Sedang Membaca
Mengkaji Dalil Nasionalisme dalam Kitab “Al-Muqtathafat li Ahlil Bidayah”

Mahasiswa Pascasarjana UIN Maliki Malang, dan Santri Pondok Pesantren Sabilurrosyad, Gasek Kota Malang.

Mengkaji Dalil Nasionalisme dalam Kitab “Al-Muqtathafat li Ahlil Bidayah”

Whatsapp Image 2020 10 20 At 09.59.17

Di tengah banyaknya permasalahan dan konflik yang melanda negera ini, ada sebagian golongan yang mengatakan bahwa nasionalisme itu tidak ada dalam islam. Konsep nasionalisme merupakan produk barat yang tidak pantas dijadikan pegangan di negara yang mayoritas penduduknya beragama islam. Pendapat-pendapat seperti inilah yang mulai memudarkan jiwa nasionalime bangsa ini. Oleh karena itu, penulis akan menjawab hal tersebut dengan mengkaji dalil-dalil nasionalisme dalam kitab Al-Muqtathafat li Ahlil Bidayah Karya KH. Marzuqi Mustamar.

Kecintaan terhadap bangsa atau yang sering kita sebut dengan nasionalisme sesungguhnya telah ada dalam al-Qur’an. Seperti halnya digambarkan pada kisah Nabi Ibrahim yang terlukiskan dengan indah dalam QS. Al-Baqarah: 126:

وَ إِذْ قَالَ إِبْرَهِيْمُ رَبِّ اجْعَلْ هَذَا بَلَدًا أَمِنًا وَارْزُقْ أَهْلَهُ مِنَ الثَّمَرَاتِ مَنْ أَمَنَ مِنْهُمْ بِاللهِ وَ الْيَوْمِ الأَخِيْرِ …

“Dan (ingatlah), ketika Ibrahim berdoa: “Ya Tuhanku, jadikanlah negeri ini, negeri yang aman sentosa, dan berikanlah rezki dari buah-buahan kepada penduduknya yang beriman diantara mereka kepada Allah dan hari kemudian”.

Ayat ini menceritakan tentang kecintaan Nabi Ibrahim terhadap tanah airnya yaitu Negeri Makkah. Sehingga beliau berdo’a kepada Allah SWT, supaya negerinya menjadi aman sentosa, penduduknya diberikan rizki serta keimanan kepada Allah dan hari akhir.

Selain itu, dalam kitab Musnad Al-Harist (Hal, 460) dijelaskan ketika Nabi hendak berhijrah ke Madinah, sambil menatap Kota Makkah beliau berkata: “Sungguh aku diusir darimu (Makkah). Aku tahu bahwa engkau adalah negara yang paling dicintai dan dimuliakan oleh Allah. Andai pendudukmu (Kaum Kafir Quraisy) tidak mengusirku darimu, maka aku takkan meninggalkanmu (Makkah)”. Sesampainya di Negeri Madinah lalu Nabi Berdo’a. Yang mana do’a ini tergambarkan dalam Kitab Shohih Al-Bukhori, Hal 161.

Baca juga:  Balitbang Agama Jakarta Berhasil Digitilasiasi 42 Naskah Kuno Lampung

قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اللَّهُمَّ حَبِّبْ إِلَيْنَا الْمَدِيْنةَ كَحُبِّنَا مَكَّةَ أَوْ أَشَدَّ.

“Ya Allah, jadikanlah kami mencintai madinah seperti cinta kami kepada makkah, atau melebihi cinta kami pada makkah”.

Dari cerita Nabi Ibrahim as. dan Nabi Muhammad Saw. yang diabadikan dalam Al-Qur’an maupun Al-Hadist di atas, merupakan dalil bahwa konsep nasionalisme atau kecintaan terhadap negara atau tanah air itu ada dalam islam, bahkan dicontohkan oleh Nabi kita terdahulu. Hal ini juga menjadi jawaban atas sebagian golongan yang mengatakan bahwa nasionalisme itu tidak ada dalam islam.

Lebih lanjut, KH. Marzuki Mustamar menyatakan dalam kitab Al-Muqtathafat li Ahlil Bidayah sebagai berikut:

نَحْنُ حَقًا وُلِدْنَا وَعِشْنَا وَنَعْبُدُ رَبَّنَا وَنُجَاهِدُ وَنَتَعَلَّمُ وَنُعَلِّمُ فِي دَوْلَتِنَا إِنْدُوْنِيْسِيَّا.

“Sungguh kita dilahirkan, hidup, beribadah, berjuang, belajar dan mengajar di Negara Indonesia”.

Dalil ini menunjukkan bahwa Negara Indonesia merupakan tempat dimana kita dilahirkan, hidup, dan berjuang sampai akhir hayat nanti. Oleh karena itu, membela dan menjaga keutuhan bangsa ini merupakan tugas kita bersama, bukan hanya tugas pemerintah saja.

