Sedang Membaca
Nabi Perempuan dalam Islam

Penulis Buku Penjara Perempuan (2020). Tuan Rumah Pondok Filsafat Solo dan alumnus MASTERA ESAI 2019

Nabi Perempuan dalam Islam

Agama Islam amat memuliakan perempuan. Kedudukan perempuan diangkat oleh Islam bahkan ditulis dalam al-Qur’an. Para perempuan yang dimuliakan itu seperti sosok Ibu Musa, Maryam, sampai dengan Ratu Sheba. Bahkan Maryam menjadi salah satu nama surah tersendiri.

Sampai saat ini, persepsi bahwa Islam kurang memuliakan perempuan tidak disebabkan oleh ajaran agamanya. Namun disebabkan oleh budaya, sikap, serta tradisi para pemeluknya. Di dataran Arab dan Timur Tengah, budaya memingit kaum perempuan masih menjadi kebiasaan yang mengemuka. Kaum perempuan dipandang sebagai aib, sebagai dosa, bila mereka keluar menampakkan diri di muka publik. Bahkan pemerintah sendiri di sana memberikan aturan dan larangan kepada kaum perempuan untuk tidak tampil di muka publik.

Shereen El Feki dalam bukunya Sex & Hijab memberi pengisahan menarik mengenai betapa mengerikan tradisi masyarakat di sana meminggirkan perempuan. Nawal El Sadawi adalah seorang feminis yang getol mengkritik melalui karya sastranya mengenai kedudukan, hak, serta peranan perempuan yang teramat terpinggirkan di dunia Arab.

Keadaan perempuan di era jauh setelah nabi justru tidak seperti di masa nabi dahulu. Bila nabi dulu memuliakan kaum perempuan, maka saat ini, masyarakat cenderung merendahkan, meminggirkannya. Melalui penutup pakaian, masyarakat kemudian menutupi perannya, menghilangkan eksistensinya, serta memenjarakannya.

Perempuan masih dianggap sebagai biang dari masalah, aib keluarga, serta sosok yang harus dipingit dan disembunyikan. Fenomena ini tidak terlepas dengan anggapan bahwa sosok Hawa sebagai manusia pendosa yang mengakibatkan manusia keluar dari surga.

Baca juga:  Apa Peran Ulama Perempuan dalam Sejarah Peradaban Islam?

Meski terjadi banyak perlawanan secara sembunyi maupun yang terang-terangan, hal ini belum mampu mengubah dominasi kaum patriarki di dunia Timur Tengah.

Di Indonesia sendiri, wacana pengarusutamaan gender di kalangan organisasi Islam sudah jauh mengalami perkembangan. Di organisasi Muhamadiyah dan Nahdatul Ulama sendiri sudah tidak asing kaum perempuan tampil memimpin organisasi dan memiliki peranan yang cukup masif di ranah sektor publik. Wacana feminisme dan kesetaraan gender sudah mulai menyentuh pada isu dan kebijakan publik.

Di luar organisasi NU dan Muhammadiyah sendiri, kita masih menyayangkan wacana gender dan pengarusutamaannya belum secara masif terpahami di kalangan petinggi, maupun pendakwah. Ada yang masih menganggap tema-tema gender, kesetaraan, hingga wacana feminis cenderung adalah wacana yang cenderung dihindari. Mereka lebih sering memberikan dalil Qur’an maupun Hadist untuk memberikan peringatan bahwa laki-laki kedudukannya lebih tinggi. Mereka pun akhirnya menyimpulkan bahwa kaum perempuan posisi dan kedudukannya tetaplah menjadi makhluk kedua, sekunder. Itulah mengapa kaum perempuan tidak ada yang menjadi nabi. Alasan perempuan tidak ada yang menjadi nabi ini kemudian dianggap sebagai dalih bahwa peminggiran kaum perempuan dan urusan kesetaraan dianggap sudah usai.

