Sedang Membaca
Obituari: Menapaktilasi Kehidupan Kiai Fu’ad Mun’im Djazuli
Akhmad Taqiyuddin
Penulis Kolom

Nama lengkapnya Akhmad Taqiyuddin Mawardi. Lahir di Surabaya, 13 September 1988. Pendidik di Pesantren Bahrul Ulum Tambakberas Jombang. Mesantren di Pesantren Tambakberas Jombang dan Pesantren Ploso Kediri

Obituari: Menapaktilasi Kehidupan Kiai Fu’ad Mun’im Djazuli

Fb Img 1602898027478

Banyak yang mengatakan, bahwa beliau adalah putra yang paling mirip dengan Ayahandanya, Kiai Ahmad Djazuli Usman. Ayah Kiai Fu’ad adalah pendiri Pesantren Al Falah Ploso Mojo Kediri.

Selain kemiripan fisik, Kiai Fu’ad juga meneruskan pengajian kitab Fathul Qorib, yang dibaca setiap ba’da sholat Asar. Entah apa rahasianya, mengapa Pengajian kitab Fathul Qorib banyak dibaca sebakda solat Asar. Kiai Adlan Ali di Pesantren Tebuireng pun, membacakan kitab ini sebakda Asar. Pesantren Ploso memang memboyong segala sistem salafiyah pesantren Tebuireng, sebelum tahun 1926. Termasuk sistem madrosah dan kelompok musyawarah, Roudlotuth Tholabah.

Oleh santri Ploso, Kiai Fuad akrab disapa Yai Fu’. Kiai Fu’ad adalah putra ke empat Mbah Yai Djazuli dan Mbah Nyai Rodliyah. Sebenarnya Kiai Djazuli punya banyak putra, namun wafat saat masih Bayi. Putra Kiai Djazuli yang hidup hingga dewasa sebanyak enam putra. Merekalah yang meneruskan tongkat estafet melestarikan Pesantren Al Falah.

Keistiqomahan Kiai Fu’ad mengaji Kitab Fathul Qorib menjadi inspirasi bagi santri dan alumni. Kiai Fuad berpuluh tahun mengajar kitab fiqh ini. Tidak tebal memang. Namun pondasi fiqh yang kuat, perlu dimiliki oleh para santri. Agar berpegang teguh pada aturan syari’at Islam.

Dalam satu tahun, dipastikan kiai Fuad mengkhatamkan kitab Fathul Qorib. Sekali di luar Romadlon, dan sekali kala mengaji 15 hari di bulan Romadlon.

Penulis mengikuti pengajian Kiai Fu’ad mulai tahun 2003 hingga tahun 2006. Setiap ba’da Asar, Kiai Fuad selalu mengaji, membersamai ribuan santri. Mengendarai mobil Honda Stream maupun kijang Innova. Keduanya berwarna biru. Berhenti mobil yang disopiri santri itu. Parkir di pintu selatan pesantren Al Falah. Samping komplek Hasanuddin. Entah mengapa mobil kiai Fuad banyak yang berwarna biru. Bila tidak hanya kebetulan, penyuka warna biru kebanyakan adalah orang yang perhatian dan peka terhadap hal-hal kecil secara detail.

Baca juga:  Gus Sholah dan Literasi Pesantren Tebuireng

Langkah tegap Kiai Fu’ad, berjalan di tengah para santri yang menunduk ta’dlim, pastilah terpatri dalam memori semua santri Ploso. Dalam keadaan hujan deras sekalipun, kiai Fu’ad tetap rawuh. Dengan dipayungi santri. Langsung bergegas meniti titian, dan duduk di teras masjid. Menghadap kiblat, sementara para santri mengelilingi beliau.

Sebakda jama’ah Asar, para santri yang mengikuti pengajian kitab Sohih Al Bukhori yang dibacakan Yai Huda, bergegas menuju pendopo. Ndalem kasepuhan pesantren Al Falah. Sementara yang mengaji kitab Fathul Qorib, telah siap menunggu kehadiran kiai Fu’ad. Santri yang bertugas membawakan kitab dan mengecek kesiapan mic dan kipas angin, telah hadir terlebih dahulu. Semua berusaha mendekat. Mencari tempat terdekat dengan kiai Fu’ad. Bagai orang dahaga mendekati telaga. Ya, memang kiai Fuad adalah Salah satu oase ilmu di pesantren Al Falah.