لاَيَجُوْزُ تَرْكُ الْمُحَقَّقْ لِأَجْلِ الْمَوْهُوْمِ

“Tidak boleh meninggalkan sesuatu yang sudah jelas atau nyata maslahahnya, demi menggantikan dengan sesuatu yang belum tentu ada maslahahnya”.

Maksudnya disini Kyai Marzuki ingin menegaskan bahwa sudah 75 tahun negeri ini merdeka dengan 4 pilar kebangsaannya, yaitu: Pancasila, UUD 1945, Bhineka Tunggal Ika, dan NKRI. Dan 4 pilar kebangsaan ini sudah terbukti berhasil mempersatukan bangsa Indonesia sampai saat ini. Oleh karena itu, ketika ada ideologi transnasional yang mulai menjalar ke negeri ini, jangan serta merta ingin menggantinya dengan ideologi yang belum tentu cocok ketika diterapkan di negera yang sangat plural seperti Indonesia. Karena ideologi suatu bangsa itu harus sesuai dengan nilai-nilai bangsa itu sendiri. Seperti halnya yang diucapkan oleh Imam Al-Mawardi dalam bukunya Al-Ahkam al-Shulthoniyah, siyasatul ummah mabniyatun ‘ala ‘aqidatiha; bahwa politik kebangsaan haruslah dibangun di atas nilai-nilai dasar bangsa itu sendiri.

Baca juga:  Mengkaji Akidah dalam Kitab Jami’ Jawami’ al-Musnafat Karya Ismail ibn ‘Abd al-Muthallib al-Asyi Aceh  

تَحْقِيْقُ الْوَحْدَةِ وَالْإِتِّحَادِ كَأَبْنَاء وَطَن وَاحِد مَهْمَا اخْتَلَفَتْ أَجْنَاسُهُمْ, وَقَبَائِلُهُمْ وَأَخْزَابُهُمْ وَأَدْيَانُهُمْ

“Mewujudkan persatuan dan kesatuan layaknya anak negeri yang bersatu padu, walaupun berbeda ras, suku, golongan, dan agama”.

Imam Ali ra. pernah berkata bahwa: walapun kita tidak saudara se-iman, tapi kita adalah saudara kemanusian. Artinya semua makhluk ciptaan Allah di muka bumi ini merupakan saudara. Jadi, apapun golongan, ras, suku, bahkan agama wajib hukumnya dalam menjaga persatuan dan kesatuan bangsa.

تَحْقِيْقُ الرَّخَاءِ وَالْعَدَالَةِ الْإِقْتِصَادِيَة وَالسِّيَاسية, وَالْتَرْبَوِيَةِ ولإِجْتِمَاعية, وَاسْتِوَاءِ الجمْعِ أَمَامَ الحكْمِ

“Mewujudkan kesejahteraan dan keadilan ekonomi, politik, sosial, serta kesetaraan seluruh warga Indonesia di mata Hukum”.

الْإِدْرَاكُ وَالوَعْيُ من الْجَمِيْعِ أَنَّ حِمَايَةَ الْدَوْلَةِ وَأَمْنَهَا ذَاتُ أَهَمِّيَةٍ بَالِغَةٍ.

“Semua harus menyadari bahwa menjaga stabilitas keamanan negara merupakan sesuatu hal yang sangat penting sekali”.

 

الْحَذَرُ الدائمُ مِن كُلِّ مَا يُهَدِّدُ كِيَانَ الْدَوْلَةِ مِنَ الْأَفْكَارِ والحركاتِ والأراءِ الخارِجِيَّةِ التي لاَ تَتَوَافَقُ مَعَ ظُروْفِنا

“Selalu waspada dan berhati-hati terhadap segala sesuatu yang mengancam stabilitas Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), baik dari pemikiran, gerakan, pandangan luar yang tidak sesuai dengan bangsa kita”.

مُحَافَظَةُ مَا فِيْهَا مِنَ الْعَادَاتِ والْعَادَات والتَّقَاليد والثَّقَافَات وَطُرُقُ الحَياةِ

“Melestarikan apapun yang menjadi kebiasaan, tradisi, kebudayaan dan cara kehidupan masyarakat Indonesia”.

Dengan demekian, argument-argument di atas dirasa sangat penting sebagai jawaban terhadap sebagaian golongan yang menyatakan bahwa nasionalisme atau cinta tanah air itu tidak ada dalam islam. Hal ini sebagai upaya membentengi generasi muda bangsa ini dari faham-faham yang menjauhkan dirinya dari kecintaan terhadap negara Indonesia. Wallahu ’alam bisshawab.

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
3
Ingin Tahu
0
Senang
0
Terhibur
0
Terinspirasi
0
Terkejut
0
Scroll To Top