Mendidik anak supaya menjadi generasi yang berakhlak dan berprestasi tentunya penuh tantangan. Ada beragam strategi, cara, dan tirakat yang dilakukan oleh orang tua maupun para guru. Bila di pesantren, kita biasa mengenal dengan istilah mujahadah, melafalkan bacaan dzikir tertentu, shalat malam, dan tirakat-tirakat yang lain seperti puasa.
Ihwal itu dilakukan oleh orang tua maupun para murabbi ruh tiada lain supaya para santri mudah untuk diarahkan, mempunyai jiwa yang lembut, dan patuh terhadap gurunya, sehingga ilmu yang didapatkan mudah terserap dan bermanfaat. Tidak hanya untuk dirinya, tetapi juga bisa ditularkan ke yang lain.
Hari ini (29/9), saya dan teman-teman Jurnalis dari seluruh Indonesia mendapatkan kesempatan mengunjungi sekolah unik dan berprestasi di Kota Malang, Jawa Timur, salah satunya adalah MAN 2 Kota Malang. Di sesi pembukaan, kami mendapatkan fakta unik dari apa yang dilakukan oleh Kepala MAN 2 Kota Malang, Mohammad Husnan. Dalam mendidik siswa dan melakukan pendekatan kepada para staf dan guru di tempat beliau bekerja, Pak Husnan menggunakan pendekatan musik.
“Jadi di sekolah ini ada kebiasaan jika para guru-guru ingin meminta tanda tangan kepada saya, harus menyanyi, tidak boleh kalau tidak menyanyi. Siswa ingin meminta tanda tangan proposal, juga harus nyanyi.”tandasnya.
Beliau lalu menunjukkan beberapa video rekaman disaat bernyanyi bersama para guru dan siswa. Dipetiklah gitar kesayangannya, lalu berdendang bersama.
Menurut saya, ini unik sekali!
“Mulai orang yang ndak bisa nyanyi, jadi bisa nyanyi itu!”
Lalu disambut tertawa kagum oleh para hadirin.
“Saya lebih banyak menggunakan pendekatan hati dalam mendidik, anak-anak lebih care kepada kita.”ujarnya.
Di penghujung acara tour media ke sekolah Jalan Bandung Kota Malang, kami kemudian diajak bernyanyi bersama-sama, ditariklah lagu “Kemesraan ini janganlah cepat berlalu..”.
Musik sebagai Washilah
Dalam khazanah keislaman, musik bisa menjadi media (washilah) untuk mendekatkan diri kepada Yang Maha Kuasa di satu sisi. Karena dengan musik, seseorang bisa terhanyut—dalam istilah Imam Ghazali dinamakan dengan wajd (ekstasi). Namun di sisi lain, bagi madzhab yang mengharamkan musik ataupun lagu, menyatakan sebaliknya, bisa lupa diri, lalai (lahw), bahkan bisa menyebabkan madharat (keburukan).
Sudah banyak tulisan di laman Alif.id yang mengulasnya. Bila ingin membaca secara khusus tentang sejarah musik dan kesenian Islam bisa membaca tulisan Alwi Jamalulel Ubab, karena beberapa kali kami jadikan Sajian Khusus secara lengkap dan komprehensif.
Kembali ke awal, sebagaimana yang dilakukan oleh Pak Husnan, yang menggunakan pendekatan musik untuk menyentuh dan mengarahkan anak didiknya, menurut saya, ihwal ini juga bisa dilakukan oleh siapapun. Dengan musik, seseorang lebih nyaman, care, dan membuka diri.
Dan, musik sendiri adalah media dakwah yang paling efektif untuk melakukan pendekatan kepada orang-orang awam, sebagaimana yang dilakukan para Walisongo dahulu kala, dan juga para ulama zaman sekarang. Contohnya adalah Habib Syekh bin Abdul Qodir dengan sholawatannya.
Bahkan, banyak kitab-kitab di pesantren yang digubah menggunakan syair-syair yang indah, untuk menarik para siswa supaya semangat dalam belajar, seperti bait Alfiyah Ibnu Malik, nadzaman Alala, Imrithi, dan lain-lain.
Dus, mari terus berdendang Pak Kepala, semoga kita bisa bertemu kembali untuk bernyanyi bersama.