Sedang Membaca
115 Pesantren Suryalaya: Sinarnya hingga Kawasan Asia Tenggara
Asep Salahudin
Penulis Kolom

Kolumnis, tinggal di Bandung

115 Pesantren Suryalaya: Sinarnya hingga Kawasan Asia Tenggara

Whatsapp Image 2020 09 23 At 8.17.58 Am

Pesantren Surylaya yang berlokasi di Tasikmalaya didirikan KH Abdullah Mubarok bin Nur Muhammad (Abah Sepuh) dan dilanjutkan KH A. Shohibul Wafa Tajul Arifin (Abah Anom). Tepat pada 5 September 2020  tiga minggu yang lalu  memperingati hari ulang tahunnya yang ke-115.

Perayaan yang biasannya sangat meriah dengan melibatkan ribuan ikhwan, menyelanggarakan pasar malam satu bulan penuh, pagelaran aneka perlombaan, pentas seni, nanggap wayang, pawai natura, dan lain sebagainya, karena situasi tidak memungkinkan berhubung dengan wabah pandemik covid-19 acara itu tetap dilangsungkan namun dengan jumlah peserta yang dibatasi dan memperhatikan protokol kesehatan tanpa mengurangi nilai-nilai tasyakurnya.

Pesantren yang didirikan awal abad 20 ini minimal bisa dipahami lewat tiga kata kunci. Pertama, Suryalaya; kedua, Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah;  dan ketiga, Kajembaran Rahmaniyah.  

Sebuah Lambang

Suryalaya melambangkan bukan hanya tempat namun juga indeks kultural sekaligus simbol daya rohani; Qadiriyah Naqsyabandiyah berkelindan dengan identitas tarekat mu’tabarah yang menjadi haluan spiritualnya sementara Kajembaran Rahmaniyah yang kemudian diawetkan pada gapura sebelum masuk madrasah menjadi sebuah peneguhan bahwa kesuryalayaan dan ketarekatan diikat pada modus utama keagaman itu sendiri: menebarkan damai kasih bagi seru sekalian alam (rahmatan lil alamin) atau dalam diksi Sunda kajembaran rahmaniyah.

Abah Sepuh dan Abah Anom memiliki peran penting dalam menampilkan paras Islam yang jembar, moderat dan santun. Apa yang disampaikannya tidak dalam tingkat wacana namun menjadi bagian tak terpisahkan dari pengalaman. Antara ortodoksi dan ortopraksi ditarik dalam satu helaan nafas. Ilmu di tangannya   menjadi amal dan amal yang dilakoninya diterangi ilmu sebagaimana dalam visinya, “ilmu amaliah amal ilmiah.”

Baca juga:  Sabilus Salikin (117): Tarekat Syadziliyah

Dalam telaah Zamaksyari Dhofier, Suryalaya merupakan bagian dari lima pondok pesantren di Jawa yang menjadi basis penyebaran tarekat. Pesantren Pagentongan di Bogor, Pesantren Suryalaya di Tasikmalaya (keduanya di Jawa Barat), Pesantren Mranggen di Demak (Jawa Tengah), Pesantren Rejoso serta Tebuireng di Jombang (Jawa Timur).

Islam dalam balutan tarekat yang dikomunikasikannya adalah Islam sebagai jalan hidup yang jembar. Kajembaran  yang berangkat dari sikap keberagamaan untuk senantiasa menghargai keragaman sebagai fakta sosial yang mensyaratkan pensikapan-pensikapan lapang. Perbedaan dimaknai bukan sebagai sumber konflik tapi sarana untuk memperkaya pengalaman ruhani.

Mereka yang berbeda dalam pemahaman bahkan keyakinan tidak disikapi sebagai lian, namun dipandang dalam semangat persekutuan. Mengingatkan saya pada tafsir Gabriel Marcel, persekutan itu menjadi sempurna dan tuntas manakala  dibangun di atas landasan: aku bertemu engkau  secara pribadi sehingga aku-engkau menjadi kita. 

