Sedang Membaca
Islam Berkebudayanan, Doa untuk KH. Maimoen Zubair
Avatar
Penulis Kolom

Abdul Rohman, Santri Pondok Pesantren Budaya Kaliopak, Mahasiswa Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam UIN Sunan kalijaga. Alamat: Pon-pes Kaliopak, Klenggotan, Srimulya, Piyungan, Bantul. IG: Doelrohman45

Islam Berkebudayanan, Doa untuk KH. Maimoen Zubair

Islam berkebudayaan sebenarnya menjadi akar dari bangunan keislaman di Indonesia selama ini, sehingga berhasil menyebarkan nilai-nilai Islam keplosok-plosok negri, sampai akhirnya menciptakan tatanan sosial yang membentuk karakter kebangsaan kita hari ini.

Demikian disampaikan oleh M. Jadul Maula dalam acara Saresehan Budaya dan Peluncuran Buku Islam Berkebudayaan, akar kearifan tradisi, ketatanegaraan, kebangsaan  dan doa rupa memperingati 40 hari wafatnya KH. Maimoen Zubair, di Pendopo Limasan Pesantren Kaliopak, Yogyakarta, beberapa hari lalu.

Dalam buku yang diterbitkan oleh Pondok Pesantren Kaliopak ini, sebenarnya menjadi gambaran perjalanan intelektual Kiai Jadul selama ini. Mulai dari kegelisahanya atas persoalan formalisasi agama, jalannya demokrasi, hingga keutuhan kultur lokal yang ada di Indonesia.

“Buku ini bisa menjadi cermin bagi diri saya sendiri, ketika dulu sering membicarakan tentang HAM yang ternyata tidak bisa menjadi jawaban atas permasalahan sosial yang ada di Indonesia, karena akar sosio historisnya tidak kuat, dari hal itu saya belok arah kemudian mencari sumber-sumber dari para pemikir Arab hingga akhirnya mengkaji keilmuan lokal untuk menemukan bangunan keilmuan terutama tentang manusia,” ujar Kiai Jadul Maula.

Buku ini juga banyak membicarakan bagaimana agama Islam selama ini menjadi basis kearifan tradisi masyarakat di berbagai wilayah di Indonesia. Dalam menceritakan pengalamannya saat di Buton dan Aceh meneliti berbagai tradisi masyarakat di sana, ternyata  sumber utama ajaran Islam bersumber para ahli tasawuf pada abad pertengahan. Sehingga berhasil menciptakan tatanan sosial yang membawa keaifan pada manusia.

Baca juga:  Kisah Ibrahim bin Adham Makan Tanah

Pendekatan budaya inilah yang digunakan oleh para Wali Songo dalam menyebarkan Islam di Nusantara hingga mencapai sukses tanpa ada pertumpahan darah. Dari hal itu iya menyatakan Islam Berkebudayaan sebenarnya bisa menjadi jawaban atas segala problem kebangsaan kita hari ini dengan menemukan bangunan pengetahuan yang selama kita lupakan dan tinggalkan.

Doa Rupa 40 KH Maemun Zubair

Masih dalam satu rangkaian peluncuran buku Islam Berkebudayaan, dan saresehan budaya doa rupa untuk Mbah Moen pembicara pada malam itu Gus Gofur Maemun menyampaikan bahwa sosok KH. Maemun Zubair adalah sesorang yang sangat mencintai bangsanya. Hal ini bisa dilihat dari berbagai pilihan politik beliau saat masih hidup. Terutama ketika beliau menyampaikan bahwa umat Islam yang paling mulia di zaman akhir adalah umat yang memegang iman yang kuat yaitu, Islam Nusantara.

Sementara pembicara lain, Amirul Ulum penulis biografi KH. Maemoen Zubair menyatakan bahwa Mbah Moen adalah sosok yang mencintai budaya terutama budaya Jawa. Sebagai salah satu santri Mbah Moen, ia sering sekali diajak ngobrol terkait bagaimana Wali Songo menyebarkan Islam di tanah Jawa.

Lum, wali songo kui seng asli seko Jowo mung loro Sunan Kalijoga karo Sunan Murio, liane seko tanah arab nangeng semua bisa menghormati tradisine wong Jowo ( Lum, wali sembilan yang asli dari tanah Jawa itu hanya Sunan Kalijaga dan Sunan Muria, yang lainya dari negri Arab, tetapi semua bisa menghormati budaya orang Jawa),” cerita Mbah Moen saat diceritakan ulang oleh Amirul Ulum.

Baca juga:  M Said Budairy, dari Mendirikan PMII hingga Aktivis MUI

Selain itu menurut kesaksian Amirul Ulum Mbah Moen beberapa kali menyuruh putranya untuk menontoo wayang. Dari hal tersebut bisa di lihat bahwa KH. Maemun Zubair sngat mencintai budaya bangsanya.

Sementara di akhir acara setelah sebelumnya mendengarkan berbagai pemaparan dari narasumber pelukis kenamaan Indonesia Nasirun berkolaborasi dengan Jumadil Alfi untuk merekam suasana malam itu di atas kanvas besar yang dilukis bersama-sama. Kedua pelukis itu tampak menumpahkan warna-wana cat tanpa ada ragu dan selesailah lukisan kedua pelukis dengan warna-warna terang dan tajam khas Nasirun.

Tidak hanya kedua tokoh pelukis di atas di sudut-sudut Pondok Kaliopak juga tersebar banyak seniman yang juga sibuk membuat karya. Terlihat Andre Tanama dengan karya cukil dan lukisnya, Purwanto dengan patung tanah liatnya, dan 30 seniman seni rupa lainya yang coba mengenang KH. Maemun Zubair dengan cara mereka.

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
1
Ingin Tahu
0
Senang
1
Terhibur
0
Terinspirasi
0
Terkejut
0
Scroll To Top