- Selain ibadah, Ramadan identik dengan pendidikan. Bicara tentang pendidikan di Indonesia, pesantren tidak bisa dilepaskan. Bahkan banyak yang menyebut bahwa pesantren adalah lembaga pendidikan tertua di negeri ini.
Di bulan suci ini pula, tayangan televisi banyak mengulas tentang seluk beluk pesantren. Begitu pula media masa maupun elektronik. Sehingga pesantren menjadi sorotan utama di samping tradisi-tradisi lain yang berkembang di Indonesia.
Berikut ini, penulis akan sedikit memaparkan lima hal yang ternyata hanya bisa di pesantren. Ditulis berdasarkan pengalaman pribadi penulis:
Pertama, Kasih Sayang Kiai
Jika di rumah seorang anak hanya mendapat kasih sayang orangtua saja maka di pesantren para santri akan mendapat kasih sayang dan didikan dari para guru dan kiai. Betapa tidak, sejak subuh mereka sudah dibangunkan untuk beraktivitas. Mulai bersih-bersih, Salat Subuh berjamaah, berdoa, dan berolahraga.
Jika seorang santri melanggar aturan, mereka akan diganjar oleh kiai dengan takzir atau hukuman. Ganjaran itu biasanya akan membentuk mental dan karakter lebih baik.
Terkadang disuruh membaca 1 juz Alquran dengan berdiri, disuruh menyapu halaman seluruh pondok, menguras kamar mandi, shalat di shaff awal selama sebulan penuh, dan lain-lain.
Tak sampai di situ, kasih sayang kiai juga terlontarkan kepada para santri ketika terlelap tidur. Saat malam sunyi menyelimuti, kiai bangun untuk Salat Tahajud dan mendoakan seluruh santrinya. Bahkan, sampai si santri menjadi alumni pun doa beliau tak akan putus.
Kedua, Shahabat Sepanjang Masa
Orang yang pernah menempuh pendidikan di pesantren pasti ia akan punya banyak sahabat. Berbeda dengan yang hanya menempuh pendidikan di dunia formal, mereka hanya saling kenal sebatas wilayahnya saja dan sekadar teman bukan sahabat erat.
Bagaimana tidak, para santri akan berinteraksi satu sama lain selama 24 jam full. Mereka akan makan bersama, mencuci bersama, berolahraga bersama, belajar bersama, sampai tidur pun bersama. Alhasil, suka dan duka mereka alami bersama.
Di samping itu, para santri berasal dari berbagai wilayah di Indonesia. Mereka memiliki budaya, bahasa, serta bentuk fisik yang heterogen sehingga rasa ingin berkenalan dan bersahabat erat akan semakin terjalin. Maka tak heran, kerika mereka sudah keluar pesantren hubungan persahabatan terus berlanjut. Tak sedikit pula yang kemudian bertemu di dunia karier, bahkan membuat sebuah jejaring atau organisasi alumni.
Ketiga, Berpotensi Jadi Multitalenta
KH Abdul Wahid Hasyim pernah berkata, “Alumnus pesantren tak harus semuanya menjadi ahli agama”. Artinya, para santri mampu menjadi apa saja dan berkiprah di mana saja. Hal ini tak lain karena di dalam pesantren mereka digembleng banyak disiplin keilmuan, baik teori maupun praktik.
Bagi yang menyukai ilmu eksakta mereka akan bertemu dengan komunitasnya, begitu juga mereka yang menyukai dunia seni, musik, sastra, beladiri, dst. Tak perlu ditanya tentang kemampuan mereka membaca Alquran, memahami kitab kuning, berdialog bahasa Arab, dan berpidato, itu adalah lauk-pauk sehari-hari mereka.
Tak heran, di tingkat nasional di berbagai bidang maupun institusi negeri atau swasta banyak tokoh yang lahir dari bilik pesantren.
Keempat, Insan Berakhlak Mulia
Pernah mendengar pesantren terlibat aksi tawuran? Atau para santri terjerat kriminal? Pasti tidak. Jika iya, hal itu sangat jarang bahkan langka dari jumlah pesantren dan santri yang ratusan ribu.
Ya, di pesantren para santri ditekankan adab, akhlak atau sopan santun. Baik untuk dirinya sendiri, maupun kepada orang lain terlebih kepada yang usianya lebih tua.
Bahkan, di pesantren mereka juga dikenalkan dengan ilmu tasawuf yakni adab atau tatakrama seorang hamba kepada Tuhannya dalam beribadah dan kehidupan sehari-hari.
Kelima, Genealogi Keilmuan yang Jelas
Ini adalah satu hal yang menjadi pembeda antara pesantren dan lembaga pendidikan Islam yang lainnya. Yaitu adanya sanad atau mata rantai guru dan murid sebagai satu kesatuan genealogi keilmuan yang jelas.
Seorang santri akan menerima ijazah sanad tersebut setelah mereka berhasil mengkhatamkan sebuah kitab yang dikaji.
Semisal mempelajari Kitab Shahih Bukhari, mereka akan menerima keterangan bahwa sang guru belajar dari gurunya dari guru selanjutnya hingga sampai sang pengarang kitab bahkan Rasulullah SAW.
Jadi tak perlu khawatir, santri-santri pesantren tak akan menyebarkan faham sesat, atau terlarang. Mereka memiliki banyak bekal, salah satunya mata rantai tersebut. Kalaupun ada yang sedikit menyinpang, mereka akan segera sadar dan kembali ke khitahnya.
Di luar lima hal di atas, masih banyak lagi. Semoga itu sedikit mewakili. Salam nyantren!