga ilmu agama dan berjuang untuk kemerdekaan bangsa. Apa yang kita nikmati hari ini adalah buah dari perjuangan dari beliau-beliau semua. Maka sangat wajib hukumnya kita belajar kembali mengenai ajaran, tradisi, dan nilai yang beliau wariskan kepada kita, para cucu dan muridnya.
Tentang Paket Buku Alala Kids
Buku ini memang cocok banget menjadi media pembelajaran anak-anak, mengenalkan sejarah berdirinya Nahdlatul Ulama beserta tokoh-tokohnya, serta menanamkan nilai keaswajaan kepada anak sejak dini. Siapa itu Mbah Hasyim Asy’ari, siapa tokoh yang menciptakan lagu Ya lal Wathon, dan bagaimana dulu Pangeran Diponegoro dalam memberikan semangat juang kepada para kiai dalam melawan Belanda.
Menguji buku Kisah Ulama Pendiri Bangsa ini cocok dan inspiratif untuk dibacakan kepada anak-anak sangatlah mudah. Bacakan ke mereka, apabila ia meminta mengulangi kita untuk kembali membacakan kisahnya, itu tandanya buku ini menarik dan wajib dimiliki. Sepertihalnya dua sepupu saya. Ketika kembali bermain ke tempat saya, mereka meminta saya untuk kembali mengisahkan para ulama pendiri bangsa ini. “Mas Autad, ayo bercerita, ayo bercerita lagi”. ujarnya
Menurut saya, Nabila sangat cerdik dalam memilah bahasa untuk buku ini. Biqodri uqulihim, siapa yang akan disasar, bahasa yang dipakai sesuai dengan kapasitas anak-anak. Mengingat tidak banyak orang yang mampu bercerita, menggunakan ‘bahasa anak-anak’. Ia menggunakan storytelling di tiap babnya, sehingga memudahkan anak-anak mencerna dari tiap-tiap kisahnya.
Penulisnya juga memberikan satu lembar panduan (guideline) untuk orang tua sebelum menceritakan isi buku ini. Dengan guideline itu, orang tua dimudahkan memahami isi buku secara utuh dan mengajak anak untuk aktif-interaktif. Mengenal tokoh-tokoh kunci, organisasi-organisasi atau lembaga penting yang menjadi cikal bakal berdirinya NU, dan anak dikenalkan dengan peta cerita, dengan menempelkan stiker apik.
Gambar dan warna (full colour) dalam buku dan paketnya menjadikan anak semakin tertarik dengan karya kolaborasi antara Nabila sebagai penulis, Fitri anwar sebagai ilustrator, dan Daniel Fahmi sebagai editor. Perpaduan yang sangat keren yang wajib anda miliki, menurut saya. Semoga saja buku ini menjadi jembatan Nabila untuk menghasilkan karya-karya berikutnya untuk anak-anak aswaja. Generasi nahdliyin sangat butuh bacaan seperti ini. Kami tunggu edisi kisah selanjutnya. Selamat, Nabila!
Judul: Kisah Ulama Pendiri Bangsa
Penulis: Nabilah Munsyarihah
Ilustrator: Fitri Anwar
Penerbit: Semesta Kretaif Alala
Cetak: kedua, November, 2020
Tebal: 80 halaman
ISBN: 978-623-94614-0-9
Jangan Lupa juga RMP Sosrokartono
Kakak dr Kartini
Beliau salah satu tokoh bangsa yg mumpuni pada zamannya
Hanya sj blio tdk mau terlihat
Jadi sangat jarang dan minim sekali bahasan ttg Mas Sosro (bgtu panggilannya)
Dan julukan blio dari orang-orang barat adalah Si Jenius dari Timur
Karena Soekarno & WR Soepratman adalah salah dua anak didiknya dalam pengajaran nya yg amat singkat