Wacana kenabian laki-laki kemudian dijadikan dalih untuk memberikan stereotip kepada kaum perempuan bahwa mereka makhluk lemah, tidak mendapati kepercayaan atau mandat dari Tuhan, hingga membuat para patriarkal dengan mudah memperlakukan istri, serta kaum perempuan semena-mena.

Baca juga:  Perempuan dalam Perspektif Islam dan Psikoanalisis (4): Lelaki Feminin dan Perempuan Maskulin

Padahal Islam sendiri sudah memberikan contoh nyata betapa Tuhan amat sangat adil dalam memperlakukan laki-laki maupun perempuan. Kaum perempuan sendiri sebenarnya diberi kedudukan yang tinggi pula sehingga Allah sendiri bahkan yang bercakap-cakap secara langsung layaknya bercakap kepada nabinya.

Syekh Muhamad Rasyid Ridha dalam bukunya Wahyu Ilahi Kepada Muhammad (1983) menerangkan kata nabi secara bahasa. Nabi berasal dari kata Nubuwwah, yaitu Ar-Rif’ah, dan Asy-Syaraf, yang berarti keagungan dan kemuliaan. Dalam bahasa Ibrani kuno, diartikan sebagai :Yang berbicara tentang perkara keagamaan dengan suara keras. Sedangkan secara umum kita menerima pemahaman bahwa nabi adalah yang menerima wahyu dari Allah.

Amina Wadud Muhsin secara lebih terang dalam bukunya berjudul Wanita di dalam Al-qur’an (1994) memberikan gambaran tokoh-tokoh perempuan yang dipercaya Tuhan sebagai nabi. Mereka adalah Ibu Musa, Maryam, Balqis, dan Ratu Sheba. Maryam sendiri di kalangan kaum sufi memiliki kedudukan tertinggi karena kedekatannya dengan Tuhan dalam ketaatan dan melahirkan nabi Isa.

Wadud menulis:

“Al-Qur’an menyatakan, Ibu Musa telah menerima wahyu, jadi memperlihatkan bahwa wanita, seperti juga kaum pria bisa saja menerima wahyu. Kasus Ibu Musa memperlihatkan bahwa wanita memang berbeda dalam sejumlah aspek, namun di sisi lain wanita juga bisa universal terhadap masalah tertentu.”

Bila kita kaji dalam al-Qur’an secara sungguh-sungguh, dalam cerita Adam dan Hawa, kita bakal mendapati bahwa al-Qur’an tidak pernah menyebut Hawa atau wanita sebagai satu-satunya penggoda atau penyebab terjadinya kejahatan (Waduud, Amina, 1994:34).

Baca juga:  Ummu Ziyad Al-Asyja’iyyah, Emak-Emak Pejuang Agama

Justru kita menemukan dalam al-Qur’an bahwa perempuan sebenarnya memiliki posisi atau kedudukan sebagai nabi. Kita pun mendapati bahwa pemuliaan Tuhan bercakap-cakap kepada kaum perempuan menggambarkan bahwa Islam memang menjunjung tinggi aspek kesetaraan. Islam tidak membeda-bedakan antara laki-laki maupun perempuan. Ini terlihat saat laki-laki maupun perempuan menjalankan kewajiban kepada Tuhan. Islam tidak memandang kedudukan antara laki-laki dan perempuan. Islam memandang seseorang itu memiliki kedudukan istimewa saat ia mencapai kesempurnaan ketaatan dan ibadahnya kepada Tuhan.

Adanya nabi perempuan dalam Islam menegaskan bahwa Tuhan tidak memandang aspek gender laki-laki atau perempuan untuk berbicara kepada hambanya. Islam memandang bahwa kaum perempuan pun pada hakikatnya bisa pula menjadi kekasih Allah yang kedudukannya sama dengan kaum pria di mata Tuhan. Wallahhu a’lam.

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
1
Ingin Tahu
0
Senang
0
Terhibur
0
Terinspirasi
0
Terkejut
0
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top