“Kesempatan-kesempatan dan pertemuan dengan orang lain bukanlah merupakan fakta yang kontingen (jadi yang bersifat ada dan boleh tidak ada) melainkan fakta yang inheren pada cara kita bereksistensi yaitu berada di dunia, hidup di dunia.”  Dalam Ranggeuyan Mutiara tercatat:

Ulah ngewa ka ulama sajaman

Ulah nyalahkeun kana pangajaran batur

Ulah mariksa murid batur

Ulah medal sila upama kapanah

Kudu asih ka jalma nu mikangewa ka maneh

Kajembaran yang menanamkan sikap optimis dalam menjalani kehidupan. Menyerukan keniscayaan merayakan kehidupan dengan riang dan tidak pernah alpa memenuhi hajat batin dan mencukupi kebutuhan lahir. ”Ulah kabaud ku pangwujuk napsu, kagendam ku panggoda syetan, sina awas kana jalan anu matak mengparkeun kana parentah agama jeung nagara sina telik kana diri bisi katarik ku iblis anu nyelipkeun dina bathin urang sarerea.”

Baca juga:  Fikih Kebahagiaan

Sebuah Undangan

Dalam konteks ini sesungguhnya Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah atau TQN Suryalaya mengundang kita  menarik agama kembali pada lajur moderasi yang dijangkarkan pada akar spiritualisme. TQN sebagai etika global bukan hanya berkonstribusi terhadap persoalan keumatan namun juga kemanusiaan.

Visi kejembaran rahmaniyah ini juga kita temukan pada kitab Miftah al-Shudur dan Uqud al-Juman termasuk juga pada tanbih yang menjadi bacaan wajib dalam manakiban dan upacara lainnya. Tak ubahnya Pancasala pada ritus kenagaraan.

Dalam “Tanbih” kejembaran itu  meliputi relasi  agama dan negara, tertib sosial, dan pemuliaan  terhadap multikulturalisme. “Ku lantaran kitu sakabeh murid-murid kudu arapik tilik jeung pamilih, dina nyiar jalan kahadean lahir bathin dunya akherat sangkan ngeunah nyawa betah jasad, ulah jadi kabengkahan anu disuprih “cageur bageur”.

Kehadiran Suryalaya adalah sebuah “tanda” yang berkaitan dengan banyak hal. Terbentang mulai  persoalan ruhaniah, dinamika sosial, politik kebudayaan atau jaringan keikhwanan yang membentang mulai dari Suryalaya sampai Malaysia, dari Tasikmalaya, Surabaya sampai Singapura.

“Tanda” yang tidak hanya bersifat hisroris namun juga  mitologis. Makna di belakangnya tidak hanya diperoleh dengan meminta jawaban namun  boleh jadi dengan terus menerus melakukan renungan, mengajukan pertanyaan, dan lebih penting lagi menjalani penghayatan  spiritual. Atau meminjam Saussure makna itu dilandasi oleh prinsip negative difference, yakni bahwa makna sebuah tanda tidak diperoleh melalui jawaban atas pertanyaan what is it, melainkan melalui penemuan akan what is not.

Selamat ulang tahun yang ke-115. Semoga setiap kita diberi kemampuan meraih elmu sajatining hirup, hurip sajatining rasa, jatining rasa taohid jamaliyah jalaliyah. Sebagaimana dalam  sajak Sunda kuna “Ditilar” karya Abah Sepuh. 

Baca juga:  Milad Gus Mus: Membuntuti Takdirnya sebagai Pelukis

Kauntungan tangtu nangtung/upami rugi geus nepi/Kabeungharan pasti nyebar/mun pakir parantos nyingkir/Caang pasti narawangan/mun poek geus teu ditampik/Sadayana wujud elmu, elmu sajatining hirup/Hurip sajatining rasa, jatining rasa tauhidi/Jamaliyah jalaliyah, hak sadaya mahluk gusti 

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
5
Ingin Tahu
1
Senang
1
Terhibur
0
Terinspirasi
1
Terkejut
1
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top