Nama Syekh Yasin (1915-1990) harum berkat kegigihannya mengumpulkan sanad-sanad yang menghubungkan langsung antara dirinya dengan penulis kitab-kitab muktabar. Jalur-jalur mata rantai periwayatan kitab-kitab tersebut multi disiplin ilmu, mulai dari hadits, ulumul hadits, tafsir, ulumul qur’an, ushul fiqh, fiqh, balaghah, nahwu, sharf, lughah, tasawuf, hingga tarikh. Maka tidak heran bila beliau dijuluki sebagai “Musnid al-Dunya” ahli sanad Internasional.
Syekh Yasin tumbuh dari keluarga ulama, sejak kecil ia telah menimba ilmu dari ayah dan pamannya sendiri. Ia pernah belajar di Madrasah al-Shaulatiyah, sebuah institusi yang didirikan oleh Shaulah, seorang wanita asal India. Namun karena konflik internal, ia mengundurkan diri dari tempat itu dan bergabung dengan Madrasah Dar al-Ulum, di institusi pendidikan yang baru ini, ia bahkan sempat menduduki jabatan direktur.
Berkat jasa dan karya Syekh Yasin, ada banyak ulama Nusantara menjadi dikenal oleh dunia Islam. Ia dapat disebut sebagai orang pertama yang menyusun rangkain jaringan dan pertalian sanad ulama-ulama Nusantara. Sehingga menjadi hubungan keilmuan yang kokoh antar satu sama lain. Salah satunya sanad-sanad kitab tafsir. Syekh Yasin menerima tujuh buah periwayatan kitab tafsir melalui ulama-ulama Nusantara sampai kepada pengarangnya.
Pertama, sanad tafsir al-Jalalain. Tafsir al-Jalalain menjadi kitab tafsir pertama yang dituliskan silsilah sanadnya oleh Syekh Yasin. Bukan tanpa alasan, tafsir yang ditulis oleh dua orang Jalal, guru dan murid ini memang sangat populer di kalangan ulama Nusantara. Jangan heran, peninggalan manuskrip, dan persebaran tafsir ini seolah dibakukan menjadi kitab wajib di pesantren tradisional.
Uniknya, sanad tafsir al-Jalalain diterima Syekh Yasin melalui lima orang dekatnya. Yaitu, ayahnya sendiri Syekh Muhammad Isa, pamannya Syekh Mahmud Engku Hitam, Syekh Shadaqah al-Medani, Syekh Abd al-Wasi’, dan Syekh Abd al-Karim bin Ahmad Khatib al-Minakabawi, melalui jalur periwayatan kelima orang ini, terhubung dengan Muhammad bin Abd al-Rahman al-‘Alaqi murid al-Suyuthi dan al-Mahalli.
Syekh Yasin juga menerima tafsir al-Jalalain melalui gurunya yang lain, yakni: Muammar bin Sayid Ali al-Habsyi al-Madani, Ahmad bin Abdullah al-Khalalati al-Syami, Ibrahim bin Musa al-Khazami al-Takruri al-Makki, dan Sayid Ali bin Abd al-Rahman al-Habsyi al-Kuwitani. Empat gurunya ini menerima dari Syekh Abd al-Ghani al-Bimawi, hingga sampai kepada Burhan al-Din Ibrahim bin Abi Syarifah, dari imam al-Suyuthi dan al-Mahalli.
Kedua, sanad tafsir Lubab al-Ta’wil wa Ma’ani al-Tanzil atau populer disebut Tafsir al-Khazin. Sanad Tafsir al-Khazin diterima Syekh Yasin melalui Syekh Ahmad bin Abi Bakr Bakhwar al-Syahri dari dua orang ulama Nusantara, Abd al-Ghani al-Bimawi dan Zain al-Din al-Sumbawi. Dua ulama ini menerima dari Nawawi al-Bantani, melalui Abd al-Samad al-Falimbani, melalui Aqib bin Hasan al-Din al-Falimbani, melalui saudaranya Shalih bin Hasan al-Din al-Falimbani, berlanjut terus ke atas hingga sampai kepada pengarang tafsir, ‘Ala al-Din Ali bin Muhammad bin Ibrahim al-Khazin al-Baghdadi.
Ketiga, sanad Tafsir Ma’alim al-Tanzil atau Tafsir al-Baghawi, Syekh Yasin menerimanya dari Sayid Ali bin Ali al-Habsyi al-Madani dan Syekh Abd al-Sattar bin Abd al-Wahhab al-Makki. Sama seperti tafsir Jalalain dan al-Khazin, sanad tafsir ini juga melalui Syekh Nawawi al-Bantani. Hingga sampai ke penulis tafsir Husain bin Mas’ud al-Baghawi al-Syafi’i.
Keempat, sanad Tafsir al-Qur’an al-Azhim, populer dengan nama Tafsir Ibn Katsir diterimanya melalui Syekh Ali bin Abdullah al-Banjari dan Syekh Mukhtar Atharid al-Bughuri dari Zain al-Din al-Sumbawi, dari Nawawi al-Bantani dari Arsyad bin Abd al-Samad al-Banjari al-Martafuri, dari Abd al-Samad al-Falimbani, dari Aqib bin Hasan al-Din al-Falimbani, berlanjut terus sampai kepada pengarang tafsir Ismail bin Katsir al-Dimasyqi. Melalui jalur sanad ini ditemui nama Jalal al-Din al-Suyuthi pengarang tafsir al-Jalalain. Ini mengindikasikan bahwa periwayatan kitab tafsir juga terjadi di kalangan penulis tafsir muktabar.
Kelima, sanad Tafsir Madarik al-Tanzil karya al-Nasafi. Syekh Yasin menerima sanad tafsir al-Nasafi dari dua orang guru, Sayid Ali bin Ali al-Habsyi al-Madani dan Ibrahim bin Musa al-Khazami. Jalur sanad ini juga melalui nama ulama Nusantara lainnya, Abd al-Ghani al-Bimawi, Nawawi al-Bantani, Abd al-Samad al-Falimbani, Aqib al-Falimbani, dan Shalih al-Falimbani.
Keenam, sanad al-Iklil Hasyiyat Madarik al-Tanzil. Tafsir al-Iklil yang dimaksud bukanlah tafsir karya KH. Misbah Mustafa. Tetapi al-Iklil sebuah kitab Hasyiah (penjelasan lanjutan) terhadap kitab tafsir Madarik al-Tanzil karya al-Nasafi. Syekh Yasin menerima kitab al-Iklil ini melalui dua gurunya Abdullah bin Muhammad al-Ghazi al-Makki dan Abd al-Rahman Karim al-Hindi al-Makki. Dua orang tersebut menerima langsung dari pengarang kitab al-Iklil, yakni Abd al-Haq al-Alahabadi al-Makki.
Ketujuh, sanad Tafsir Anwar al-Tanzil karya imam al-Baidhawi. Melalui jalur sanad kitab tafsir ini, ditemukan beberapa nama baru, yang tidak ditemui sebelumnya dalam periwayatan 6 kitab tafsir, seperti nama Syekh Baqir bin Nur al-Jukjawi (Yogyakarta), Ahmad Baidhawi al-Lasemi (Lasem, Rembang, Jawa Tengah), dan Mahfuzh al-Tarmasi (Tremas, Pacitan, Jawa Timur).