Sesekali ku mencuri pandang kala Kiai Fu’af menberi makna kitab. Melihat wajah ulama’ merupakan kebahagiaan yang besar bagi seorang santri. Berada pada jarak terdekat, dengan tetap menjaga diri. Agar terap ta’dlim pada Kiai.

Suara kiai Fu’ad memang tegas. Pernah disela pengajian, beliau menyatakan, agar para santri bersikap tegas. Termasuk dalam bersuara. Karena orang yang salah tapi tegas, akan lebih dipercaya daripada orang yang benar namun tidak tegas.

Baca juga:  Mengenang Keteladanan Gus Sholah

Kiai Fu’ad memang murah senyum. Selalu menjelaskan ta’bir/teks kitab dengan senyum mengembang. Kiai Fu’ad senang berbaju batik. Dengan serban yang selalu dibawa.

Kiai Fu’ad menjelaskan kitab Fathul Qorib dengan membawa kitab hasyiah Al Bajuri. Setiap ada isim isyaroh atau rujuk dalam kitab taqrib, senantiasa diartikan berbahasa arab dengan redaksi dari kitab karya syaikh Ibrohim Al Bajuri tersebut. Kitab Al Bajuri adalah Syarah/penjabaran atas kitab Fathul Qorib. Sementara Fathul Qorib adalah syara atas kitab Taqrib.

Kiai Fu’ad sering mengucapkan sebuah ungkapan berbahasa arab. Bunyinya “ta’ammaluu wa tadabbaruu yaa ulil albaab”. Ungkapan ini berarti hendaklah kita sebagai insan yang dianugerahi akal oleh Allah, menggunakan akal untuk memikirkan secara mendalam (angen-angen, ta’ammul) dan mampu mengambil pelajaran dari setiap peristiwa. Ta’ammul dan tadabbur penting dalam memahami teks kitab, maupun memahami fenomena kehidupan sehari-hari.

Kiai Fu’ad memang jarang tampil di podium, memberi sambutan ataupun berpidato. Yang sering memberikan sambutan adalah kakak pertama dan kakak keduanya, yaitu Kiai Din dan Kiai Dah. Kekompakan dan kerukunan keluarga pesantren Al Falah memang telah diketahui khalayak. Putra-putri Kiai Djazuli sering mengunjungi satu sama lain. Hadir pada suatu acara pun sering bersama-sama.

Kiai Fu’ad tiap selesai membacakan kitab, sering mengungkapkan “sampun tam Gus…”. Ungkapan yang bermakna, penjelasannya telah purna. Ucapan Gus ini bukan menyapa putra atau cucu Kiai. Namun seluruh santri memang dipanggil Gus oleh Kiai Ploso. Sebuah ungkapan sayang dan perhatian dari sang Kiai.

Baca juga:  In Momeriam Usep Romli HM: Penulis NU Bernafas Panjang

Kiai Fu’ad tercatat pernah mengampu kitab yang besar dan tebal-tebal. Pilihan mengistiqomahi Fathul Qorib bisa dimaknai keteguhan beliau untuk memberi pondasi yang kuat terhadap para santri, akan pemahaman dasar Fiqih. Pesantren Ploso sendiri terkenal dengan kajiannya yang mendalam akan literatur Fiqh madzhab Syafi’i. Mulai musyawarah kitab Fathul Qorib, Fathul Mu’in hingga Fathul Wahhab.

Kiai Fu’ad mengaji Fathul Qorib hingga khatam selama 15 hari pertana bulan Romadlon. Di tengah terik matahari selepas Dzuhur. Dalam keadaan berpuasa pula. Dan yang selalu dinantikan para santri, adalah kupon buka bersama bagi para santri selepas khataman Fathul Qorib.

Kiai Fu’ad, dan juga kiai Ploso yang lain, memiliki pemahaman yang mendalam akan literatur turots / kitab kuning. Cuplikan kalimat panjang berbahasa arab, nukilan syi’ir, banyak terucap dari lisan beliau yang mulia. Hasil dari kesungguhan belajar dan keseriusan muthola’ah. Keramahannya terhadap santri, keseriusannya membersamai para santri mengaji, menjadi keteladanan nyata bagi santri dan alumni ma’hadil Falah.

Kiai Fu’ad telah dipanggil Allah. Pukul 03.00 dinihari hari ini. Beliau merintis pesantren Nurul Falah. bagian dari pesantren Al Falah. Satu per satu Kiai dipanggil Allah. Mautul Aaliim mushiibatun laa tujbaru. Mautul aalim, mautul alam.

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
3
Ingin Tahu
0
Senang
0
Terhibur
0
Terinspirasi
2
Terkejut
0
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top