Riwayat kisah ini ditemukan di dalam Tafsir al-Azhar karya Buya Hamka, Jilid II, halaman 1162-1163. Hamka memperolehnya secara langsung dari sahabat sekaligus anak kandung Syekh Ahmad Khatib al-Minangkabawi sendiri, bernama Syekh Abdul Hamid al-Khatib.
Alkisah, ketika Ahmad Khatib muda sedang menuntut ilmu di Masjid al-Haram. Ia sering mampir di toko kitab milik Sayid Hamid Kurdi. Ahmad Khatib sering kali membeli kitab-kitab penting di tempat itu. Jika tidak memiliki uang, ia meminta izin kepada pemilik toko untuk membaca kitab-kitab yang tersedia untuk sekedar menuntaskan dan menjawab persoalan pelik yang sedang ia hadapi.
Hamid Kurdi sang pemilik toko, selalu memperhatikan kitab-kitab yang dibaca oleh Ahmad Khatib. Hamid Kurdi telah melihat jiwa seorang ulama besar pada diri Ahmad Khatib. Hingga pada suatu waktu, ia berkesempatan untuk berbincang-bincang dengannya. Hamid Kurdi menanyakan tentang kepada siapa dia belajar? Dari mana asal usulnya? Dan mazhab apa yang dianutnya?
Ahmad Khatib menyebutkan beberapa orang nama gurunya, di antaranya ialah Syekh Ahmad Zaini Dahlan, seorang ulama sekaligus mufti Syafiiyah terkenal di Mekkah. Ia juga menerangkan tentang asal daerahnya, yaitu Koto Gadang, Bukittinggi. Ia dibesarkan dalam keluarga keturunan terpandang secara adat dan agama di Minangkabau.
Setelah perkenalan itu, semakin intimlah hubungan antara pemilik toko kitab dengan konsumennya ini, sehingga Ahmad Khatib diberikan keleluasaan untuk membaca bahkan mengambil kitab mana saja yang ia inginkan. Sebab Hamid Kurdi mengetahui bahwa Ahmad Khatib memiliki cita-cita besar namun memiliki keterbatasan biaya, meski terhitung orang terhormat di kampung halamannya.
Ternyata rasa kagum yang besar itu terus membumbung tinggi. Hamid Kurdi berkeinginan menjodohkan Ahmad Khatib dengan anak perempuannya. Ia terus merayu Ahmad Khatib untuk menerima tawarannya itu. Namun Ahmad Khatib menimpali dengan jujur, bahwa dirinya tidak memiliki kemampuan finansial. Jika meminta kiriman ke kampung halaman belum tentu akan dikirimkan, dan jikapun diberikan tentu baru datang setahun sekali pada musim haji.
Hamid Kurdi menganggap kekhawatiran Ahmad Khatib itu bukan sebuah persoalan besar. Diam-diam ia telah mengatur strategi dengan menyediakan sejumlah uang sebagai maskawin untuk Ahmad Khatib, menantu idamannya.
Di saat Ahmad Khatib galau, Hamid Kurdi mengumpulkan seluruh anggota keluarganya. Di tengah forum keluarga itu Hamid Kurdi menjelaskan bahwa anak perempuannya akan dipinang oleh seorang alim bermazhab Syafi’i bernama Ahmad Khatib dengan maskawin sejumlah 500 riyal. Kompak semua ahli keluarga menyetujui niat baik itu. Setelah acara usai, Hamid Kurdi menyodorkan 500 riyal untuk calon menantunya tersebut secara tersembunyi.
Maka dilangsungkanlah pernikahan dengan menyerahkan maskawin 500 riyal kepada pihak mempelai perempuan di hadapan qadi. Setelah resmi berumah tangga, istri Ahmad Khatib tersebut menyatakan bahwa ia menyerahkan jiwa raganya untuk suaminya yang alim dan saaleh itu. Uang 500 riyal diserahkannya kembali kepada suaminya sebagai bentuk hadiah seorang murid kepada gurunya.
Anak perempuan Hamid Kurdi tersebut sebenarnya tidak mengetahui bahwa uang tersebut merupakan pemberian ayahnya kepada Ahmad Khatib untuk dijadikan maskawin. Sang ayah, Hamid Kurdi juga tidak mengetahui bahwa anaknya menyerahkan kembali uang itu kepada Ahmad Khatib.
Rahasia ini baru terbongkar ketika nama Ahmad Khatib telah harum, sebagai seorang Syekh mazhab Syafi’iyah, menjadi imam dan khatib Masjid al-Haram, pengarang banyak kitab-kitab agama, dan memiliki ratusan murid-murid dari pelosok Nusantara, yang kala itu masih dikenal sebagai orang Jawi. Ketika rahasia ini terbuka, bukan menjadi persoalan tetapi menjadi nikmat yang mereka syukuri.
Jodoh Syekh Ahmad Khatib itu tidak bertahan lama, anak Hamid Kurdi tersebut tutup usia. Namun lagi-lagi Hamid Kurdi menawarkan anak perempuannya yang lain sebagai pengganti. Kali ini Syekh Ahmad Khatib menyetujuinya tanpa ragu dan bukan menggunakan maskawin pemberian. Sebab ia telah menjadi orang kaya di Mekkah dan ulama terkenal di lingkungan Syarif Hijaz.