Kita semua kembali berduka. Adalah seorang karturnis, penyair, penulis, dan public speaker di berbagai seminar, diskusi, dan menjadi host untuk acaranya sendiri, baik di radio, yutub, maupun televisi.
Tidak ada tanda-tanda sakit, apalagi gejala yang serius. Bahkan dua hari yang lalu ia masih asyik ngaji Zaman Edan Serat Kalatidha yang baru saja memasuki bait ke-3. Kabarnya, ia terkena serangan jantung. Nyawa tak bisa diselamatkan saat dibawa menuju rumah sakit.
Lima hari yang lalu, Saya-pun masih asyik mendengarkan humor sufi bersama Gus Candra Malik. Bintang tamunya Kang Dicky adalah guru utama sekaligus pendiri Lembaga Seni Bela Diri Hikmatul Iman Indonesia.
Supriyanto atau lebih dikenal Prie Gs. Usianya baru 56 tahun. Saya biasa memanggilnya “Pakde Prie”. Karena usianya masih seumuran orang tua saya. Dan belum kelihatan usia lanjut. Ia masih produktif dengan tulisan, dan saat ini merambah ke dunia Youtube bersama Gus Can.
Saya bertemu Pakde Prie disaat muktamar santri Jakarta 2019. Ia mengisi satu panggung bersama Gus Can, Mas Menteri Agama Lukman Hakim Periode 2014-2019. Ia menghimbur seluruh santri di pondok pesantren Assidiqiyah dan seluruh muktamirin pada saat itu.
Gayanya sangat humble, dia budayawan multitalenta. Bisa memposisikan siapa diundang dan pendengarnya siapa. Saat bersama Mas Menteri Agama Lukman Hakim. Tak senggan ia melucu bersama, guyonan-guyonan pesantren menjadi bumbu kemesraan di dalam pangung.
Ia merupakan putra daerah Kaliwunggu, Kendal, Jawa Tengah. Sejak tahun 1970an ia aktif membuat kartun. Mungkin lingkungan terbawa untuk menceburkan diri dalam dunia kreativitas menggambar itu. Pada masa itu ia pun mengirim karya-karyanya ke berbagai media massa. Namun kemudian hari, dia belajar khusus kepada kartunis kawakan harian umum kompas, G.M Sudarta.
Pakde Prie GS merupakan alumni pendidikan di jurusan seni musik, Fakultas Pendidikan Bahasa dan Seni IKIP Semarang,– sekarang Universitas Negeri Semarang.
Kemampuannya semakin terasah, hingga mengantarkan ia menjadi wartawan di harian umum Suara Merdeka. Wartawan yang dikarunia talenta seni. Ia lebih banyak memegang rubrik-rubrik bermuatan kesenian, sembari secara rutin dia menggambar kartun setiap hari Minggu di surat kabar itu. Atas keuletan itu, Pakde Prie diberikan kepercayaan untuk memimpin majalah Cempaka.
Pilihan terjun di dunia kartun bukan tanpa alasan. Sebagai mahasiswa jurusan seni musik, dia pernah memperdalam piano dan gitar klasik, tapi baginya musik bukan jalan hidupnya. Hingga akhirnya ia memilih menjadi seorang Karturnis
Pries GS juga menggelar pameran kartun di Tokyo, Jepang atas undangan The Japan Foundation. Ia menimba ilmu terutama mempunyai kesempatan berdiskusi dalam satu meja dengan para komikus dan animator di negeri Sakura itu.
Pakde Prie juga pernah menjajal kemampuanya sebagai aktor dengan bergabung di teater Dgime Semarang saat menggarap repertoar Umang-umang atawa Orkes Madiun karya Arifin C. Noer memerankan sebagai seniman.
Saat itu kawan lain menukung di antaranya Jodhi Yudono, Timur Sinar Suprabhana, Eko Tunas dan Jushua Igho. Di Teater Lingkar, Prie lebih banyak menulis skenario drama. Sedangkan di Teater Aktor Studio Pakde Prie bersama Joshua Igho menjadi ilustrator musik untuk reporter jembatan mberok.
Keuletan, keistiqomahan, dan kerja kerasnya membawa Pakde Prie bertambah jam terbang. Ia semakin dikenal di publik. Maka banyak diundang sebagai pembicara, motivator, dan pengasuh acara-acara bertemakan budaya.
Pengalamannya mengolah rasa adalah modal yang menjadikannya terus diminta banyak orang. Kini, di zaman digitalisasi duet bersama budayawan Gus Can dalam program Humor Sufi.
Guyonan bernafas kritik-kritik sosial itu terus dilontarkan. Pembicara apapun entah itu ulama, politisi, atlet, budayawan mereka nyaman dan menikmati dalam program itu. Soal karya, tidak terhitung karya-karya baik dalam bentuk puisi, cerpen, kolom, kartun, maupun buku-buku humor. Itu menjadi karya abadinya yang akan dikenang oleh semua orang.
Di penghujung tutup usia, Pakde Prie tetap mengedukasi kita semuanya. Ia mengajarkan serat-serat Kalatidha karya R.Ng Ranggawarsita.
Isi bait saat terakhir: “Zaman memang sedang murah dan penuh fitnah. Tapi jangan sedih, itulah justru saat yang baik untuk waspada dan menguatkan hati.” Mungkin ini wasiat terakhir bangsa ini atau kepada semua orang.
Selamat Jalan Pakde Prie. Karya-mu pasti akan dikenang oleh semua orang. Lahulfaatihah..